Mohon tunggu...
agus siswanto
agus siswanto Mohon Tunggu... Guru - tak mungkin berlabuh jika dayung tak terkayuh.

Guru Sejarah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mampukah Kenaikan Cukai Rokok Mengurangi Jumlah Perokok Secara Signifikan?

7 November 2022   09:05 Diperbarui: 7 November 2022   09:11 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrasi orang merokok. (sumber: cnnindonesia.com)

Jawaban dari pertanyaan ini tentu saja tidak. Tapi ini menurut pendapat saya pribadi. Karena berapa pun harga rokok dipatok, mereka para perokok akan mencari berbagai cara untuk memenuhi hajatnya. Merokok bagi mereka sudah menjadi bagian tidak terpisahkan dari kehidupan mereka.

Mengacu pada hasil survei Kementerian Kesehatan, dalam 10 tahun terakhir terjadi peningkatan jumlah perokok dewasa aktif sebanyak 8,8 juta orang. Pergerakan ini dihitung dari angka 60,3 juta pada tahun 2011, menjadi 69,1 juta pada tahun 2021. (dinkes.jakarta.go.id, 3 Juni 2022). Angka-angka tersebut adalah angka yang tercatat dalam sebuah survei, kenyataan di lapangan boleh jadi lebih besar dari angka itu.

Klaim jumlah perokok lebih banyak dari pada hasil survei bisa kita lihat dari berapa banyak anak-anak remaja kita yang mulai berkenalan dengan rokok. Hampir di setiap sudut jalan, kita temukan mereka dengan sebatang rokok di bibir atau dijepit di jemarinya. Semua itu menjadi pemandangan yang lazim. Ironisnya itu dilakukan oleh mereka yang berseragam.

Tindakan menaikkan cukai rokok yang dilakukan oleh Menkeu sebenarnya mempunyai 2 tujuan yang selaras. Satu sisi, kenaikan cukai rokok akan mampu menggenjot pemasukan negara. Sebab beberapa tahun belakangan ini, pemerintah tengah berupaya meningkatkan pendapatan lewat berbagai sumber yang ada. Hantaman pandemi, disusul dengan ancaman resesi menjadi pendorong langkah ini.

Di sisi lain, tindakan Menkeu sejalan dengan apa yang dikehendaki Kementerian Kesehatan berkait dengan upaya menekan pertumbuhan jumlah perokok. Termasuk di dalamnya upaya preventif bagi kemungkinan munculnya para perokok baru, dan jika mungkin mengurangi jumlah perokok yang telah ada.

Upaya lain juga telah dilakukan dengan cara pencantuman berbagai peringatan akan bahaya merokok, disertai berbagai gambar yang "menyeramkan". Namun ternyata upaya itu tidak mengendurkan orang untuk menghentikan kegiatan merokok. Bahkan data yang lebih miris adanya 18,8 persen pelajar usia 13-15 tahun sebagai perokok aktif. 

Kenyataan di lapangan akan beberapa orang yang meninggal gegara merokok pun, tidak mampu menghentikan seseorang untuk merokok. Bahkan ada pendapat yang sangat ekstrim, mereka baru akan berhenti merokok saat nyawa mereka sudah hilang dari tubuh mereka.

Diakui atau tidak, sebagian orang mengaitkan perilaku merokok adalah sebagai sarana pergaulan. Menurut mereka, suasana kaku dalam sebuah pertemuan dapat mencair gegara sebatang rokok. Obrolan yang semuka garing, seketika menjadi renyah karenanya. Demikian pula ada sebagian orang mengaitkan merokok dengan salah satu cara untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan yang membutuhkan konsentrasi tinggi. Tanpa rokok, mereka tidak bisa berpikir.

Hal-hal semacam itulah boleh jadi menjadi penghambat apa yang dikehendaki pemerintah. Berapa pun tingginya harga rokok, mereka selalu mempunyai cara untuk mengatasinya.

Lembah Tidar, 7 November 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun