Tidak terasa konflik Rusia -- Ukraina telah berusia 1 bulan. Langkah ofensif pasukan Rusia sampai hari ini terbukti belum mampu mengendalikan Ukraina sepenuhnya. Entah hal ini karena langkah Rusia yang setengah menahan diri, atau memang tangguhnya pertahanan Ukraina. Kemungkinan terbesar adalah alasan yang pertama.
Saat perang mulai berkecamuk di wilatah Ukraina, muncul berbagai kekhawatiran dari berbagai kalangan. Akankah perang tersebut menjadi embrio Perang Dunia Ketiga. Sedangkan di sisi lain, muncul pula kekhawatiran lain tentang Cina. Bisa jadi Cina akan meniru langkah Rusia dengan mencaplok Taiwan. Wilayah yang selama ini tetap dianggap sebagai wilayahnya.
Sejarah Cina dan Taiwan sendiri tercipta sejak tahun 1949. Saat itu partai komunis Cina di bawah Mao Ze Dong berhasil merebut kekuasaan dari Cina Nasionalis di bawah Chiang Kai Sek. Akibat perebutan ini, Chiang Kai Sek dan para pengikutnya melarikan diri ke Taiwan, dan pada tahun 1950 mendeklarasikan diri sebagai sebuah negara.
Hasrat untuk "mengambil" kembali Taiwan tetap ada dalam diri Cina. Bahkan presiden Xi Jinping mengingatkan bahwa penyatuan Cina dan Taiwan tinggal menunggu waktu. Dikatakan pula penggunaan kekuatan militer tetap menjadi pilihan.
Namun sampai hari ini, semua itu masih dalam bentuk ucapan. Kalau pun ada bentuk ketegangan, hanya berada pada tataran provokasi. Mulai dari latihan perang di dekat Taiwan, jet-jet tempur Cina masuk wilayah udara Taiwan, dan lain-lain. Belum pernah ada kontak fisik secara langsung.
Padahal kalau Cina mau, kekuatan militernya mampu dengan cepat menaklukan Taiwan. Meski di belakang Taiwan berdiri satu kekuatan besar yang dikomandoi Amerika Serikat. Dan bukan tidak mungkin langkah ini justru akan membuat sulit posisi Amerika Serikat. Hal ini didasarkan pada sikap ambigu Amerika Serikat dalam konflik ini.
Menghadapi proklamasi Taiwan sendiri, terlihat Amerika Serikat bersikap mendua. Satu sisi memberikan dukungan terhadap Taiwan di segala hal sejak tahun 1950. Di sisi lain, mereka menjalin hubungan diplomatic dengan Beijing. Persis dengan sikap yang diterapkan Amerika Serikat di Timur Tengah.
Sikap hati-hati Cina terkait Taiwan, tentu saja dapat dimengerti. Bagaimanapun juga Cina harus berhitung secara tepat jika mau melakukan langkah terhadap Taiwan. Apalagi kalau tidak berkaitan dengan sector ekonomi. Karena sector inilah saat ini yang menjadi tulang punggung Cina.
Berbeda dengan Rusia, volume perdagangan Cina di dunia begitu besar. Termasuk juga investasi mereka di Amerika Serikat. Langkah agresif Cina terhadap Taiwan, bukan tidak mungkin akan dibalas dengan tindakan ekonomi oleh Amerika Serikat dan sekutunya. Jika hal ini terjadi, dapat dipastika kondisi ekonomi Cina pasti terguncang dengan hebatnya.