Mohon tunggu...
agus siswanto
agus siswanto Mohon Tunggu... Guru - tak mungkin berlabuh jika dayung tak terkayuh.

Guru Sejarah

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Menikmati Weekend di Pegunungan Menoreh

20 Maret 2022   09:08 Diperbarui: 20 Maret 2022   09:11 817
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jalan aspal sepanjang pegunungan Menoreh (dokumen pribadi)

Bagi siapa pun yang pernah ke Jogja, pasti pernah mendengar tentang Pegunungan Menoreh. Sebuah pegunungan yang menjadi setting cerita silat Jawa legendaris karya SH Mintarja, Api di Bukit Menoreh.

Pegunungan ini memanjang melintasi tak kurang dari empat wilayah, Sleman, Magelang, Kulon Progo, dan Purworejo. Jika diamati, tubuhnya mirip dengan punggung buaya raksasa yang memanjang. 

Gambaran tampak sekali saat kita menikmati kemegahan Candi Borobudur. Pegunungan Menoreh tampak memanjang di belakang sang candi, seakan menjadi penjaganya.

Rute inilah yang saya ambil saya menghabisi weekend, kemarin. Setelah menghadiri hajatan salah seorang kerabat, saya ajak istri, yang orang asli Kulon Progo untuk naik ke Pegunungan Menoreh. Tujuannya sih hanya jalan-jalan sambil buang suntuk dengan kerjaan.

Jalan aspal sepanjang pegunungan Menoreh (dokumen pribadi)
Jalan aspal sepanjang pegunungan Menoreh (dokumen pribadi)

Pemandangan mencengangkan langsung kami dapatkan saat Vario kesayangan mulai merayap, mendaki punggung pegunungan. Saat itu saya ambil rute dari Girimulyo, Nanggulan. 

Jalan aspal halus lengkap dengan garis marka sontak menyambut kami. Saya tentu saja tercengang, tapi yang lebih tercengang adalah istri saya yang orang asli Kulon Progo.

Dalam benak istri saya, tidak pernah terbayangkan suasana seperti ini. Pegunungan Menoreh yang terekam dalam benaknya, adalah Pegunungan Menoreh 25 tahun yang lalu. Saat itu dia dengan teman-temannya hiking ke Goa Kiskendo dari Kulon Progo. Sebuah wilayah yang sangat tidak layak untuk dikunjungi.

Jalan raya tak ubahnya gula kacang. Aspalnya hampir semua meringis, menyisakan lobang-lubang yang mengerikan bagi siapa pun. Saat musim hujan datang, jalan berubah menjadi kali-kali kecil dengan air deras. 

Sementara di kiri-kana jalan, bukit-bukit rawan longsor, siap menerkam siapa pun. Dan yang lebih mengerikan adalah ancaman penyakit malaria, karena lingkungan yang kurang bagus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun