Mohon tunggu...
agus siswanto
agus siswanto Mohon Tunggu... Guru - tak mungkin berlabuh jika dayung tak terkayuh.

Guru Sejarah

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Belajar dari Kasus Nurhayati

1 Maret 2022   10:55 Diperbarui: 1 Maret 2022   10:57 459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhirnya Kabareskrim dan Kejagung secara resmi menghentikan kasus Nurhayati. Bahkan Polres Cirebon pada tanggal 28 Februari 2022, mengatakan akan mengeluarkan SP3 untuk kasus Nurhayati. Hal ini berarti status tersangka yang melekat pada Nurhayati beberapa hari yang lalu lepas.

Kasus itu sendiri berawal dari kasus korupsi yang menimpa Supriyadi, Kepala Desa Citemu di Kabupaten Cirebon. 

Sedangkan Nurhayati sendiri menjabat sebagai Kepala Urusan Keuangan di desa tempat Supriyadi menjadi kepala desa. Kisah ini sendiri tentang korupsi Dana Desa tahun anggaran 2018 -- 2020 oleh Supriyadi sebesar 818 juta rupiah.

Kasus yang sudah cukup lama bergulir ini, tiba-tiba muncul ke ruanh public saat muncul penetapan tersangka oleh Polres Cirebon terhadap Nurhayati, yang saat itu berstatus sebagai saksi sekaligus pelapor. 

Pihak Polres Cirebon menetapkan status itu, berdasarkan bukti dari Kejaksaa Negeri Cirebon. Dari beberapa pasal yang digunakan, Nurhayati diseret sebagai tersangka dalam pusaran kasus korupsi sang kepala desa.

Lalu muncul pertanyaan, di mana sih letak kesalahan Nurhayati. Kan dia hanya melaporkan (versi Nurhayati, karena dalam versi lain pihak pelapor adalah BPD Desa Citemu), sekaligus menjadi saksi saat proses penyidikan berjalan. 

Salah satu pasal yang dikenakan adalah berkaitan dengan tindakan memperkaya orang lain. Dalam artian, meskipun dia tidak menikmati uang tersebut, tapi dia "membantu" proses tersebut. 

Bahkan Kajari Cirebon, Fahri mengatakan selaku bendahara desa Nurhayati melakukan kesalahan selama 16 kali dengan memberikan langsung uang kepada kepala desa. (liputan 6, 27 Februari 2022).

Hal itu dianggap sebuah kesalahan fatal. Sebab seharusnya uang tersebut diberikan pada para pemegang anggaran, bukannya pada kepala desa. Nah, pasal inilah yang membawa Nurhayati menjadi tersangka pada saat itu.

Dalam tulisan ini, saya tidak akan mengomentari kasus Nurhayati itu. Walaupun akhirnya apa yang disampaikan Pak Mahfud MD akhirnya diamini oleh Kepolisian dan Kejaksaan. Hal itu dibuktikan dengan lepasnya status tersangka pada diri Nurhayati. Sehingga sedikit banyak dia dapat menarik nafas lega.

Sorotan yang mungkin perlu kita lihat adalah posisi seorang bendahara, seperti yang disandang oleh Nurhayati. Suka tidak suka, posisi ini adalah posisi yang sulit. 

Kewenangan dia memegang kendali keuangan, bukan tidak mungkin akan menyeret dia dalam arus penyalahgunaan sejumlah dana. Selain itu dia akan menjadi sasaran tembak yanh empuk dari pihak-pihak yang tidak menyukai keberadaannya.

Dalam kasus Nurhayati misalnya, mungkin saja dia tidak dapat menolak saat sang kepala desa memintanya untuk menyerahkan uang pada dirinya dengan berbagai alasan. Posisinya yang hanya sebagai bawahan, tidak memungkinkan dia untuk menolak. Apalagi saat sang kepala desa menyatakan semua menjadi tanggung jawabnya.

Hal ini terjadi pula di beberapa tempat yang lain. Seorang pemimpin yang mempunyai niat tidak baik dengan lembaga atau kantor yang dipimpinnya, ketika dia mau menyalahgunakan keuangan, maka sang bendaharalah yang menjadi pihak yang digandengnya. 

Termasuk di antaranya mengatur pengeluaran, proyek, pembagian uang-uang tidak jelas, dan lain sebagainya. Sebagai imbalan, para bendahara akan mendapatkan bagian dari persekongkolan itu.

Dari gambaran semacam ini, maka tidak heran jika sebagian bendahara relatif lebih mapan ekonominya dibandingkan pegawai lain. Dana-dana di luar gaji, mengalir ke buku tabungannya. Sementara urusan dalam, menjadi rahasia mereka berdua, antara pimpinan dan bendahara.

Cerita akan berubah lain, manakala persekongkolan tadi terungkap. Maka mau tidak mau, sang bendahara pun akan terseret ke dalamnya. 

Kalaupun dia tidak menikmati uangnya, maka kewenangan yang dia miliki dapat diartikan terlibat dalam penyalahgunaan tersebut. Dalam posisi ini maka tampak betapa sulitnya posisi mereka untuk berkelit. Karena bagaimanapun juga dia mengelak, dia ada dalam pusaran itu.

Mungkin saja kasus yang menimpa Nurhayati seperti gambaran itu. Saat itu, mungkin saja dia tahu bahwa apa yang dilakukan salah, tapi tidak mempunyai kekuasaan untuk menentangnya. 

Maka ketika kasus itu terbongkar, diceritakannya semua yang diketahui di depan penyidik. Sementara dia sendiri tidak mengetahui bahwa apa yang dilakukan selama ini, masuk dalam kategori membantu kasus korupsi itu.

Lembah Tidar, 1 Maret 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun