Mohon tunggu...
agus siswanto
agus siswanto Mohon Tunggu... Guru - tak mungkin berlabuh jika dayung tak terkayuh.

Guru Sejarah

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

JHT Itu Ibarat Kebun Jati

15 Februari 2022   18:04 Diperbarui: 15 Februari 2022   18:13 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ucapan itu yang terlontar dari Dita Indah Sari, yang saat ini menjabat sebagai Staf Khusus Menteri ketenagakerjaan. Dalam cuitannya Sabtu yang lalu, dia mengatakan bahwa JHT itu ibarat Kebun Jati, bukan Kebun Mangga.

 Ucapan ini menanggapi polemik tentang Permenaker RI nomor 2 tahun 2022, tentang tata cara dan persyaratan pencairan JHT.

Ungkapan itu secara implisit mengandung arti bahwa JHT memang untuk hari tua. Seperti kita ketahui bahwa tidak mungkin kita memanen kebun jati kita dalam waktu dekat. Kebun jati akan semakin berharga saat sudah tua usianya.

Cuitan Dita Indah Sari yang dulu merupakan aktivis buruh ini sah-sah saja. Sebab iuran JHT yang dipotong dari upah para pekerja setiap bulan, pada dasarnya untuk persiapan hari tua mereka. Persiapan saat tubuh mereka sudah tidak mau kompromi lagi untuk bekerja.

Namun semua jadi berbeda permasalahannya ketika pemahaman di tingkat bawah berbeda. Perlu digarisbawahi, buruh atau pekerja bukanlah pegawai negeri. Jika menyangkut masalah hari tua, jelas posisi keduanya berbanding terbalik.

Kondisi para pekerja tidak senyaman para pegawai negeri. Mereka tidak dapat mengandalkan kepastian upah dari pekerjaan mereka sepanjang waktu. Ada saja permasalahan yang memungkinkan mereka kehilangan pekerjaan sekaligus kehilangan penghasilan.

Salah satu permasalahan yang muncul adalah sebagian besar buruh merasa khawatir jika dana tersebut tiba-tiba lenyap tanpa bekas. 

Hal ini sangat  beralasan berkaca pada beberapa kasus korupsi yang menimpa lembaga-lembaga semacam ini. Bayangkan saja, ASABRI saja diembat. Belum lagi asuransi-asuransi lain.

Hal yang juga menjadi kekhawatiran, adalah tidak jelasnya aturan main yang diberlakukan. Jika itu sebagai investasi, mereka tidak mengetahui berapa banyak manfaat yang mereka dapatkan dari pengendapan dana tersebut, saat mereka klaim.

Maka mungkin benar yang disampaikan pengamat kebijakan publik, Trubus Rahadiansyah beberapa waktu lalu. Jika mau diperlakukan hendaknya ada regulasi yang jelas, terutama berkaitan dengan keuntungan yang mereka terima. Dan semua harus disampaikan secara terbuka bersifat sukarela.

Jika hal ini tidak terkomunikasikan dengan baik, bukan tidak mungkin perlawanan bertambah keras. Sebab dalam benak mereka tidak ada istilah kebun jati atau kebun mangga. 

Kebutuhan harian yang mendesak, menjadikan mereka tidak mampu berpikir panjang. Maka tidak heran jika mereka tidak sabar untuk menunggu usia 56 tahun, hanya untuk mencairkan Jaminan Hari Tua tersebut.

Lembah Tidar, 15 Februari 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun