Mohon tunggu...
agus siswanto
agus siswanto Mohon Tunggu... Guru - tak mungkin berlabuh jika dayung tak terkayuh.

Guru Sejarah

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Jadi Guru di Masa Pandemi Itu Enak!

4 Oktober 2021   10:21 Diperbarui: 4 Oktober 2021   10:23 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar:news.detik.com

Bagi teman-teman yang berprofesi guru, mungkin pernah mendengar ucapan ini. Entah ucapan itu langsung ditujukan pada kita, atau hanya sekedar mendengar. Apalagi saat Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) seperti yang hampir berjalan selama 2 tahun ini.

Ucapan itu sah-sah saja. Karena dalam benak mereka, jika tidak ada kegiatan tatap muka, maka guru relatif tidak terlalu repot untuk mempersiapkan pembelajaran. Paling tidak para guru tidak harus bergegas berangkat ke sekolah lalu memepersiapkan segalanya untuk masuk kelas.

Hal lain yang membuat sebagian orang mengucapkan kalimat ini, bisa jadi karena kjni mereka yang harus menggantikan peran guru. Hal ini terutama pada anak-anak yang masih di pendidikan dasar. Pemberlakuan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) mau tidak mau harus melibatkan orang tua di dalamnya.

Yah, memang dalam Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) guru memberikan tugas pada anak didiknya. Namun ketika anak didik mengalami kesulitan, ujung-ujungnya orang tua yang harus jumpalitan. 

Konsultasi dengan guru sebenarnya dapat dilakukan, namun karena banyak keterbatasan akhirnya orang tualah yang harus turun tangan, membantu menyelesaikan tugas tersebut. Sementara para guru hanya duduk santai setelah mengirimkan tugas.

Permasalahan yang tak kalah menarik adalah berkaitan dengan gaji yang diterima oleh guru itu sendiri. Dengan pemberlakuan Pembelajaran Jarak Jauh menurut sebagian orang membuat para guru menerima gaji buta. Karena mereka tidak mengajar di depan kelas. Sementar di sisi lain, orang harus pontang-panting mencari nafkah yang menjadi sulit gegara pandemi ini.

Gambaran semacam, itulah yang berkembang di kalangan masyarakat.  Anggapan bahwa pandemi yang membuat pemerintah harus menerapkan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) mengenakkan tugas guru. Di sisi lain, gaji yang diterima tiap bulan tetap lancar tanpa dipotong sepeser pun.

Namun jika menengok isi kepala para guru, hal itu justru sebaliknya. Justru pandemilah yang membuat para guru pontang-panting dalam segala hal. Penerapan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yang begitu tiba-tiba, membuat mereka harus melompat setinggi-tingginya dalam menguasai teknologi informasi dan komunikasi dengan segudang aplikasi.

Situasi semacam ini jelas tidak pernah terlintas sedikit pun oleh para guru. Model pembelajaran konvensional yang mengandalkan tatap muka selama ini begitu nyaman dijalani, tetiba harus berubah total. Para guru dipakas untuk mengikuti perkembangan zaman, terutama dalam bidang tehnologi.

Akhirnya dengan mengandalkan berbagai keterbatasan, penguasaan aplikasi pendukung Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) pun dikuasai. Namun ternyata itu semua belum selesai. Tuntutan pembuatan media pembelajaran yang tidak membosankan anak pun mengemuka. 

Guru dituntut untuk membuat media pembelajaran yang membuat anak betah berada dalam kegiatan pembelajaran. Dan ujung-ujungnya kreativitas dan inovasi seorang guru sangat dituntut di dalamnya.

Penguasaan teknologi sudah mampu dikuasai. Media pembelajaran pun telah tersusun dengan baik, namun kembali hal ini belum selesai. Tahapan evaluasi hasil pembelajaran yang merupakan ujung dari kegiatan pembelajaran, ternyata mendatangkan masalah baru. 

Sebagian anak mengumpulkan tugas dengan cara meng-copy paste pekerjaan teman yang lain. Sehingga hasil pekerjaan anak tidak sesuai harapan, banyak yang mencontek, bahkan dalam kegiatan evaluasi sekali pun.

Masalah yang kalah pelik pun muncul juga pada tahapan ini. Sebagian anak tidak mengumpulkan tugas atau pun hasil ulangan. Upaya guru dengan mengumumkan lewat grup chatting ataupun menghubungi si anak langsung, tidak mendatangkan hasil. 

Walhasil saat para guru mau mempersiapkan nilai rapor mendatangkan masalah baru. Di sisi lain anak tersebut santai saja, tidak perduli dengan kerepotan guru.

Dari berbagai gambaran tersebut, rasanya ungkapan bahwa jadi guru di saat pandemi itu perlu diralat. Fakta di lapangan justru di masa pandemi yang semua kondisi tidak normal, justru mendatangkan kesulitan besar bagi para guru. Tujuan pendidikan nasional yang begitu luhur, hanya tinggal angan-angan saja.

Lembah Tidar, 4 Oktober 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun