Mohon tunggu...
agus siswanto
agus siswanto Mohon Tunggu... Guru - tak mungkin berlabuh jika dayung tak terkayuh.

Guru Sejarah

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

PPKM, Buah Simalakama bagi Pemerintah

21 Juli 2021   21:16 Diperbarui: 21 Juli 2021   21:35 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: news.detik.com

Akhirnya kemarin Presiden Jokowi mengumumkan perpanjangan PPKM. Presiden memandang bahwa PPKM yang baru saja berakhir belum optimal. Sehingga PPKM diperpanjang hingga tanggal 25 Juli 2021. Setelah itu akan dilakukan evaluasi kembali.

Reaksi dari masyarakat pun terbelah. Sehingga siang tadi, sempat terjadi demo menolak pelaksanaan PPKM di Bandung. Demo yang sempat memanas, namun akhirnya dapat dikendalikan.

Di sisi lain, muncul tuntutan agar pelaksanaan PPKM diperketat lagi. Beberepa celah yang masih ada, sebisa mungkin ditutup. Hal ini mengacu pada kenyataan di lapangan, justru kasus terinfeksi makin tinggi. Dan baru agak menurun 2 hari belakangan ini, itu pun dipicu oleh angka testing yang lebih rendah dibandingkan beberapa hari sebelumnya.

Tak dapat dimungkiri bahwa saat pemerintah memutuskan pelaksanaan PPKM, atau apapun namanya pasti sangat berat. Pemerintah pasti akan berhadapan langsung dengan rakyat yang nota bene sedang susah. Dan ancaman ini bukan main-main. Karena bagi rakyat ketakutan akan kelaparan jauh lebih mengerikan dibandingkan ancaman Covid-19.

Sebenarnya pelaksanaan PPKM adalah hal biasa. Apalagi jika dibandingkan dengan lockdown, PPKM lebih lunak dalam aturannya. PPKM masih memberikan beberapa celah bagi masyarakat untuk beraktivitas, meskipun terbatas. Lain dengan lockdown yang memutus semua akses masyarakat untuk beraktivitas.

Penerapan pembatasan kegiatan ini pun, sebenarnya tidak hanya di Indonesia saja. Beberapa negara tetangga pun menerapkan langkah serupa dengan level masing-masing. Sebagai contoh negara tetangga Malaysia dan Singapura telah lebih dahulu menerapkan. Kemudian disusul oleh Vietnam, Thailand dan Filipina, meski dengan level yang lebih rendah.

Penerapan PPKM ataupun pembatasan yang lain merupakan sebuah pilihan. Upaya menghentikan laju penyebaran Covid-19, apalagi varian Delta dapat dilakukan dengan mengurangi mobilitas masyarakat. Dan konsep ini pun bukan milik Indonesia semata, namun hampir semua negara melakukannya. Sehingga secara harfiah langkah ini adalah langkah untuk melindungi masyarakat dari paparan Covid-19.

Namun upaya luhur ini tidak sepenuhnya disambut baik oleh sebagian masyarakat. Berbagai pelanggaran hingga perlawanan pun bermunculan di mana-mana. Bagi mereka pelaksanaan PPKM identic dengan melahirkan kesengsaraan bagi mereka. Karena mereka kehilangan mata pencaharian. Dan inilah yang lebih megkhawatirkan mereka.

Fenomena ini menjadi hal yang jamak di negara-negara berkembang. Contoh saat India menerapkan lockdown beberapa bulan yang lalu. Kekacauan pun kontan tersulut seiring penerapan lockdown tersebut. Kekhawatiran rakyat akan bencana kelaparan dan kemiskinan melahirkan berbagai aksi anarkhis atas nama perut.

Berkaca dari hal itu, maka pilihan PPKM adalah pilihan yang paling bijak bagi pemerintah. Sebab PPKM tetap masih memberikan cekah bagi masyarakat untuk tetap dapat mencari nafkah. Sehingga tercapai win-win solution antara kedua belah pihak.

Pertimbangan yang lain adalah keuangan negara. Lockdown identic dengan beban negara untuk memenuhi kebutuhan rakyat seluruh negeri. Hal ini jelas tidak mungkin. Keuangan pemerintah sudah terkuras begitu banyak dalam penanganan pandemic ini. Mulai dari biaya perawatan pasien, insentif nakes, pembelian obat dan vaksin, dan berbagai bantuan sosial.

PPKM dengan kata lain pemerintah ingin berbagi dalam menanggung beban masyarakat. Bantuan sosial dari pemerintah, jelas tidak akan mungkin mampu memenuhi semua kebutuhan masyarakat. Tapi dengan PPKM, masyarakat masih punya peluang untuk mencari nafkah.

Namun ternyata semua itu tidak sesuai dengan harapan pemerintah. Berbagai aksi penolakan menunjukkan bahwa rakyat tidak menghendaki hal itu. sehingga tidak heran jika sebagian pengamat mengkhawatirkan PPKM justru menjadikan pemerintah dan rakyat saling berhadapan. Upaya pemerintah yang bertujuan menghentikan laju penyebaran Covid-19, justru ditanggapi sebagai aksi menyengsarakan rakyat.

Hal inilah yang sangat mengkhawatirkan. Pelaksanaan PPKM harus diakui pasti bersinggungan dengan aspek ekonomi. Namun di lapangan tetap harus ada standar prioritas. Menjalankan keduanya secara bersamaan, jelas tidak mungkin. Mengedepankan perekonomian, pasti akan melahirkan ribuan kritik dari para epidemiolog.

Pilihan sulit inilah yang dihadapi oleh pemerintah di negara mana pun. Mengedepankan perkembangan ekonomi, akan berdampak pada makin menggilanya penyebaran Covid-19, dan ujung-ujungnya rakyatlah yang menjadi korban. Di sisi lain, focus pada upaya penghentian pandemic tanpa memperdulikan aspek ekonomi, akan menghancurkan perekonomian negara. Dan lagi-lagi, rakyatlah yang menjadi korban. Sebuah pilihan yang sulit, memang.

Lembah Tidar, 21 Juli 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun