Bagi teman-teman yang bukan berprofesi sebagai guru, mungkin pertanyaan ini tidak begitu penting. Karena mereka pasti juga sibuk dengan permasalahan masing-masing. Dan tentu saja setiap profesi pasti mempunyai tantangan masing-masing.
Sekitar tiga tahun belakangan ini, pertanyaan ini semakin mengemuka. Permalahan ini dipicu oleh rasio antara guru dengan jam mengajar atau kelas yang ada yang kurang seimbang. Contoh saja di jenjang SD. Banyaknya guru yang pensiun, membuat seorang guru harus merangkap beberapa kelas.
Undang-Undang Guru dan Dosen
Mengacu pada aturan jam minimal dan maksimal seorang guru, sebenarnya telah diatur dalam UU Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Pada pasal 35 ayat (2) disebutkan bahwa "Beban kerja guru dalam melaksanakan proses pembelajaran sebagaimana pada ayat (1) sekurang-kurangnya 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu."
Aturan ini secara jelas mengatur beban kerja minimal setiap guru, terutama PNS. Dan beban minimal ini pula yang digunakan sebagai batas minimal seorang guru akan mendapatkan Tunjangan Profesi Guru (TPG). Sehingga seorang guru mau tidak mau harus memenuhi batas tersebut.
Jika diamati secara seksama, beban mengajar ini tentu saja sangat ideal. Karena jika dihitung sesuai hari kerja, maka guru masih mempunyai waktu untuk kegiatan yang lain. Baik berupa pengerjaan administrasi yang lain, atau juga melakukan kegiatan pengembangan diri. Karena rata-rata seorang guru hanya akan mengajar 5 sampai 6 jam pelajaran per hari. Sementara dalam satu hari terdapat 8 -- 10 jam pelajaran.
Beban Kerja Guru
Seiring berjalannya waktu, muncul perubahan berkaitan dengan beban mengajar tersebut. Pada tahun 2018, muncul Permendikbud nomor 15 tahun 2018 tentang Pemenuhan Beban Kerja Guru, Kepala Sekolah dan Pengawas.
Pada pasal 2 ayat (1) disampaikan bahwa, Guru, Kepala Sekolah, dan Pengawas Sekolah melaksanakan beban kerja selama 40 (empat puluh) jam dalam 1 (satu) minggu pada satuan administrasi pangkal.