Tak dapat dimungkiri bahwa bersamaan dengan upaya pengendalian Covid-19 muncul pula ratusan bahkan ribuan hoax yang mengiringinya. Sehingga tidak salah jika factor ini pun menjadi salah satu penyebab lambannya upaya pengendalian di beberapa sector.
Kecepatan penyebaran hoax, jelas jauh lebih hebat dibandingkan upaya pelurusannya. Pesatnya teknologi komunkasi membuat sebuah hoax hanya dalam hitungan sepersekian detik mampu merambah ke seluruh pelosok negeri ini tanpa terkendali.
Adakah upaya pengendalian dari pihak berwenang. Saya kira tidak kurang-kurang pihak berwenang berupaya meluruskannya. Kominfo sebagai pihak yang paling berwenang telah melakukan berbagai cara. Demikian pula beberapa media. Mereka menyediakan satu ruangannya untuk meluruskan hoax tersebut.
Namun lagi-lagi hal ini kurang efektif. Rendahnya tingkat literasi di kalangan rakyat ditambah "nafsu" untuk menjadi orang pertama penyebar informasi memperparah keadaan. Dalam kenyataannya sangat sedikit masyarakat kita yang mencoba melakukanb cek dan ricek terhadap informasi yang diterimanya.
Berbagai upaya pelurusan yang dilakukan lewat berbagai cara, tetap tidak mampu menghentikannya. Padahal kalau mereka mau sedikit saja meluangkan waktu, mereka akan dapat informasi yang valid. Namun lagi-lagi kedua factor di atas seakan menutup semuanya. Logika tidak lagi digunakan. Yang penting menyebarkan.
Adakah di luar negeri terdapat hoax? Tentu saja ada. Namun sesuai dengan tingkat literasi negara tersebut, maka jelas akan berbeda "kualitas" hoaxnya. Kita bandingkan saja hoax yang berkembang di daratan Eropa, jelas berbeda dengan yang ada di Indonesia. Namun jika kita bandingkan dengan di negara India atau negara-negara Asia lainnya pasti tidak jauh  berbeda.
Peristiwa ini saya alami sendiri saat berada di tempat kerja. Semula saya tidak perduli dengan apa yang tengah salah seorang teman bicarakan. Namun ketika beberapa teman lain mengerumuniya, saya pun mencoba mencuri-curi dengar topik yang dibicarakan.
Ternyata sang teman tadi membicarakan tentang dimasukkannya chip ke dalam vaksin yang disuntikkan ke tubuh kita. Yah, sebenarnya hoax ini sudah lama beredar. Dikatakannya bahwa chip tadi akan digunakan mengawasi dan mengendalikan seluruh umat manusia di dunia.
Sampai di tingkat ini, mulut saya pun gatal untuk nimbrung di dalamnya. Jujur, kalau dalam masalaha memasukkan chip lewat vaksin saya tidak paham. Saya tidak tahu apakah itu bisa dilakukan atau tidak?
Bantahan saya semata-mata berdasarkan penalaran atau logika saja. Ketika saya tanya teman yang tadi bertanya siapa tokoh yang menginisiasi penyuntikan chip tadi. Dia menjawab tokoh Bill Gates dan negara Amerika Serikat. Jawaban itu disampaikan dengan mantap.