Tulisan saya dua hari yang lalu mempertanyakan masih tentang masih relevan tidak sistim guru kelas pada jenjang SD. Pertanyaan ini muncul semata-mata melihat begitu pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan saat ini. Sementar seorang guru kelas harus menguasai berbagai mata pelajaran.
Artikel itu salah satunya saya bagikan pada grup WA alumni SPG Magelang, di mana saya tergabung di dalamnya. Hampir 90% teman saya menjadi guru bahkan kepala SD di berbagai pelosok kota. Tujuan saya adalah untuk mendengar pendapat mereka akan pertanyaan saya itu.
Dari beberapa omongan saya tangkap, ternyata jawaban yang muncul jauh di luar dugaan. Jika selama ini saya merasa kasihan, ternyata mereka malah enjoy dengan posisi itu. Kekhawatiran saya tentang penguasaan beberapa mata pelajaran yang harus mereka lakukan, bukan masalah bagi mereka. Justru itu menjadi tantangan buat mereka.
Saya bayangkan, sebagai guru mata pelajaran di SMA terkadang saya pontang-panting saat memberikan materi pelajaran. Kesulitan dalam menyampaikan materi, atau memberikan pengayaan pada sebagian siswa, benar-benar menguras tenaga. Saya harus mencari referensi sebanyak-banyaknya.
Ternyata bagi teman-teman guru SD, itu bukan masalah. Mereka enjoy saja menjalaninya. Saya jadi penasaran untuk menggalinya lebih dalam. Pasti ada sesuatu di balik semua itu.
Dalam obrolan selanjutnya, dikatakan keberadaan mereka sebagai guru kelas semata-mata untuk memberikan pelayanan pada siswa dengan sebaik-baiknya. Sebab dengan posisi guru kelas, mereka dapat berhubungan dengan siswa sesering mungkin. Sehingga dapat mengikuti dan mendampingi perkembangan siswa yang diampunya. Dan mereka mampu mengenal dengan detail siswa-siswa dalam pengasuhannya.
Hal ini berbeda dengan jenjang SMP dan SMA yang menerapkan sistim guru pelajaran. Frekuensi pertemuan antara sang guru dan siswa hanya sebatas saat mengajar saja. Paling banyak 4 jam pelajaran seminggu.
Dan kalau pun seorang guru menjadi wali kelas pada salah satu kelas, pun tidak akan memadai. Secara formal sang guru hanya akan bertemu saat dia mengajar di kelas tersebut.
Rupanya alasan inilah yang diajukan. Siswa SD sangat membutuhkan perhatian khusus dalam perkembangannya. Sistim guru kelaslah yang paling tepat dalam hal ini. Sebab sebab banyak intensitas pertemuan guru dan siswa, maka akan semakin baik pembimbingannya.
Hal ini berbeda dengan siswa pada jenjang SMP dan SMA. Usia mereka yang relative cukup dewasa dianggap sudah mampu berpikir dan berbuat, walaupun masih tetap dalam bimbingan guru.
Ketika pertanyaan saya mengarah pada penanaman konsep yang ada pada tiap mata pelajaran. Dengan enteng mereka menjawab bahwa itu adalah pekerjaan nomor dua. Justru penanaman nilai dan sikap berupa pembangunan karakter dan budi pekerti luhur yang diutamakan.
Saya sendiri terkejut dengan jawaban ini. Terbayang dalam benak, saya betapa para guru SD saya dahulu begitu perhatian dalam mengarahkan sikap dan perilaku para siswa. Hampir tidak ada satu pun sikap dan perilaku siswa yang luput dari perhatiannya. Beliau begitu teliti dan telaten berkaitan dengan hal ini.
Jika dibandingkan dengan saat saya belajar di jenjang SMP dan SPG, hal ini tidak banyak saya temukan. Hubungan antara guru dan siswa  tidak seerat saat di jenjang SD. Relasi yang terjadi hanya sebatas saat jam pelajaran berlangsung, terkecuali bagi guru yang menjadi wali kelas.
Rupanya hal inilah yang luput dari pengamatan saya. Focus saya pada ranah kognitif, ternyata tidak tepat sama sekali. Karena justru ada sesuatu yang luput dari perhatian saya, yaitu penanaman nilai dan sikap pada siswa. Berbagai bentuk pembiasaan yang dilakukan semua bermuara pada pembentukan nilai dan sikap pada diri siswa.
Berbekal beberapa pendapat ini, nampaknya saya harus meralat pertanyaan saya. Ternyata di balik beratnya tugas teman-teman guru SD dalam ranah kognitif, ternyata justru ada tugas yang lebih berat. Penanaman nilai dan sikap selanjutnya akan membentuk siswa berkepribadian dan berbudi pekerti luhur. Oke, teman-teman guru SD penghargaan saya setinggi-tingginya atas segala perjuangannya.
Lembah Tidar, 15 Juli 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H