Sesampai di rumah, Hai kami perlakukan tak ubahnya barang berharga. Saya selalu memberikan sampul plasti, dan setelah membaca menyimpannya di kotak khusus, di mana di situ bertumpuk Hai edisi sebelumnya. Setiap ada teman yang pinjam, saya catat baik-baik, dan tidak lupa menagihnya.
Kedua orang tua saya sangat mendukung hobi ini. Namun cara mendukungnya mungkin berbeda dengan orang tua zaman sekarang. Dukungan mereka bukan dengan cara memberikan. Mereka selalu mengingatkan kami apakah sudah menyisihkan uang untuk membeli Hai edisi minggu ini. Dalam benak orang tua kami, hal ini sebagai bentuk pembelajaran. Sesuatu yang didapat dengan jerih payah keringat sendiri pasti akan berbeda. Dan buktinya, kami merawat dengan baik majalah-majalah itu.
Ah, seandainya waktu ini bisa diputar, ingin rasanya mengulang kembali. Berangkat dan pulang sekolah berjalan kaki, hanya sekedar untuk menyisihkan uang jajan. Termasuk pula membayangkan ceria wajah kami saat menimang Hai yang baru saja kami dapatkan dari toko buku. Bau khas kertas majalah membuat suasana tersendiri di hati ini. Atau juga harus menangis karena kehilangan satu edisi akibat terlambat datang ke toko buku. Sungguh sebuah romantisme masa anak yang sangat berkesan.
Lembah Tidar, 9 Juli 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H