Nasihat ini saya terima saat mulai Latihan menulis di beberapa blog kepenulisan. Alasan yang diberikan oleh teman tersebut logis sekali. Tulisan terbaik kita nanti bisa dijadikan modal besar saat kita akan membuat sebuah buku tunggal.
Ketika nasihat itu masuk ke telinga saya, saya mengiyakannya. Saya menganggukkan kepala karena setuju. Dan alasan itu sangat masuk akal. Karya terbaik kita akan muncul di buku kita sendiri.
Namun keyakinan itu perlahan bergeser, ketika saya mengamati tulisan beberapa Kompasianer kelas atas. Posisi hebat mereka pasti dicapai bukan dengan cara instant dan mudah. Pasti butuh perjuangan yang hebat dan pasti ada trigger-nya. Lewat hal itu nama mereka secara perlahan dan pasti akan melambung pada posisi seperti saat ini.
Kembali pada nasihat teman tersebut. Setelah saya pikir jika kita simpan lalu bagaimana kita dapat menunjukkan siapa diri kita. Tulisan-tulisan dalam kelas biasa, sudah pasti tidak akan dilirik orang. Boro-boro dikomentari, dibuka saja mungkin malahan tidak.
Lain halnya jika tulisan yang kita tampilkan benar-benar luar biasa. Luar biasa dalam artian judulnya menarik ataupun konten yang ditampilkan betul-betul luar biasa. Dengan modal karya semacam ini bukan tidak mungkin orang akan melirik tulisan kita.
Hal ini barangkali termasuk dalam kategori pembentukan personal branding kita. Nah jika kita mampu konsisten dengan hal itu, dapat dipastikan tulisan kita akan laris manis. Tanpa disuruh pun orang akan menengoknya dan mampir ke tulisan kita. Walaupun terkadang yang kita tulis hal-hal yang sifatnya sederhana.
Akan tetapi lain permasalahannya jika kita tidak mampu menjaga konsistensi tulisan kita. Karya pertama yang luar biasa, setelah itu hanya biasa-biasa saja atau malahan tidak bagus sama sekali. Dalam kasus ini jangan harap akan berkibar nama kita.
Hal ini tak ubahnya dengan karya-karya yang lain. Dalam dunia tarik suara pun hal ini berlaku. Seorang artis yang mampu melambungkan namanya di blantika music,pasti dia mempunyai karya andalan yang luar biasa. Namun ujian sesungguhnya justru pada karya beriikutnya. Jika karya berikutnya tidak mampu menampilkan kehebatan seperti karya pertamanya, yah sudah tamat riwayatnya.
Berbekal dari pengalaman itu, maka nasihat untuk menyimpan tulisan terbaik kita kurang tepat. Bagaimanapun juga kita membutuhkan alat untuk mengangkat nama kita dalam suatu blog atau komunitas kepenulisan. Menempatkan diri pada jajaran penulis hebat menjadi tujuan utama.
Lalu bagaimana dengan tulisan terbaik. Istilah terbaik itu bersifat subyektif. Mungkin yang di mat akita terbaik, justru tidak di mata orang lain. Demikian pula sebaliknya. Tingkat kesempurnaan tulisan kita justru akan berkembang sesuai dengan jam terbang menulis kita. Semakin sering kita membuat tulisan, dapat dipastikan semakin mudah pula kita dalam mengolah tema maupun mempermainkan diksi.