Mohon tunggu...
agus siswanto
agus siswanto Mohon Tunggu... Guru - tak mungkin berlabuh jika dayung tak terkayuh.

Guru Sejarah

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Duo Manchester Tersandung Gegara Kiper

30 Mei 2021   10:33 Diperbarui: 30 Mei 2021   10:36 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seharusnya ada 2 pesta besar di kota Manchester pada minggu ini.  Pesta pertaman digelar oleh Manchester United dengan tropi Liga Eropa. 

Sedangkan pesta kedua giliran Manchester City memprolamirkan sebagai kampiun sepak bola Eropa. Penyandingan 2 gelar ini tentu saja akan menjadi sejarah tersendiri bagi kota Manchester.

Namun kenyataan berkata lain. Keduanya harus bangun dari mimpi tersebut. Membuka mata lagi lebih lebar bahwa sepak bola bukan matematika. Semudah orang menghitung 1 + 1 = 2. Sepak bola tetap sebuah misteri yang luar biasa.

Siapa sangka jika Manchester United yang mengurung sepanjang laga, harus murung di ujung laga. Siapa sangka pula selisih satu tendangan penalty menjadi penentu 120 menit pertarungan hidup mati.

Tak jauh beda dengan riwayat perjalanan sang tetangga yang berisik, Manchester City. Kurang apa pada diri mereka sebagai sebuah klub. Reputasi Pep sudah tidak diragukan lagi. 

Kemampuan mereka menghancurkan PSG seakan menjadi jaminan aksi mereka di laga final. Ditambah obsesi menggunung dari klub maupun sang manajer. Semua menjadi modal yang berharga.

sumber: www.bola.com
sumber: www.bola.com

Namun apa lacur di lapangan segalanya berbeda. Siapa sangka Tuchel justru mampu meraih si Kuping Besar dengan klub yang nota bene berada satu level di bawah PSG. 

Siapa sangka pula gol semata wayang justru muncul dari kaki Kai Havertz yang baru membuat 1 gol dari 12 penampilan di Liga Champion. Semua serba luar biasa.

Di atas semua itu, ternyata ada satu kemiripan nasib duo Manchester ini. Keduanya tersandung dari tropi gegara sang kiper. Tentu saja bukan berarti semua kesalahan sang kiper semata. Sebab sepak bola adalah sebuah permainan tim.

Tengok saja bagaimana menyesalnya para pendukung Manchester United, saat De Gea gagal mengekskusi tendangan penaltinya. 

Posisi De Gea sebagai penendang ke-11 untuk menyamakan keadaan justru, menjadi penentu kemenangan bagi Yellow Submarine, saat tendangannya mampu di tepis Rulli, sang kiper.

Meski dalam beda skema, City pun harus tersungkur "gegara" Ederson. Seandainya saja terjangan Ederson tepat, maka arah bola tidak mungkin justru akan memudahkan Havertz menceploskan bola ke gawang yang sudah kosong. 

Namun kesemuanya ini terjadi karena kesalahan kecil lini belakang City ditambah dengan kejelian Mount melepas umpan.

Rasa frustasi Ederson pun semakin nampak di menit-menit akhir pertandingan. Beberapa kali umpan yang diberikan dari belakang menjadi sia-sia. Umpan yang seharusnya dapat untuk menyamakan keadaan, justru jatuh di tempat-tempat yang tak terjangkau.

Pemeo bahwa bola itu bulat tetap saja tak terbantahkan. Dominasi sepanjang laga, taburan bintang dalam tim atau juga kualitis pelatih kadang tidak berlaku pada suatu ketika.

Lembah Tidar, 30 Mei 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun