Mohon tunggu...
Agus Setiyono
Agus Setiyono Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Saya hanyalah orang biasa, dg keinginan yg biasa pula....saya hanya pengen berbagi manfaat dan kebaikan dg sesama

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Guru Dulu, Guru Kini

25 November 2015   22:29 Diperbarui: 25 November 2015   23:17 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Meskipun "agak" terlambat, sebelumnya aku ucapkan selamat Hari Guru

Masih terngiang ditelingaku, saat aku menyanyikan lagu hymne guru, di perayaan Hari Pendidikan Nasional, beberapa puluh tahun yg lalu, maklum di jaman itu belum ada yang namanya Hari Guru.

Begitu hikmatnya kami menyanyikan lagu itu, bahkan hampir seluruh anak yg menyanyikan lagu itu meneteskan air mata karena rasa haru. Dimasa-masa itu kami sangat menghormati para guru kami, meskipun pada masa-masa itu, banyak guru yang terkenal garang, tak jarang kalau kami para murid melakukan kesalahan kami pasti mendapat "hadiah" dipukul dengan penggaris kayu yang panjang, bahkan suatu saat karena saya membuat gaduh diruang kelas, saya pernah dilempar penghapus papan tulis.

Tapi meskipun kami mendapat perlakuan "Sadis" seperti itu, kami bisa menerimanya, karena kami memang merasa bersalah. Dan perlakuan guru itu nggak akan pernah kami beritahukan ke orang tua, karena kalau itu sampai kami lakukan pastilah kami akan mendapat tambahan hukuman dari orang tua. Di masa-masa itu "status" guru begitu dihormati dan begitu dipercaya oleh para orang tua murid.

Kebetulan juga banyak keluarga dari bapakku yg berprofesi sebagai seorang guru, saya tahu persis kehidupan mereka sehari-hari, mereka begitu bersahaja, begitu berdedikasi dengan tugasnya sebagai seorang guru, meskipun dengan gaji yang pas-pasan pada saat itu.

Saya masih ingat betul, mereka (para guru) tiap malam harus belajar untuk menyiapkan materi pelajaran yang akan diajarkan besok pagi, mereka menulis sendiri soal-soal yang akan menjadi bahan ulangan (baca: ujian: murid-muridnya. Pada saat itu guru memang harus belajar lebih giat dari muridnya, karena mereka sadar bahwa guru harus lebih "pintar" dari muridnya.

Pokonya pada masa itu, sebutan Guru sebagai Pahlawan Tanpa Tanda Jasa memang pantas disandang, karena dengan penghasilan yg pas-pasan dan fasilitas seadanya mereka bisa menjadikan anak didiknya menjadi orang-orang yang berguna.

Tapi itu dulu ..... dulu sekali

Nah Sekarang, bagaimana dengan sosok guru yang kita lihat saat ini...?, pernahkah kita melihat guru guru kita sekarang belajar malam hari..? atau sibuk menulis soal-soal yang diujikan pada muridnya esok hari ..? (mungkin ada 1 atau 2 orang ya..?)

Sepertinya hal-hal "baik" yang dilakukan para guru dijaman "baheula' itu susah sekali kita temukan pada sosok guru di jaman ini, bahkan yg lebih menyedihkan lagi, saat ini banyak sekali murid yang lebih "pinter" dari gurunya. Bagaimana tidak, disaat sang guru sibuk dengan "bisnis" sampingannya, sang murid malah masih harus meneruskan pejarannya di tempat-tempat bimbingan belajarnya masing-masing sepulang jam-jam pelajaran sekolah.

Dari sini saja kita sudah bisa melihat, bahwa  tingkat kepercayaan para orang tua terhadap kualitas pengajaran di sekolah tempat anaknya belajar saat ini begitu rendah.

Belum lagi dengan metode pengajaran yg kita lihat saat ini, coba lihat buku-buku pelajaran anak-anak kita. Saya pernah membaca buku-buku pelajaran anak saya yang masih SMP ada beberapa soal(pertanyaan) di buku itu yang tidak ada penjelasannya sama sekali di buku, hingga  "si Anak" harus buka internet dulu untuk mencari jawaban soal-soal tersebut.

Lucunya lagi, pernah suatu saat anak saya diberi tugas untuk mencari soal-soal di internet untuk dikumpulkan, bukan anak saya saja, tapi setiap anak diberi tugas untuk mencari soal-soal untuk di kumpulkan pada guru pengajar untuk menjadi bahan ujian.

Saya jadi berpikir.... trus tugas guru sekarang ini apa ya...? apa cuma menunggu muridnya belajar sendiri di kelas, sementara sang murid harus berusaha mencari soal dan jawabannya sendiri di rumah atau di tempat bimbingan belajar.

Ah .... hal sepeti inilah yang membuat lagu Hymne Guru tak lagi mampu membuat anak-anak terharu saat menyanyikannya, sementara sang orang tua jadi was-was saat menerima undangan dari sekolah, karena ujung-ujungnya pasti "sumbangan Insidentil" .... hehehe.

Tapi bagaimanapun juga kami sebagai orang tua masih berharap suatu saat, kami masih bisa melihat lagi Sosok-sosok guru yang benar-benar "Guru" .... diGUgu dan ditiRU , meskipun tidak harus seperti lagu Oemar Bakri nya Iwan Fals, karena susah sekali saat ini menemukan guru yang mau bersusah payah "Ngontel" sepeda kesekolah..... hehehe.

Sekali lagi saya ucapkan Selamat Hari Guru

Terpujilah wahai engkau ibu bapak guru

Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku

Semua baktimu akan kuukir di dalam hatiku

Sebagai prasasti terima kasihku tuk pengabdianmu

 

Engkau sebagai pelita dalam kegelapan

Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan

Engkau patriot pahlawan bangsa

Tanpa tanda jasa (*insan cendikia)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun