Mohon tunggu...
Agus Satriadi
Agus Satriadi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

seorang santri dan sekaligus pemerhati masalah sosial di banten

Selanjutnya

Tutup

Politik

Politik Ekonomi Islam dalam Mengatasi Krisis Dunia

26 Februari 2011   07:44 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:15 2330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

An-Nabhaniy (1990) mengatakan, kepemilikan adalah izin As-Syari' (Allah SWT) untuk memanfaatkan zat (benda) tertentu. Oleh karena itu, kepemilikan tersebut hanya ditentukan berdasarkan ketetapan dari As-Syari' (Allah SWT) terhadap zat tersebut, serta sebab-sebab pemilikannya. Jika demikian, maka pemilikan atas suatu zat tertentu, tentu bukan semata berasal dari zat itu sendiri, ataupun dan karakter dasarnya yang memberikan manfaat atau tidak. Akan tetapi kepemilikan tersebut berasal dari adanya izin yang diberikan Allah SWT untuk memiliki zat tersebut, sehingga melahirkan akibatnya, yaitu adanya pemilikan atas zat tersebut menjadi sah menurut hukum Islam. Minuman keras dan babi, misalnya, dalam pandangan ekonomi kapitalis memang boleh dimiliki, karena zat bendanya memberikan manfaat-manfaat. Tetapi menurut Islam, minuman keras dan babi tidak boleh dimiliki, karena Allah SWT tidak memberikan izin kepada manusia untuk memilikinya.

Makna Kepemilikan

Kepemilikan (property), dari segi kepemilikan itu sendiri, pada hakikatnya merupakan milik Allah SWT, dimana Allah SWT adalah Pemilik kepemilikan tersebut sekaligus juga Allahlah sebagai Dzat Yang memiliki kekayaan. Dalam hal ini Allah SWT berfirman :

'Dan berikanlah kepada mereka, harta (milik) Allah yang telah Dia berikan kepada kalian.' (QS. An-Nuur : 33)

Oleh karena itu, harta kekayaan itu adalah milik Allah semata. Kemudian Allah SWT telah menyerahkan harta kekayaan kepada manusia untuk diatur dan dibagikan kepada mereka. Karena itulah maka sebenarnya manusia telah diberi hak untuk memiliki dan menguasai harta tersebut. Sebagaimana firman-Nya :

'Dan nafkahkanlah apa saja. yang kalian telah dijadikan (oleh Allah) berkuasa terhadapnya. '(QS. Al-Hadid : 7)

'Dan (Allah) membanyakkan harta dan anak-anakmu.' (QS. Nuh : 12)

Dari sinilah kita temukan, bahwa ketika Allah SWT menjelaskan tentang status asal kepemilikan harta kekayaan tersebut, Allah SWT menyandarkan kepada diri-Nya, dimana Allah SWT menyatakan 'Maalillah' (harta kekayaan milik Allah). Sementara ketika Allah SWT menjelaskan tentang perubahan kepemilikan kepada manusia, maka Allah menyandarkan kepemilikan tersebut kepada manusia. Dimana Allah SWT menyatakan dengan firman-Nya :

'Maka berikanlah kepada mereka harta-hartanya. '(QS. An-Nisaa' : 6)

'Ambillah dari harta-harta mereka. '(QS. Al-Baqarah : 279)

'Dan harta-harta yang kalian usahakan.' (QS. At-Taubah : 24)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun