Korea Utara adalah sebuah negara yang berada di Asia Timur dan berbatasan langsung dengan Korea Selatan. Korea Utara penuh keunikan karena membatasi diri dari dunia luar sehingga mendapat sebutan The Hermit Kingdom (Schorn, 2006). Negara ini mengalami berbagai masalah ekonomi sejak runtuhnya kekuatan besar Uni Soviet pada dekade 90-an, sehingga Korea Utara mengalami kekurangan pendapatan negara yang berakibat pada kekurangan pangan, kelaparan, kematian, dan masalah lainnya. Dalam situasi yang sulit tersebut, pemerintah Korea Utara hanya mengandalkan ideologi 'Juche' (Kemandirian) untuk dapat membangun diri sendiri dengan jalan lain yakni memproduksi senjata nuklir.
Menurut Hsieh dan Hu (2007), keinginan untuk bisa mendapatkan senjata nuklir dibuktikan dengan maraknya Wacana Korea Utara pada Tahun 1980 mengenai pembangunan reaktor nuklir di Yongbyon. Reaktor nuklir ini diyakini mempunyai kemampuan besar dalam membuat senjata nuklir. Hal ini membuat negara-negara di sekitar seperti Korea Selatan, Jepang, China, dan tentunya Amerika Serikat menjadi resah dan waspada. Hingga di Tahun 1994, terjadi kesepakatan antara Amerika Serikat dan Korea Utara untuk menghentikan pembangunan reaktor nuklir. Perjanjian ini dikenal dengan nama '1994 Agreed Framework'. Sebagai ganti dari penutupan reaktor nuklir ini, Amerika Serikat 500 ribu ton minyak per tahun untuk Korea Utara. Namun kesepatan tersebut tidak terjalin lama, di Tahun 2002 Korea Utara telah mengakui secara sembunyi-sembunyi kembali mengembangkan program senjata nuklir. (Setiawan et al. 2021)
Pembentukan IAEA
Semakin banyaknya negara yang ikut mengembangkan senjata nuklir, menimbulkan kecemasan dunia Internasional terkait dampak yang nantinya ditimbulkan dari senjata nuklir tersebut. Presiden Amerika Serikat saat itu Dwight D. Eisenhower memberikan pendapatnya di Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa. Dalam pendapat Eisenhower lahir sebuah gagasan yakni 'Atom for Peace'. Gagasan inilah yang kemudian melatarbelakangi pembentukan International Atomic Energy Agency (IAEA) pada Tahun 1957. (Fisher, 1997). IAEA berada di bawah naungan PBB (Perserikatan Bangsa-bangsa) untuk mempromosikan penggunaan energi nuklir dengan damai dan melindungi pasokan bahan pembuatan nuklir. Namun karena IAEA dinilai kurang efektif dalam mencegah penyebaran senjata nuklir (Proliferasi), pada tanggal 12 Juni 1968 dibuatlah perjanjian multilateral dengan gagasan baru yaitu 'Nuclear Non-Proliferation Treaty' (NPT) dengan tujuan mencegah penyebaran senjata nuklir, mendorong pengembangan senjata nuklir untuk perdamaian, dan melucuti kepemilikan senjata nuklir secara menyeluruh (Adiwardoyo, et al. 2003).
      Â
Korea Utara sebenarnya telah menandatangani perjanjian pengawasan dengan IAEA pada Tahun 1977 atas kepemilikan fasilitas penelitian energi nuklir miliknya. Hingga di tanggal 13 Juni 1994, Korea Utara menarik keanggotaannya dari IAEA. Tetapi ini tak membuat IAEA berhenti melakukan pengawasan pada Korea Utara, sebab perjanjian sebelumnya tetap mengikat atas perintah Dewan Keamanan PBB.
      Â
Tanggal 4-5 Juli 2006, untuk pertama kalinya Korea Utara melakukan uji coba peluncuran rudal balistik jarak jauh. Ini membuat Jepang memberikan sanksi kepada Korea Utara berupa Embargo dalam bidang politik dan ekonomi. Berdasarkan data dari Center for Strategic and International Studies (CSIS)Â Missile Defense Project, dalam rentang Tahun 1984 hingga Tahun 2023 Korea Utara telah melakukan 142 kali uji coba peluncuran rudal balistik. Total yang diluncurkan sebanyak 272 rudal. (Missile Defence Project 2023).
Dari seluruh uji coba tersebut, beberapa rudal telah jatuh di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Jepang. Meski Pemerintah Jepang tidak melaporkan adanya kerugian atas jatuhnya rudal tersebut dalam bidang kelautan ataupun penerbangan. Namun peluncuran tersebut dapat menjadi ancaman serius untuk ekonomi perikanan Jepang dan pencemaran air laut serta ekosistem di bawah ZEE. Ini tentunya juga mengancam secara politik sebab Korea Utara telah menunjukkan kemampuannya dalam menyerang Jepang secara militer. Maka pengembangan senjata nuklir di Korea Utara telah merusak perdamaian dengan negara lain bahkan bisa berimbas pada seluruh dunia. (Paramitha and Puspoayu, n.d.)
Â
Dua Sisi Penggunaan Energi Nuklir