*Nama dalam cerita ini seluruhnya disamarkan
Dalam tiga hari terakhir ini, aku dan anggota keluargaku sering mendapat gangguan gaib. Hal itu terjadi setelah kematian tetangga kami, namanya Mbah Darmi. Beliau berumur cukup tua dan tidak ada yang mau merawatnya saat sakit. Jadi ibuku berinisiatif untuk merawat beliau, namun tetap tinggal terpisah. Tidak bersama Mbah Darmi.
Kematian Mbah Darmi juga cukup mengejutkan. Sehari sebelumnya beliau masih segar bugar, meskipun sudah tidak mau makan. Keesokannya beliau sudah mengembuskan napas terakhir, dengan tulang berselimut kulit yang sudah keriput. Seolah semua kulit kencang dan tubuh segarnya telah sirna. Pemakaman berlangsung menjelang magrib dan membuatku merasa merinding. Kondisi tubuhku juga kurang fits dan makan tidak teratur, jadi aku langsung sakit.
Dua hari setelah itu, suasana menjadi sangat mencekam. Saat ibu sedang kusyuknya salat isya, dengan suasana yang sepi. Tiba-tiba ada suara erangan dari arah rumah Mbah Darmi, sontak ibuku terkejut bukan main. Walau begitu ia tetap melanjutkan salatnya. Lalu membaca doa semampunya.
Tidak hanya ibu yang diganggu, aku juga merasakan hal yang sama. Saat itu malam jumat, aku sedang membaca tahlil. Suara ketukan di kursi sayup-sayup terdengar, makin lama suaranya cukup jelas. Aku menghentikan bacaanku, mencoba mendengarkan sekitar. Memang benar, gangguan itu seperti tidak ada habisnya. Aku memutuskan membaca tahlil cukup keras, terakhir kututup dengan mendoakan Almarhumah Mbah Darmi.
Saat pagi memang tak ada gangguan yang terjadi. Tetapi saat malam tiba, gangguan itu kembali hadir. Suara rintihan membuat kami cukup takut. Bahkan tanpa ada angin, tiba-tiba sudut rumah Mbah Darmi ada yang menggedor. Aku dan ibuku memeriksa sekitar, tidak ada siapapun di sana.
"Ram, kapan iki kabeh musnah?" (Ram, kapan semua ini musnah?)
"Ibuk kudhu sabar lan yakin Allah nulung kito, jin ra bakal iso ngelawan manungso!" (Ibu harus sabar dan yakin Allah menolong kita, jin tidak akan bisa melawan manusia!)
Satu kejadian yang sampai kini kuingat. Aku bermimpi bertemu Mbah Darmi, dengan wajah penuh luka yang amat mengerikan. Beliau mencoba menakutiku. "Kate nandi kowe Nak?" (Mau ke mana kamu, Nak?)
Aku melafalkan takbir cukup keras, lalu terbangun dari tidurku dengan napas terengah. Gangguan itu rupanya tidak hanya secara sadar, tetapi juga melalui alam bawah sadar.
Aku menyiram sekitar rumah Mbah Darmi dengan air dan kembang seadanya (pacar air yang ibuku tanam di halaman). Sambil membacakan doa agar arwah beliau tenang di alam sana. Kami bahkan mengunjungi kembali makamnya (Nyekar), berharap semua gangguan yang kami alami segera hilang. Benar saja, beberapa hari setelah itu semuanya membaik. Gangguan itu sudah tidak terjadi lagi.