Sedikit saja...
Izinkan aku bercerita, mungkin sedikit membosankan tapi aku percaya kamu juga mengalaminya.
Saat di mana kamu sedang sendiri, tidak ada orang. Kemungkinan besar kamu akan mematikan lampu dan mengunci pintu. Seraya mengintip sedikit di jendela dan berkata "apakah ada orang?"
Ternyata jawabannya "iya". Dia sedang membaca tulisan ini. (Hehehe)
Tadi malam rasanya badanku seperti ditumbuk dengan batu, sakitnya minta ampun. Lelah memutar sepeda keliling kota makassar setelah mengikuti acara tausiah. Kebetulan saat itu saya di panggil untuk membacakan ayat suci Alqur'an (Alhamdulillah).
Pada akhirnya tumbang di halte pinggir jalan kota. Nyamaannn, nyamaann, nyamaaannn, tapi sebenarnya ini bukan zona nyaman. Tidur tak beralaskan kasur, tiang halte pun jadi bantal empuk bagi kepala yang tak berdosa ini. (Hehehe)
Beberapa teman mahasiswa baru, mahasiswa setengah baru, dan mahasiswa tua sekalipun setelah saya ajak diskusi tentang zona nyaman, selalu dijuruskan pada hal yang identik dengan hura-hura dan pesta kids zaman now. Tapi....
Kalau mau jujur saat ini saya sedang berada pada zona nyaman. Nyaman ketika memutar sepeda demi mendapatkan ilmu, nyaman tidak mandi walaupun keringatnya (berbau), lebih parah lagi merasakan kenyamanan saat sedang berbaring di halte pinggir jalan ini.Â
Zona nyaman bukan berarti berada dirumah, maupun kos-kosan saja. Bahkan saat ini saya sedang menulis, dimana posisi saya sedang berada pada zona nyaman. Stigma bahwa "keluar dari zona nyaman itu sedikit membuat otak saya miring" (Hehehe)
Sudah! Lupakan saja, anggaplah saya sedang menantang anda untuk berpikir (ciieeee).
Tibalah cerita saya, sesuatu yang unik kedengarannya tapi menyakitkan hasilnya.
Tadi saya berada di salah satu toko di kota makassar, disela saya mencari barang belanjaan, saya mendengar sedikit suara bisik-bisik. Dalam hati berkata "Kedengarannya ini suara manusia!, tapi kok tidak nampak ya."
Setelah saya pindahkan barang di depan mata, ternyata betul. Ada orang.!!!
Dua perempuan yang sedang bercerita sambil mengatur-atur barang di toko itu. Pura-pura tidak tau saya memasang baik-baik telinga. Sekedar ingin tau pembahasan menarik itu,
Tiba pada satu kata yang membuat saya tersentak "lelaki itu jahat". Haaahhh ??? dalam benakku berkata. "lelaki, apa termasuk aku?."
Sepertinya saya sedang serius memikirkan ini! Saya ingin menyampaikan bahwa lelaki itu bukan penjahat. Tapi rasanya berat... Melihat situasi kedua perempuan itu yang begitu menggebu-gebu, ibaratkan pisau bening yang tak terlihat.
Tiba pada sesi yang menegangkan, datang si bos toko (kebetulan seorang lelaki) Hmmmm, sedikit curiga aku sudah membayangkan sikap kedua perempuan ini. Seketika salah satu perempuan itu berkata, "selamat pagi bos, terimakasih atas bantuannya kemarin. Sangat bermanfaat untuk keluarga saya."
Kecurigaan semakin nampak. Di sisi lain bos ini adalah lelaki, tapi kedengarannya kedua perempuan itu tadi sedang membicarakan kejahatan lelaki.
Hmmmm, siapakah lelaki itu?
"mata tak bertuan, mengapa indah di pandang?
Karismamu tak pernah usang walau waktu menggerogoti setiap saat berlalu.
Apakah boleh jenggot tumbuh di pelupuk mata?
Toh, tak cukup dibawah dagu untukmu percaya.
Tidak!!!
Tidak usah kau percaya, aku tak butuh itu.
Kenapa?
Karna matamu tak mampu memandang saat tak setia."
(Puisi:Agussalim p)
Â
Semoga sepenggalan puisi ini mampu menghadirkan "aku" dalam imajinasimu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H