Ketika Allah memerintahkan kepada orang-orang beriman untuk bertakwa kepada Allah, Ia tidak hanya mengatakan: "Bertaqwalah" akan tetapi diikuti dengan ta'kid (penguatan) dengan ungkapan: "haqqa tuqaatih" yang artinya: "dengan sebenar-benar takwa." Artinya, ketakwaan yang kita lakukan hendaklah benar-benar dalam tingkat yang maksimal dan sesuai dengan kehendak Allah ta'ala. Sehingga, bisa jadi seseorang sudah merasa bertakwa, akan tetapi pada dasarnya, ketakwaaanya belum maksimal atau belum sesuai dengan yang diinginkan Allah.
Jadi, apa yang dimaksud dengan "Sebenar-benar takwa" seperti yang disebut dalam ayat diatas? Sahabat Ibnu Mas'ud menjelaskannya dengan mengatakan:
"Yaitu agar selalu taat kepada Allah dan tidak bermaksiat kepada-Nya, senantiasa ingat kepada Allah dan tidak melupakan-Nya dan senantiasa bersyukur kepada-Nya tidak mengkufuri-Nya." (Hr. Ibn Abi Hatim dalam tafsirnya)
Sedangkan yang dimaksud  dengan: "Dan jangan sekali-kali engkau mati kecuali sebagai seorang muslim" Ibnu Katsir menjelaskannya dengan mengatakan: "Jagalah selalu ke-Islaman kalian ketika dalam kondisi sehat dan aman agar kalian mati dalam keadaan Islam. Sesorang dianggap mulia karena memang selalu melakukan kemuliaan. Orang yang selalu hidup dengan keadaan tertentu maka iapun akan mati dalam keadaan tersebut. Dan setiap orang akan dibangkitkan di hari akhirat sesuai keadaan dia ketika meninggal."
Pertanyaannya adalah bagaimana caranya agar kita bisa memenuhi perintah Allah untuk bertakwa dengan sebenar-benar takwa dengan kriteria tersebut diatas dan bisa mati dalam keadaan Islam? Sebetulnya, ketika seseorang telah beriman dan hidup dalam keimanan tersebut, maka ia mempunyai peluang yang besar untuk memenuhi tuntutan tersebut. Adalah sesuatu yang tidak mungkin bagi seorang yang tidak beriman atau keluar dari keimanan semasa hidupnya untuk mati dalam keadaan beriman. Namun demikian, faktanya tidak setiap orang yang beriman bisa memenuhi tuntutan untuk mati dalam kondisi iman. Alquran menyebutkan fenomena tersebut dalam surat al-Hadid ayat 16:
"Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka untuk mengingat Allah dan mengingat kebenaran yang telah turun (kepada mereka)? Dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan al-Kitab kepada mereka, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik." (Q.s. al Hadid: 16)
Kita bisa ambil pelajaran dari ayat ini bahwa ada orang yang beriman tapi fasiq. Sebabnya adalah karena hati mereka keras yang disebabkan karena hidup dalam rentang waktu yang lama pada situasi dan lingkungan yang tidak kondusif. Maka waktu yang panjang tersebut membuat mereka jauh dari Allah. Artinya, hidup dalam lingkungan yang tidak baik bisa menurunkan kadar iman seseorang bahkan bisa menjadi orang fasiq yang banyak maksiatnya. Oleh karena itu, agar iman dan ketakwaan kita kepada Allah tetap terjaga, kita perlu senantiasa bersama dengan orang-orang shalih dalam semua lingkungan keseharian kita, baik dalam keluarga, bekerja, berbisnis, belajar, mengajar, bermasyarakat bahkan berpolitik. Kita sering melihat orang-orang yang sebelumnya baik, tetapi tiba-tiba berubah menjadi tidak baik karena mereka hidup dan beraktifitas di lingkungan yang tidak baik.
Allah subhanahu wata'ala  memberi bimbingan kepada kita agar selalu bersama dengan:
Yang pertama; orang-orang yang benar/jujur. Allah berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar." (Q.s. At-taubah: 119)
Yang kedua; para ulama dan Da'i. Firman Allah:
"Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas."
 (Q.s. Al-Kahfi: 28)
Yang ketiga; bergaul dengan orang-orang yang mau saling memberi nasihat. Sahabat Rasul dimana mereka adalah generasi terbaik umat Islam dan mereka masih hidup bersama Rasul, mereka selalu mengajak sahabat yang lain untuk menghadiri pertemuan diantara mereka dalam rangka menjaga dan memperkuat Iman. Mari kita simak beberapa atsar berikut ini:
Mu'adz bin Jabal mengajak sahabat yang lain untuk duduk mengingat Allah dengan mengatakan:
"Mari kita duduk bersama sesaat (memberikan perhatian) iman kita."
(H.r. Ibn Abi Syaibah)
Ungkapan ini dikuatkan oleh Sahabat Ibnu Rawaahah  yang disampaikan kepada sabahat Abu ad-Darda':
"Mari kita merenungkan  iman kita sejenak, karena sesungguhnya hati manusia lebih cepat berubah melebihi menggelegarnya air di dalam panci ketika mendidih."
(H.r. Ibn Baththah)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam juga bersabda:
"Seseorang akan (terpengaruh) dengan agama teman dekatnya maka hendaklah seseorang diantara kalian memilih siapa yang menjadi teman dekatnya."
(H.r. Abu Dawud)
Diantara kunci penentu jalan agar keimanan seseorang agar selalu dalam kondis baik adalah dengan berteman dengan orang-orang yang baik yang menunjukkannya menuju jalan Allah, membantu membersihkan diri dari dosa dan mau memberi nasehat serta mengingatkannya.
Syaikh Abdul Qadir Aljilany berkata: "Bersamalah dengan seorang syaikh yang banyak tahu tentang hukum-hukum dan ilmu tentang Allah, maka ia akan menunjukkanmu kepada jalan Allah... Orang yang tidak berteman dengan ulama yang mengamalkan ilmunya bagaikan hidup dibawah tanah; tidak ada yang memberi petunjuk, bagai anak tanpa ibu. Bersamalah dengan orang yang selalu dekat dengan Allah, bergaullah dengan orang yang senantiasa ingat kepada Allah, maka hatimu akan hidup. Sedangkan bergaul bersama orang-orang yang lalai dari Allah akan mematikan hatimu."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H