iklim, penerbangan berkontribusi sekitar tiga persen dari konsentrasi gas rumah kaca pemicu pemanasan global. Di atmosfer, gas buang mesin pesawat terbang biasanya terdiri dari gas karbondioksida, uap air serta nitrogen oksida. Hasil penelitian diungkapkan dari Institut Transportasi dan Logistik Trisakti.Â
Menurut kalkulasi para ahliPenelitian yang dimuat dalam Jurnal Manajemen Transportasi dan Logistik ini menyatakan industri penerbangan global (termasuk domestik dan internasional, baik penumpang dan kargo) diperkirakan berkontribusi terhadap perubahan iklim sebesar 1,9% emisi gas rumah kaca (yang mencakup semua gas rumah kaca) dan 2,5% emisi karbondioksida.
Laporan The International Council on Clean Transportation (ICCT), Amerika Serikat menunjukkan negara penyumbang emisi karbon terbesar dari angkutan penumpang berdasarkan keberangkatan pada 2019 adalah Amerika Serikat, disusul Tiongkok dan Inggris Raya, Jepang, Jerman, Emirat Arab, India, Perancis, Spanyol, dan Australia. Kesepuluh negara penyumbang emisi tertinggi tersebut secara keseluruhan bertanggung jawab atas hampir 60% dari emisi karbondioksida.
Sumber dari emisi kegiatan operasional industri penerbangan bukan hanya dari pengoperasian pesawat terbang, namun juga sumber lain yang terjadi ketika pesawat masih berada di bandara seperti dari kendaraan khusus yang membantu kegiatan operasional pesawat di bandara. Sehingga mitigasi emisi pada industri penerbangan tidak cukup saat pesawat ketika berada di udara, namun operasi darat di bandara juga butuh mitigasi yang efektif karena berdampak signifikan pada kontribusi emisi.
Sebuah penelitian di Inggris yang dimuat dalam jurnal Nature Climate Change berargumen bahwa pemanasan global di berbagai belahan dunia memengaruhi sistem cuaca dan meningkatkan turbulensi udara di jalur penerbangan.Â
Paul williams, seorang peneliti dari Universitas Reading di Inggris menemukan bahwa turbulensi udara tak hanya menunda pelayanan air minum untuk penumpang di udara, tapi juga melukai ratusan penumpang dan kru penerbangan. Â Juga penundaan penerbangan dan kerusakan pesawat setiap tahunnya. Total kerugiannya menembus angka 100 juta pounds. Lebih lanjut diprediksi bahwa frekuensi turbulensi udara dalam penerbangan di Eropa dan Amerika akan meningkat dua kali lipat pada tahun 2050 dan intensitasnya juga meningkat sebesar 10 hingga 40%.
Kondisi ekonomi saat ini telah mempengaruhi penerbangan global. Sebelum pandemi Covid 19 melanda, Organisasi penerbangan sipil internasional (ICAO) melaporkan bahwa pada Januari 2018 lebih dari 50% dari total 1,4 miliar wisatawan dunia telah melakukan perjalanan melintasi perbatasan internasional menggunakan jasa transportasi udara.Â
Lalu 90 persen transaksi bisnis lintas batas seperti ritel online diangkut melalui kargo udara. Pertumbuhan kargo sektor internasional dan domestik juga terus mengalami pertumbuhan sejak 2010 meskipun tidak sebesar pertumbahan penumpang. Namun di akhir tahun 2019 terjadi pandemi Covid yang melanda Tiongkok dan kemudian menyebar ke seluruh dunia yang menyebabkan penurunan lalu lintas udara global. Penerbangan kargo dan juga penerbangan penumpang diperkirakan akan terus meningkat apabila tidak terjadi pandemi Covid-19 di akhir tahun 2019 lalu.
Industri penerbangan global yang tumbuh di masa depan menghadapi tantangan berat terkait industri berkelanjutan dan isu lingkungan. Pesawat terbang modern yang lebih besar dan lebih hemat bahan bakar, akan memberikan sumbangan berarti bagi penurunan emisi. Untuk jangka pendek, penggunaan pesawat komersial modern bisa menjadi alternatif dalam mengurangi emisi, karena ruang lingkup peningkatan efisiensi mesin pesawat modern telah dilengkapi teknologi yang lebih baik.Â
Para ahli berpendapat bahwa pengurangan emisi karbondioksida dari sektor penerbangan bisa dilakukan dengan meningkatkan teknologi yang berkaitan dengan kinerja efisiensi bahan bakar pesawat. Selanjutnya meningkatkan efisiensi kegiatan operasional, termasuk dampak operasional maskapai (misal mengurangi berat badan pesawat dengan menghilangkan peralatan yang tidak perlu).Â
Lalu dengan optimalisasi fungsi kontrol lalu lintas udara dengan mengurangi penundaan. Berikutnya menggunakan bahan bakar alternatif dengan kandungan emisi karbondioksida yang lebih rendah daripada bahan bakar jet tradisional. Alternatif terakhir adalah perdagangan karbon (insentif berbasis pasar) yang digunakan sebagai mekanisme menaikkan harga bahan bakar dan mengurangi permintaan.