Yang terhormat Mas Menteri Pendidikan, Anies Baswedan.
Pertama, kami sampaikan selamat atas penunjukkan Mas Menteri Anies sebagai Menteri Pendidikan Kabinet Kerja. Teriring harapan semoga pendidikan di Indonesia makin manusiawi.
Kedua, menjelang hari guru bulan ini kami membaca di media, bahwa Mas Menteri akan meluncurkan program 'Hormati Gurumu'. Selaku guru, tentu saja kami senang. Namun juga khawatir, ketika salah satu turunan program 'Hormati Gurumu' adalah berupa pemberian fasilitas diskon di toko buku tertentu dan sejenisnya. Pemberian fasilitas diskon dan sejenisnya ini dikhawatirkan akan makin menimbulkan kecemburuan kepada kami para guru. Sungguh hal tersebut membuat kami jengah.
Kami para guru akan lebih senang bila program 'Hormati Gurumu' berupa program yang bisa menjamin agar pelayanan birokrasi kepada guru dan juga sekolah bisa jelas alurnya, lancar, tepat waktu, dan tanpa pungutan ini itu yang tidak perlu. Apalagi bila program itu bisa mendorong para guru untuk lebih profesional sebagaimana tuntutan masyarakat. Kami para guru membutuhkan pendampingan, misalnya dalam menerapkan kurikulum 2013.
Mas Menteri yang terhormat, bukannya kami menolak diskon-diskon itu. Tunjangan sertifikasi yang kami terima tiap triwulan itu sudah lebih dari cukup. Dengan tunjangan itu kami sudah bisa melunasi hutang, kamipun tak perlu lagi 'mneyekolahkan SK' ke bank saat harus membayar uang kuliah anak, membeli laptop, juga sudah bisa berlangganan internet, berlangganan koran/majalah, bahkan sebagian dari kami ada yang berani mencicil kendaraan roda empat.Walaupun tak menutup mata ada juga yang menggunakannya untuk hal-hal yang tidak semestinya.
Kami sadar, adanya tunjangan sertifikasi bagi guru membuat tuntutan masyarakat terhadap kinerja guru juga meningkat. Sesuatu yang lumrah sebenarnya, tapi tentu saja semua tidak bisa tiba-tiba. Perlu waktu, perlu proses untuk mencapai peningkatan itu. Tahukah Mas Menteri, salah satu hal yang menggembirakan (barangkali karena ada tunjangan sertifikasi bagi giru) adalah ketika murid-murid kami dengan prestasi tertinggi ada yang mendaftar ke 'sekolah guru'. Hal yang selama puluhan tahun tidak pernah kami jumpai! Kami berharap ketika dia lulus sekolah guru kelak, dia akan menjadi guru muda yang pintar, dan profesional menggantikan kami.
Kami sangat sepakat, dengan apa yang disampaikan Mas Menteri, bahwa perbaikan pendidikan harus dimulai dari perbaikan kualitas guru. Ibarat kata iklan : apapun kurikulumnya, kuncinya guru juga. Dengan sarana yang terbatas sekalipun, guru yang berkualitas akan mampu mendidik dan mengajar dengan baik.
Sehubungan dengan rencana Mas Menteri untuk meningkatkan kualitas para guru, mohon diperhatikan beberapa hal, misalnya :
(1) Rekrutment calon guru. Sebagaimana yang saya ceritakan diatas, lulusan-lulusan terbaik sekolah menengah harus didorong agar tumbuh kesadarannya untuk mau menjadi guru, dengan mendaftar di lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK atau sekolah guru). Sebab tak bisa dipungkiri bahwa sebagian (besar) guru angkatan lalu menjadi guru karena 'terpaksa', setelah tidak diterima di perguruan tinggi lain.
(2) Sekolah Guru. Calon guru yang berkualitas, tentu harus dibarengi pendidikan guru yang juga berkualitas. Kementerian pendidikan harus memastikan sekolah-sekolah guru di semua daerah bukanlah sekolah guru abal-abal. Dosen dan sarana di sekolah guru harus dipastikan mutunya. Bila perlu ada sekolah guru 'seperti akademi militer' atau IPDN di tiap propinsi.
(3) Gaji Guru. Sebagian guru memang telah beroleh tunjangan sertifikasi, namun sebagian lagi belum berkesempatan mendapatkannya. Hal ini harus menjadi perhatian pemerintah, sebab tidak ada profesi yang bisa optimal bila mereka masih 'kelaparan'.