Menaklukkan Waktu
Cerpen Agus Pribadi
Dia adalah seorang jawara di kampungnya. Setiap pertarungan yang dia lakukan selalu dimenangkannya. Tak ada kalah dalam kamus hidupnya. Setiap lawan yang dihadapinya selalu ditaklukannya. Kini, menginjak usianya yang ke-85, ia tengah berpikir sesuatu, yang mungkin menurut orang ngayawara. Dia berpikir bagaimana cara menaklukkan waktu?
Beberapa hari ini, dia terganggu oleh pikirannya sendiri itu. Makan tak enak. Tidur tak nyenyak. Malam-malam yang dilewatinya dihabiskan untuk mencari jawab akan pertanyaan yang dibuatnya sendiri itu.
Kini dia hidup seorang diri di sebuah rumah tua di kampungnya. Istrinya telah meninggal dunia 15 tahun yang lalu. Anaknya semata wayang tinggal di kota dan jarang menjenguknya. Hari-hari yang dilaluinya ia gunakan untuk menanam beraneka tanaman di kebun belakang rumahnya, sambil menunggu orang-orang yang ingin menantangnya berduel.
Entah kapan tepatnya, dia menjadi sering bertarung. Sudah berpuluh-puluh tahun dia mengikuti pertarungan ilegal di sebuah kebun belakang rimbun pohon bambu di ujung kampung dekat rumahnya. Satu persatu orang yang menantangnya selalu ditaklukkannya. Mereka datang dari beragam perguruan beladiri. Mereka datang dari dalam dan luar negeri. Tak ada satupun yang dapat menaklukkannya.
Sejak remaja dia gemar belajar dan berlatih ilmu kesaktian dan kekebalan tubuh. Beragam perguruan bela diri ia ikuti baik yang ada di dalam maupun luar negeri. Meski usianya sudah 85 tahun, tapi tubuhnya masih tampak segar bugar. Kini dia telah menguasai ilmu jurus tanpa jurus. Saat bertarung dia seperti tak mengeluarkan jurus, namun kecepatan geraknya mendahului gerak angin.
Saat bertarung di arena ilegal, dia tak pernah menghabiskan waktu lebih dari satu menit untuk membuat lawan bertekuk lutut di hadapannya. Sebesar dan setinggi apapun lawan yang ada di hadapannya, hanya satu gerakan tubuh saja, dia mampu menumbangkan lawannya yang terjatuh dengan suara bedebam seperti suara pohon besar yang tumbang membentur tanah.
Selain bertarung di arena ilegal, dia juga seringkali bertarung dengan orang-orang yang ingin mencelakainya. Pernah suatu malam, sekitar sepuluh orang menyerang rumahnya. Dia meladeni orang-orang bertopeng sarung itu. Tak lebih dari satu menit saja, orang-orang bertopeng itu terkapar rebah di atas tanah.Â
Malam sebelum dia berpikir untuk menaklukkan waktu, ia bermimpi bertemu dengan seseorang yang mengaku sebagai waktu.
"Aku ingin menantangmu berduel malam ini!"