Mohon tunggu...
Agus Pribadi
Agus Pribadi Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Mencoba menghayati kehidupan dan menuliskannya dalam cerita-cerita sederhana. Kunjungi juga tulisan saya di http://aguspribadi1978.blogspot.com\r\n

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Bolehkah Lisal Saya Masukkan Dalam Sastra Bumi?

23 Desember 2011   03:12 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:52 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Ketika membaca tulisan Damar Juniarto berjudul “Ditulis Asal-asalan dan Meracau Bisakah Disebut Puisi?”, saya tergelitik pada Lisal akronim dari tulisan asal-asalan. Sekilas akronim tersebut seperti “main-main” dan tidak serius. Namun seperti yang juga diakui olehDamar Juniarto, Lisal Sulis Gingsul jauh dari kesan asal-asalan.

Saya lebih tertarik dengan Lisal meski Lisal juga bagian dari puisi itu sendiri. Hal ini karena Lisal, kalau tidak salah, ya memang sekedar tulisan asal-asalan. Sesuka hati penulisnya, tidak dibatasi oleh aturan tertentu. Semangat yang dibangun oleh Lisal adalah setiap orang bisa menulis puisi. Ya setiap orang tanpa terkecuali.

Lisal masuk dalam Sastra Bumi?

Ketika saya menulis tulisan berjudul “Fiksiana : Dari Sastra Langit Ke Sastra Bumi”, saya tidak menduga sebelumnya akan mendapat respon dari pembaca yang lumayan baik, juga dari admin. Semangat yang ingin saya bangun sebenarnya adalah setiap orang bisa menulis apa saja termasuk fiksi atau sastra. Ditambah era teknologi informasi seperti sekarang ini. Setiap orang bisa menikmati begitu mudahnya mempublikasikan sebuah tulisan. Ya, siapapun berpeluang menjadi penulis terkenal.

Ternyata semangat Lisal juga setali tiga uang dengan semangat sastra bumi. Jadi saya memasukan Lisal dalam bagian sastra bumi. Ini bukan sok-sokkan atau apa. Bukankah sesuatu yang baru dalam tulisan akan menyegarkan pembacanya? Bentuk-bentuk baru biasanya akan lebih menarik daripada sesuatu yang telah lama ada.

Untuk istilah lain seperti ceracau atau yang lainnya, saya belum berani membahasnya karena saya merasa belum mampu untuk sampai ke arah sana.

Dari Lisal yang kalau tidak salah akronimnya ditemukan oleh Sulis Gingsul, saya jadi lebih gamblang tentang ciri utama sastra bumi, yaitu :

1.Mudah membuatnya

Ya untuk membuat lisal sangat mudah. Tulisan asal, mudah bukan?

2.Siapapun bisa membuatnya

Poin pertama membuat siapapun bisa membuatnya.

3.Semangat untuk mengajak setiap orang untuk menulis

Dengan kemudahan dan kebersamaan setiap orang itu, maka akan membangkitkan semangat menulis bagi setiap kalangan

Di bawah ini saya kutipkan Lisal dari beberapa Kompasianer : Sulis Gingsul, Singgih Swasono, dan saya yang baru mencobanya.

Mari menulis Lisal, mari mengembangkan sastra bumi!

Salam Kompasiana!

Banyumas, 23 Desember 2011

Agus Pribadi

Puisi Sederhala

Lisal Sulis Gingsul

aku mencintai hal-hal sederhana:
bunga, kicauan burung, senyummu,
dan mimpi-mimpi kita

tak ada yang istimewa di dunia ini
bunga bermekaran kemudian layu
telur menetas kemudian burung berkicau
kau tak akan pernah kehabisan senyum
dan mimpi-mimpi selalu tersedia

aku mencintai hal-hal sederhana itu
untukmu, semoga cukuplah kutuliskan semuanya
di dalam puisi yang sederhana.

Sambel Uleg
Lisal Singgih Swasono

Ku tadi pagi, yaa…pagi itu lepas Shubuh,
ku pergi ke Pasar, bertemu cabe merah,
ku beli setengah, hatiku bungah.

ku berjalan di lorong, tengah
mencium bau trasi, mentah
minta bonus, garam setengah.

kala ku lihat, jengkol dan pete beli setengah
hidup penuh hikmah, siang ini makan penuh berkah
terbayang tadi malam, terengah-engah.

sampai rumah sapa istri, semringah
ambil pete dan jengkol, setengah
uleg cabe trasi garam, terengah-engah.

sambal uleg taruh meja, tengah
cocol jengkol, pete sambal uleg, setengah
keringat, nikmat membasah
Teringat, desah-desah……….

Purwokerto, 19 Desember 2011

Tiga Huruf
Lisal Agus Pribadi

Kaulah mentari yang menerangi siang dan malamku
Embun yang menyejukkan sepanjang hidupku
Izinkan aku merangkai tiga huruf untukmu
Mengukirnya di sanubari terdalamku

Kaulah inspirasi hidupku
Tak kan padam oleh waktu
Izinkan aku merindumu
Dalam waktu yang kian menipis

I B U
Tiga huruf paling bermakna dalam hidupku
Tiga huruf yang paling mendalam dalam benakku
Inginku berteduh diantara huruf-huruf itu

I B U
Izinkan anakmu mengeja namamu
Meski kelu lidah ini
Meski pongah diri ini

I B U
Izinkan ku bergelayut
Diantara huruf I dan B
dan diantara huruf B dan U

Di luar, rintik hujan menggigilkan waktu
Membisukan dentang dan dentingnya
Tik…tik…tik…
Tak terdengar bunyi itu

Rumah Kenangan Banyumas, 22 Desember 2011

----------------------------------------------------------------------

Inspirasi tulisan dari sini :

1.http://bahasa.kompasiana.com/2011/12/01/ditulis-asal-asalan-dan-meracau-bisakah-disebut-puisi/

2.http://media.kompasiana.com/new-media/2011/12/07/fiksiana-dari-sastra-langit-ke-sastra-bumi/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun