Mohon tunggu...
Agus Pranata
Agus Pranata Mohon Tunggu... -

Impuls terbesar saya adalah membaca dan menulis | Huruf dan kata-kata mendidik saya | Mereka harus mengabdi pada rakyat | Mengejar masyarakat yang lebih tinggi | Sosialisme Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kontradiksi Krisis Ekonomi AS & Eropa

9 Oktober 2011   08:54 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:10 583
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Badai krisis finansial yang berkecamuk di Eropa dan Amerika Serikat (AS) bakal berlangsung dalam priode yang panjang. Faktor kesenjangan redistribusi pendapatan sosial membuat sistem kapitalisme mengalami sakit yang mendalam dan sistemik. Sehingga, tidak dapat lagi teratasi oleh suntikan bailout semata.

Krisis ini lebih parah dari priode great depression ditahun 1930-an. Karenanya penyelesaian atas krisis keuangan ini akan meninggalkan solusi model welfare state eropa dan laissez faire anglo-saxon. Bahkan, jalan perang seperti dulu, tidak cukup sanggup untuk mengatasi krisis utang dan kepanikan pasar.

Kasus subprime mortgage pada awal tahun 2008 menjadi contoh (a) rapuhnya  sistem kapitalisme yang berdampak pada krisis keuangan sekarang dan (b) pada akhirnya membutuhkan intervensi negara. Interpensi salah dari Pemerintah AS yang memotong belanja domestik, justru diulang lagi oleh negara-negara Uni Eropa.

Krisis semakin sukar terpecahkan. Solusi yang diberikan menjebak keadaan ekonomi kedalam “lingkaran krisis” yang lebih panjang. Setidaknya, Eropa dan AS terjebak dalam 15 kontradiksi.

Di AS, krisis bermula dari booming sektor perumahan yang memicu harga rumah melambung tinggi. Nasabah yang telah menjamin rumahnya ke bank untuk memperoleh pinjaman utang konsumtif mengalami kesulitan membayar cicilan kredit. Nasabah yang tidak mampu melunasi kredit akhirnya membiarkan bank menyita rumah mereka. Saat itu, kontradiksi pertama muncul ketika pihak bank dihadapkan pada susutnya nilai jaminan aset dan uang tidak kembali. Sekitar 40% dari total sekuritas perumahan  yang senilai US$ 27 triliun menjadi kredit macet.

Pemerintahan Obama yang baru terpilih memangkas 1 persen PDB (Gross Domestic Product) AS dan memotong suku bunga The Fed (Federal Reserve) di bursa saham sebesar 75 poin untuk mempermudah nasabah mencicil kredit. Kebijakan ini memicu kontradiksi kedua yang membuat panik para pelaku pasar di Wall Street, sehingga perusahan Merril Lynch, JP Morgane Chase, Lehman Brothers, AIG, Citigroup, Morgan Stanley, dll, yang sudah membeli sekuritas perumahan dari bank tadi terancam koleps.

Dalam mencegah krisis yang lebih besar, Pemerintah AS mengucurkan bail out sebesar US$ 786 milliar. Dan untuk meningkatkan kembali kemampuan keuangan negara diberlakukan kenaikan pajak, penaikan suku bunga, pemangkasan dana publik dan dana pensiun, dll, yang menciptakan kontradiksi ketiga, kemiskinan dan pengangguran massal.

Dengan mengalihkan subsidi pada “dapur orang kaya”, Pemerintah AS malah menggali kontradiksi keempat, jatuhnya daya konsumsi rakyat AS yang banyak bergantung pada utang. Sejak tahun 1980an, pemerintah AS telah menghemat sekitar 10% belanja domestik yang membuat tingkat tabungan rakyat AS hanya berada dibawah 2% atau bahkan negatif, dan saat ini, utang konsumsi rakyat AS telah meningkat menjadi 98 persen dari PDB.

Pemerintahan Obama menghianati janji pemilu untuk memberikan perlindungan dan jaminan kehidupan yang layak bagi rakyat AS. Ini mendorong kontradiksi kelima, gelombang protes di 60 negara bagian AS. “We are 99 percent” menandai aksi pendudukan (Occupy) Wall Street. Mayoritas rakyat AS mengutuk lembaga Wall Street sebagai perkumpulan para “bandit ekonomi” yang merusak masa depan manusia dan ekonomi global.

Kontradiksi keenam adalah dominasi Wall Street yang menjadi pusat intrmediasi keuangan global untuk segala jenis transaksi keuangan, suku bunga, valuta asing, sekuritas, energi, dll. Ben Bernanke, Ketua Federal Reserve AS mengatakan jika salah satu bank di eropa runtuh, Wall Street terjebak dalam kesulitan besar. Ketika bank investasi Morgan Stanley anjlok setelah kehilangan dana US$ 30 miliar, investor panik dan saham Wall Street merosot rendah dalam 13 bulan terakhir.

Utang negara Yunani, Spanyol, Italy, Portugal, Irlandia, Inggris, dll, sudah terlampau besar atau mencapai 100% dari PDB dan ini sukar ditutupi. Bahkan pemerintah Jerman telah memiliki utang sebesar 65% dari PDB. Padahal utang bagi negara Uni-Eropa tidak boleh lebih dari 60% dari PDB. Inilah kontradiksi ketujuh. US$ 627 miliar dana penyelamatan dari Fasilitas Stabilitas Keuangan Eropa (EFSF) tidak cukup, habis hanya dalam waktu satu tahun, 2011.

Pinjaman EFST menghasilkan kontradiksi kedelapan. Utang negara-negara debitor tadi akan mengalami jatuh tempo dalam jangka tiga tahun. Misalnya, dana pinjaman US$ 7 miliar ke Yunani yang tidak cukup untuk menalangi krisis keuangan di negara ini, akan menjadi beban bagi zona-euro untuk saat ini dan mendatang, dan memukul langsung keuangan negara Jerman dan Prancis.

Karenanya, solusi jangka panjang yang diberikan adalah perpanjangan cicilan utang. Tetapi, solusi ini membawanya pada kontradiksi kesembilan, sistem mata uang tunggal (euro) akan terganggu atau koleps oleh pembiayaan utang negara-negara debitur yang sudah membengkak.

Resturisasi/pengurangan utang menjadi langkah yang mungkin diambil seperti langkah moratorium utang yang pernah dibuat oleh Prancis. Namun, langkah ini membawa pada kontradiksi kesepuluh, moratorium utang swasta dan publik akan membuat bank-bank di eropa terancam pailit.

“Jalan aman” bagi negara debitur eropa tersebut adalah mengikuti saran International Moneter Fund (IMF) untuk melakukan penghematan belanja domestik, privatisasi, dll. Terjadi kontradiksi kesebelas, stagnasi atau terhambatnya pertumbuhan ekonomi. IMF telah mmematok pertumbuhan ekonomi tahun 2011 hanya mencapai 0,6% dan akan terus turun menjadi 0,3% ditahun 2012.

Konsumen akan mengirit belanja pengeluaran untuk perhitungan kebutuhan jangka panjang. Sehingga, hanya sedikit dana yang kembali terserap ke perusahaan. Kontradiksi keduabelas ini memicu stagflasi ekonomi, yaitu terhentinya pertumbuhan ekonomi disertai dengan kenaikan harga-harga barang akibat lemahnya permintaan.

Perdana Menteri Italia Silvio Berlusconi yang telah menerima bantuan utang sebesar 54,2 miliar euro. Tetapi, dampak krisis terus meningingkatkan pengangguran di Italy,  untuk usia 15-24 tahun meningkat sebanyak 27.6% dari 27.5% pada bulan lalu. Hilangnya lapangan kerja adalah kontradiski ketigabelas. Direktur Jenderal ILO Juan Somavia mengatakan bahwa gejala  pengangguran di negara-negara industri dan Uni Eropa telah terjadi sejak tahun 2007.

Meski IMF dan Uni Eropa telah menghabiskan miliaran dollar untuk menutupi krisis utang, tetapi, untuk menghadapi defisit anggaran maka rakyat yang akan dibebani kenaikan pajak, pemotongan upah dan pelayanan sektor publik, dll. Ini menciptakan kontradiski keempatbelas di eropa, tumbuh ketidaksetaraan, kemiskinan, pengangguran, dll.

Jadi, ledakan demonstrasi yang menggoyang kekuasaan dan kerusuhan sosial yang populer terjadi di eropa belakangan ini merupakan kontradiksi kelimabelas. Sebagian ekonom menyebutkan, jika krisis ini tidak teratasi akan merambat ke negara eropa timur, lalu ke negara-negara berkembang.

Menutup kontradiksi keenambelas, media terkemuka di China People’s Daily Online mengulas secara baik tentang krisis kapitalisme yang semakin tidak terpecahkan, diperburuk oleh kontradiski dalam sistem demokrasi barat yang memberikan janji-janji “ultra-mahal” kesejahteraan yang tidak sesuai dengan kemampuan ekonominya.

Profesor Nouriel New York University Doom Roubini yang beraliran liberal menyatakan bahwa tanpa mengembalikan keseimbangan antara pasar dan barang-barang publik, maka cacat sistemik yang diidentifikasi oleh Karl Marx seabad yang lalu, akan terus menghambat pemulihan ekonomi.

Keseimbangan pasar dibutuhkan untuk memperkecil “permintaan agregat” dengan jalan (1) dana stimulus fiskal untuk tujuan investasi di sektor produktif (2) pemberlakukan pajak progresif (3) penghapusan beban utang rumah tangga yang bangkrut (4) penyediaan jaring pengaman sosial, dll. Namun, kebijakan penghematan pemerintah AS dan Uni-eropa, justru memperbesar “permintaan agregat” yang mengarah pada krisis permanen.

Situasi krisis ini akan menggoncang ekonomi nasional. Dengan angka kemiskinan dan pengangguran yang cukup tinggi, disertai dominasi pemanfaatan sumberdaya oleh perusahan asing/imperialisme, termasuk 90% penguasaan asing disektor modal, negara Indonesia cukup rentan terkena goncangan krisis ekonomi.

Sedangkan sebagian pihak menganggap bahwa Indonesia sulit terkena goncangan krisis AS dan Eropa oleh karena faktor (a) besarnya cadangan devisa (US$ 123 miliar) dan pertumbuhan ekonomi sebesar 65 persen. Serta (b) keuntungan dari perusahan-perusahaan di timur tengah dan eropa yang ingin merotasi modalnya di Asia Tenggara. Namun, ini hanya ilusi, sebab yang bekerja dalam ekonomi kita adalah sistem neoliberal yang menghancurkan daya produktif nasional.

Untuk menjawab krisis, Indonesia harus mewujudan ekonomi nasional yang mandiri dan bebas dari interpensi asing. Perjuangan ekonomi nasional telah diatur dalam Pasal 33 UUD 1945 yang secra konsekuen menjadi perjuangan dalam melawan ekonomi neoliberal/imperialisme yang terbukti gagal

Dalam tajuk editorial media Berdikari Online: “Tinggalkan Neoliberalisme, Kembali Ke Pasal 33 UUD 1945”, secara terang menguraikan bahwa sistem kapitalisme sudah tidak lagi memberi kita gambaran masa depan untuk menyandarkan cita-cita pada sistem yang sudah terbukti gagal.

By, Agus Pranata

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun