Mohon tunggu...
Agus Netral
Agus Netral Mohon Tunggu... Administrasi - Kemajuan berasal dari ide dan gagasan

Peneliti pada YP2SD - NTB. Menulis isu kependudukan, kemiskinan, pengangguran, pariwisata dan budaya. Menyelesaikan studi di Fak. Ekonomi, Study Pembangunan Uni. Mataram HP; 081 918 401 900 https://www.kompasiana.com/agusnetral6407

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Jabatan ASN 2 Level dan Peningkatan Investasi di Indonesia

18 Februari 2022   09:52 Diperbarui: 18 Februari 2022   10:04 1229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menurut Laporan itu Indonesia masih jauh rangkingnya dibanding negara lainnya dalam melayani calon investor. Untuk tahun 2020, Indonesia menempati rangking ke-73 dari 190 negara yang dirangking, masih berada dibawah negara Asean seperti Vietnam (70), Thailand (21), Malaysia (12), dan Singapura (2).

Akan tetapi, Laporan Ease of Doing Businesses untuk tahun 2020 merupakan tahun terakhir dipublikasikan oleh Bank Dunia, karena per September 2021, sudah resmi diumumkan tidak ada lagi Laporan sejenis mulai dari tahun 2021. Mungkin banyak kritik terhadap perangkingan itu, sehingga Bank Dunia memberhentikannya. Dihalaman web World Bank ditulis; "In September 2021, World Bank Groupmanagement decided todiscontinue theDoing Business report. However, the Doing Business website continues to be publicly available as an archive of knowledge and data".

Walaupun sasaran dari kebijakan bapak Presiden adalah layanan kepada calon investor, tetapi sepertinya disini berlaku pepatah; "Satu Makan Nangka, Semua Kena Getah", dimana bukan saja BKPM (Badan Kordinasi Penanaman Modal) Indonesia dengan BPMPTSP-nya di Daerah yang kena, tetapi semua kelembagaan tidak ada kecuali. Semua dikurangi menjadi 2 level.

Akan tetapi melihat dampak  dari penyederhanaan birokrasi itu, dimana menimbulkan pembiayaan baru pada anggaran negara, maka sepertinya bapak Presiden, kurang berkoordinasi dengan pihak Pegadaian, sehingga tidak bisa; MENGATASI MASALAH TANPA MASALAH.

Demikian pula dengan segala hormat kita kepada Bapak Presiden, sepertinya juga pengurangan struktur jabatan struktural menjad 2 level itu, sebelumnya tidak didahului dengn kajian struktur organisasi di negara lain sebagai best practice. Katakanlah seperti ke Singapura, apakah keberhasilan Singapura dalam menarik investasi ke negaranya juga karena struktur jabatan disana yang hanya 2 level.

Permasalahan investasi sebenarnya bukanlah masalah birokrasi ataupun prosedur yang berbelit-belit. Dengan pendekatan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) yang dilaksanakan selama ini di Indonesia, maka sekarang ini sudah tidak ada lagi masalah yang dihadapi oleh calon investor dalam memulai investasinya. Dalam Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 138 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Daerah, semua sudah diatur jelas. Dan selama ini pihak BKPM dan DPMPTSP di daerah sudah melakukan yang terbaik untuk mendatangkan investasi dengan menggelar karpet merah bagi calon investor.

Jadi tanpa 2 level struktur jabatan ataupun tidak, si calon investor akan tetap dilayani dengan baik. Semua sudah punya prosedur yang baku dan tetap.

Adapun masalah penting yang sedang dihadapi dalam penanaman modal adalah, lamanya atau lambatnya memulai usaha oleh si investor yang sudah memiliki izin usaha. Lamanya waktu itu bisa berpuluh-puluh tahun, si investor belum juga memulai usahanya, mereka hanya berjanji saja. Jadi disini masalah ada di pengusaha atau investor, dan bukan di birokrasi.

Pengalaman penulis sendiri yang pernah selama 5 tahun di DPMPTSP Kabupaten Lombok Timur sebagai Kasubid Promosi Investasi, memperlihatkan banyaknya investor yang tidak juga memulai usahanya setelah berpuluh-puluh tahun mendapatkan izin, yang disana disebut dengan PT AKAN. Data tahun 2017 waktu itu dari 48 jumlah perusahaan yang mendapatkan izin PMA maupun PMDN hanya 12 perusahaan yang menindaklanjuti izinnya. Selebihnya tetap bergelar PT AKAN, sampai entah kapan.

Motipnya kemungkinan spekulasi lahan, karena sebagaian besar perusahaan itu bergerak pada usaha pariwisata, dengan membeli lahan di pinggir pantai. Akibatnya pantai yang indah di Lombok Timur bagian selatan disandra oleh mereka, tidak bisa berkembang. Ada temannya yang mau beli sekedar 10 are untuk langsung bangun hotel, tapi tidak diberi, maunya 5 hektar semuanya.

Menghubungi PT AKAN untuk diberikan sosialisasi dan sebagainya sulit, alamatnya jadi tidak jelas. Berkali-kali rekan menghubungi lewat kantor pos tetapi surat balik terus tidak bisa diketemukan alamat seperti di Surat Undangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun