Untuk perlindungan dan penanganan lansia sebagaimana banyak negara lainnya, kemampuan pemerintah China masih terbatas dimana baru sekitar 3% dari jumlah lansia yang bisa dirumahkan di panti jompo (nursing home). Bahkan menurut harian Chinadaily, di Beijing ada sekitar 10 ribuan daftar tunggu yang masih ngantri, untuk bisa mendapatkan fasilitas di panti Jompo yang hanya memiliki 1.100 tempat tidur.
Besarnya proporsi jumlah lansia dari tahun ke tahun, selain karena semakin menurunnya angka kelahiran, juga disebabkan oleh umur harapan hidup di China yang terus mengalami peningkatan dimana tahun 2020 sudah mencapai 77,47 tahun, dibanding tahun 1960 yang masih 43,7 tahun.
Yang ketiga adalah semakin berkurangnya penduduk usia kerja
Jumlah penduduk usia kerja (15-59 tahun) di China menurut NBS China menurun di tahun 2020 yaitu menjadi 894 juta orang, dari 925 juta orang tahun 2011. Penurunan sekitar 5%.
Dalam jangka panjang penurunan ini menghawatirkan keberlanjutan pertumbuhan ekonomi di China, karena ancaman berkurangnya pasokan tenaga kerja.
Demikian pula semakin menurunnya jumlah tenaga kerja akan mengurangi daya dukung untuk membiayai kehidupan mereka yang sudah lansia, karena berkurangnya pembayar pajak.
Dan yang keempat, komposisi penduduk laki-laki dan perempuan yang masih timpang.
Pada tahun 2020 yang lalu data dari Biro Statistik China (NBS) jumlah penduduk laki-laki di China mencapai 723,34 juta jiwa. Sedangkan penduduk perempuan sebanyak 688,44 juta jiwa. Disini ada selisih sebesar 34,9 juta, yang merupakan kelebihan jumlah laki-laki dibanding perempuan di China. Sehingga secara alamiah jumlah itulah yang potensial tidak memiliki pasangan perempuan.
Karena itulah harga mahar atau pesuka yang ditawarkan dalam proses menuju perkawinan oleh keluarga perempuan di China sekarang ini sangat mahal. Ini juga yang membuat sulitnya para pemuda untuk bisa mendapatkan pasangan, sehingga terpaksa jomblo.
Ketimpangan dalam hal seks rasio itu, adalah akibat dari kebijakan ekstrim 1 anak per pasangan yang diberlakukan pemerintah China dengan ketat antara 1980 sampai dengan 2015, yaitu yang sudah dilaksanakan sekitar dua setengah dekade. Ketika itu secara tradisional, banyak pasangan yang menginginkan anak laki-laki, sehingga kalau ketahuan perempuan, maka dilakukan aborsi.
Reaksi keluarga di China
Bagaimana reaksi keluarga di China dengan kebijakan baru itu?
Sebuah online survey dilaksanakan tidak lama setelah dikeluarkannya kebijakan '3 anak cukup' itu yaitu oleh media milik pemerintah; Xinhua. Pada survey itu diajukan pertanyaan; Are You Ready for the three-child policy?. Jawaban yang didapatkan ternyata menunjukkan hasil yang mengejutkan.Â
Sebanyak 29.000 dari 31 responden mengatakan tidak pernah  mempertimbangkan untuk memiliki 3 anak. Kemudian hanya 1.443 yang siap dengan 3 anak, 213 responden memang sudah mengagendakannya, dan 828 orang yang masih ragu-ragu. Dan hasil poling itu, ternyata segera menghilang dari tayangan Xinhua, tidak lama setelah diposting.