Salah satu program yang sedang dilaksanakan oleh pasangan Gubernur NTB; Dr. H. Zulkieflimansyah dan Wakilnya Dr. Ir. Hj. Sitti Rohmi Djalillah dalam masa kepemimpinannya 2019-2023 adalah akan mewujudkan munculnya 1000 wirausahawan baru dari kalangan pemuda.
Utamanya dari mereka yang sedang menganggur ataupun dalam proses mencari pekerjaan, lebih khusus lagi kalangan pengangguran terdidik yaitu yang jumlahnya dari tahun ke tahun terus meningkat. Tidak ada jalan keluar yang bersifat massive dari mereka ini, selain membuat pekerjaan sendiri melalui berwirausaha.
Apalagi dengan adanya kecenderungan, dimana angka ketergantungan dari penduduk produktif terhadap penduduk non produktif di NTB yang akan terus mengalami penurunan, sehingga tambahan penduduk usia produktif itu harus dimaksimalkan pemanfaatannya. Kalau tidak bonus demografi itu hanya akan jadi tambahan beban bagi pembangunan daerah.
Untuk tingkat pengangguran di NTB, menurut data BPS NTB, jumlah penganggur terbuka sampai dengan Agustus 2019 adalah 84.516 orang, yang merupakan 3,42% dari jumah angkatan kerja. Jumlah penganggur itu tentu saja sangat besar dibanding dengan target penciptaan wirausahawan baru yang hanya 1000 orang dari pemda NTB.
Apalagi kalau ditambah dengan mereka yang dihitung sebagai setengah menganggur oleh BPS yaitu yang di NTB jumlahnya 338.100 orang. Maka jumlah penganggur dan setengah menganggur menjadi 422.616 orang, (BPS NTB, Keadaan Ketenagakerjaan NTB Agustus 2019).
Dan yang disebut sebagai setengah penganggur menurut BPS itu adalah mereka yang bekerja kurang dari 35 jam seminggu, akan tetapi berancang-ancang untuk mencari kerja di tempat lainnya, karena tidak cocok dengan penghasilan, ataupun kapasitas skill-nya. Disini guru honorer di sekolah yang gajinya 150 ribu sebulan juga termasuk dalam katagori setengah penganggur ini.
Walaupun demikian langkah awal dengan 1000 wirausaha baru itu merupakan kebijakan yang perlu dimulai, yaitu dengan terus dikembangkan pada masa-masa yang akan datang secara bertahap, dan berlanjut siapapun yang jadi pemimpin di NTB.
Dengan menjadi wirausaha baru (start up) diharapkan para penganggur akan mampu mengentaskan dirinya dari pengangguran, syukur-syukur bisa mempekerjakan rekannya yang lain dalam proses pengembangan usahanya.
Kebijakan ini menurut Gubernur bagi pemda NTB cukup strategis dalam pembangunan daerah, karena kalau berhasil diwujudkan 1000 orang pengusaha dalam masa 5 tahun kedepan, maka akan menimbulkan pengaruh besar bagi pengembangan ekonomi daerah. “Pengangguran dan kemiskinan bisa diturunkan kalau banyak anak muda NTB yang jadi pengusaha”, jelas Gubernur akhir 2019 lalu seperti dimuat di berbagai media.
Diandaikan setiap pengusaha baru yang terbentuk rata-rata mempekerjakan 2 tenaga kerja maka akan ada tambahan peluang kerja sebanyak 2000.
Lain lagi kalau si pengusaha baru itu akan diikuti atau dicontoh juga oleh yang lainnya sehingga memiliki multiplier efect yang tinggi. Sebagai konsekuensinya ekonomi daerah akan bergerak cepat dengan berbagai bidang garapan dari para pengusaha pemula itu.
Dan yang terpenting adalah bisa terbentuknya semangat baru dalam pemilihan profesi di tengah masyarakat, yang selama ini banyak yang terbelenggu oleh cita-cita sebagai PNS ataupun pekerja kantoran.
“Kalau anak-anak muda kita hanya ingin menjadi PNS saja, maka NTB yang sejahtera dan mandiri, akan sulit diwujudkan. Pemuda kita tidak bakalan maju,” ujar Gubernur Zul dalam berbagai kesempatan kunjungannya ditengah-tengah masyarakat.
Apabila kondisi seperti itu bisa diwujudkan maka tentu saja NTB Gemilang sebagai Visi Gubernur akan juga bisa terwujud pada saatnya. “Tumbuhnya semangat wirausaha dikalangan pemuda merupakan salah satu kunci dalam mewujudkan visi NTB Gemilang”, tegas Gubernur.
Sebagai tindak lanjut dari program itu dari segi kelembagaan program dikoordinir oleh Dinas Pemuda dan Olahraga NTB, dengan berkoordinasi bersama SKPD terkait. Kemudian untuk memfasilitasi dan menjembatani sekaligus sebagai lembaga pendampingan Gubernur meresmikan terbentuknya Lembaga Cipta Daya Wirausaha (LCDW).
Adapun bentuk intervensi kegiatan yang dilakukan sebagaimana yang disampaikan oleh Ibu Wagub dalam Rapat koordinasi terkait program itu adalah mengembangkan minat dan motivasi pemuda untuk mau terjun ke dunia usaha.
Mengembangkan pengetahuan dan keterampilan tata kelola usaha, produksi, pasar dan jejaring. Dan berikutnya adalah menyediakan ruang atau iklim yang kondusif dalam pengembangan usaha bagi pemula, (hariannusa.com).
Pertanyaannya adalah, mampukah pemda NTB melahirkan 1000 orang pengusaha pemula (by name by adress) dalam 5 tahun kedepan, atau rata-rata 200 orang dalam setahun? Pertanyaan ini menarik karena selama ini program pengembangan wirausaha ini sangat miskin dengan lesson learned, sehingga jangan-jangan di NTB juga hanya sebatas keinginan yang sulit diwujudkan.
Masalah dalam pengembangan wirausaha
Dalam pengembangan program wirausaha, apa yang dilakukan oleh Pemda NTB itu tentu saja bukan hal yang baru, melainkan program yang sudah sejak lama digagas dan dilaksanakan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, Perguruan Tinggi, pihak perusahaan dengan CSR-nya serta Lembaga Swadaya Masyarakat.
Hal itu karena semangat untuk melahirkan wirausahawan baru yang akan menjadi penggerak ekonomi juga sudah sejak lama ada, lalu ditindaklanjuti oleh berbagai regulasi sebagai landasan dalam pengembangannya.
Sejak zaman Presiden Soeharto di era Orde Baru sudah dikeluarkan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1995 tentang Gerakan Nasional Memasyarakatkan dan Membudayakan Kewirausahaan.
Demikian pula pada masa pak Soesilo Bambang Yudoyono menjadi Presiden, dilahirkan UU No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah serta UU No. 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan, yang didalamnya memuat ketentuan tentang pengembangan kewirausahaan. Dan pada tanggal 2 Februari 2011 presiden SBY mencanangkan Gerakan Kewirausaan nasional (GKN).
Kemudian sebagai tindak lanjut dari UU No. 20 Tahun 2008 dikeluarkan Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2013 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Dan tindak lanjut UU No. 40 Tahun 2009 dibuat Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 2011 tentang Pengembangan Kewirausahaan dan Kepeloporan Pemuda, Serta Penyediaan Prasarana dan Sarana Kepemudaan.
Lalu ada Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2013 tentang Susunan, Organisasi Personalia dan Mekanisme Kerja Lembaga Permodalan Kewirausahaan Pemuda (LPKP) dan Peraturan Presiden No. 27 Tahun 2013 tentang Pengembangan Inkubator Wirausaha.
Dan pada saat sekarang ini tahun 2020 sudah masuk dalam agenda sidang DPR pembahasan Rancangan UU tentang Kewirausahaan Nasional.
Sedangkan secara kelembagaan di Kementerian Koperasi dan UKM pada Deputi Pengembangan SDM ada Asisten Deputi Pengembangan Kewirausahaan.
Lembaga inilah yang selama ini menggerakkan para pemuda untuk diarahkan menjadi wirausahawan yaitu dengan visinya; “Mewujudkan Calon Wirausaha Baru untuk menjadi Wirausaha yang Tangguh”.
Program penumbuhan wirausaha yang dilaksanakan di Kementerian KUMKM adalah; Pemasyarakatan Kewirausahaan, Pelatihan Kewirausahaan, Pelatihan Technopreneur, Kewirausahaan Sosial, dan Fasilitasi Magang. Target per tahunnya adalah 10.000 wirausaha baru dari 2015-2019.
Sekedar contoh untuk tahun anggaran 2018 sebagaimana terungkap pada Laporan Kinerja Kementerian Koperasi dan UKM Tahun 2018 bahwa dalam rangka mendukung terwujudnya pertambahan jumlah wirausaha sebanyak 10.000 orang pertahun, upaya yang telah dilakukan Kementerian Koperasi dan UKM pada tahun 2018 adalah:
- Pemasyarakatan Kewirausahaan, capaian output sebanyak 3.000 orang;
- Pelatihan Kewirausahaan; 5.460 orang;
- Pelatihan Techopreneur; 2.425 orang;
- Kewirausahaan Sosial; 180 orang; dan
- Fasilitasi Magang untuk 500 orang.
Total capaian output dari kelima kegiatan itu adalah 11.565 orang. Akan tetapi yang diklaim bisa menjadi wirausaha pemula dari jumlah itu adalah 7.968 orang. Sehingga dari target 10.000 orang calon wirausaha baru, yang tercapai hanya 79.68%, (Laporan Kinerja Kementerian Koperasi dan UKM Tahun 2018, hal.46).
Kalau untuk peternakan ayam, dari jumlah 10.000 telur yang ditetaskan yang hidup mencapai hampir 80%, sementara mortalitasnya 20%, maka tentu angka itu termasuk mortalitas tinggi.
Tetapi kalau pembentukan pengusaha pemula, jelas merupakan sebuah prestasi melahirkan 7.968 orang pengusaha hanya dalam satu tahun. Bahkan untuk tahun anggaran 2017 dari target 10.000 orang, Kementerian Koperasi dan UKM menulis dalam laporan kinerjanya, malah mampu menciptakan 20.005 orang start up.
Walaupun dipertanyakan juga apakah begitu mendengar sosialisasi tentang kewirausahaan, langsung pesertanya dimasukkan daftar sebagai pengusaha baru.
Terlepas dari itu yang jelas selama ini, koordinasi dengan Kementerian dalam hal pengembangan wirausaha masih lemah dari pemerintah daerah. Dan inilah salah satu permasalahannya.
Sinergitas antara pemda dan Kementerian yang belum maksimal, sehingga koordinasi program dan kegiatan kewirausahaan belum berjalan seperti yang diinginkan. Padahal Kementerian KUKM adalah Leading Sektor dan Koordinator dalam hal Kewirausahaan Nasional.
Lemahnya koordinasi itu terlihat pada tindak lanjut program penumbuhan wirausaha di tingkat daerah. Hasil dari googling dengan kalimat ‘pemda 1000 wirausaha’, memperlihatkan ada beberapa daerah saja yang memiliki program pengembangan wirausaha di daerahnya.
Untuk tingkat provinsi ada Provinsi NTB dan Jawa Barat. Selebihnya adalah pemerintah kabupaten diantaranya; Ogan Ilir, Batang, Sinnjai, Flores Timur, Bekasi, Sidoarjo, Muara Enim, Sumenep, dan Kabupaten Wajo. Jadi tidak seluruh provinsi, kota dan kabupaten yang memprogramkan pengembangan wirausaha itu, paling tidak yang dilihat dari pemberitaan di media online.
Kemudian yang memiliki program pengembangan wirausaha itu juga bermacam-macam model pengembangannya, tidak ada keseragaman. Belum ada standar operasional prosedur yang bisa jadi panduan. Dari segi jumlah target wirausaha baru misalnya yang akan dibentuk ada perbedaan antar pemda dimana ada yang 1000, ada 2.000, ada 5.000 bahkan ada yang 100.000 wirausaha baru untuk Jawa Barat yaitu dalam 5 tahun capaian.
Dan untuk di daerah, keberlanjutan program juga tidak ada jaminan, karena ganti Gubernur atau Bupati, maka berganti pula kebijakan. Hal itu paling tidak terlihat di pemda Jabar. Program pencetakan 100 ribu wirausaha baru yang dilaksanakan sejak Gubernur Ahmad Heryawan, tahun 2019 pada masa gubernur Ridwan Kamil, ternyata program itu tidak terdengar lagi.
Dalam menumbuhkan semangat berwirausaha, pastinya juga dibutuhkan keterlibatan semua pihak dalam hal ini termasuk dunia pendidikan. Para penyelenggara pendidikan mulai dari usia dini hingga Perguruan Tinggi, diharapkan memberikan pengetahuan dan keterampilan wirausaha agar peserta didik mampu mandiri, menciptakan pekerjaan dan penghasilan bagi dirinya sendiri. Jangan sampai lembaga pendidikan terus diberikan sebutan oleh masyarakat sebagai pabrik penganggur, utamanya untuk SLTA dan perguruan tinggi.
Akan tetapi walaupun faktanya pengangguran terdidik terus bertambah dengan deret ukur, tetapi pemberian semangat untuk berwirausaha sepertinya tidak menjadi prioritas ataupun tidak menjadi mata pelajaran wajib bagi semua mahasiswa di setiap fakultas. Lebih-lebih lagi di tingkat SLTA, kebanyakan lulusan menjadi linglung, tidak memiliki arah, karena tidak dibekali dengan keterampilan membuat peta ataupun rencana hidup (life plan) serta keterampilan dalam membuat rencana usaha (bussiness plan). Jadi ini juga salah satu masalah, sehingga kalau angka pengangguran begitu tingginya di kalangan tenaga kerja terdidik, merupakan sebuah kewajaran.
Fakta itu juga didukung oleh mental dari sebagian besar orang tua, yang selalu menginginkan anaknya agar bisa bekerja kantoran, dan bisa membangun karir dan memiliki rumah di daerah perkotaan. Bahkan banyak juga orang tua yang kita dengar akan siap ‘membelikan’ anaknya pekerjaan kalau ada peluang untuk itu.
Maka dengan perkembangan upaya penumbuhan wirausaha seperti itu The Global Entrepreneurship and Development Institute (The GEDI Institute) dalam Laporan terbarunya (The Global Entrepreneurship Index 2019) menepatkan Indonesia pada urutan ke 75, dengan sekor 26.0 jauh dibawah Malaysia misalnya yang berada pada rangking ke-43 dengan sekor 40.1.
RUU yang belum dibahas
Itulah kira-kira gambaran permasalahan pengembangan wirausaha selama ini, sehingga pemda NTB yang sedang memiliki program mencetak 1000 wirausaha baru selama 5 tahun kedepan memiliki tantangan tersendiri. Salah satunya adalah dalam hal mencari institusi ataupun kelembagaan yang sudah berhasil (best practice) dalam mencetak wirausaha baru sebagai tempat untuk belajar ataupun study banding.
Walaupun demikian pengalaman provinsi Jawa Barat yang sudah memulai program pencetakan wirausaha baru sejak tahun 2013 yang lalu dengan target yang sangat tinggi yaitu 100 ribu wirausahawan baru selama 5 tahun (2014-2018) bisa menjadi referensi yang bagus. Program itu digerakkan dengan mengacu pada Pergub Jabar No 58 Tahun 2014 tentang Pedoman Pencetakan Seratus Ribu Wirausaha Baru, yang kemudian diubah dan diperbaharui dengan Pergub No 79/2015. Dan sampai tahun 2018 program itu malah diklaim sudah melebihi target yaitu 129.191 wirausaha baru yang terbentuk dari 20 ribu target dalam setahun (republika.co.id).
Dan pastinya pemprov NTB sudah mengetahui itu dan juga sudah membuat Pergub terkait pengembangan wirausaha baru di NTB. Hanya saja wabah covid 19 yang membuat program itu terhambat sebagaimana program dan kegiatan pemda yang lainnya.
Berbarengan dengan pelaksanaan program 1000 wirausahawan baru, sepertinya pemda NTB perlu juga menggerakkan dunia pendidikan dari PAUD sampai dengan perguruan tinggi di NTB agar memiliki program pendidikan yang memberikan peserta didiknya bekal mengenai wirausaha. Dan untuk perguruan tinggi agar diberikan kepada seluruh mahasiswa, tidak pilih-pilih fakultas. Sehingga tidak terjadi lagi ada terdengar berita dimana ada seorang sarjana STAIN yang diliput oleh media yang pekerjaannya sebagai pemukul atau pemecah batu, dimana orang buta huruf saja sebenarnya bisa kerja itu.
Dan dalam pengembangan wirausaha di daerah serta secara nasional, dalam waktu dekat ini akan ada babak baru yaitu dengan dibahasnya RUU di DPR yaitu mengenai Rancangan UU tentang Kewirausahaan Nasional. Akan tetapi kemungkinan karena adanya wabah covid 19 di tahun 2020 ini, maka pembahasan RUU itu ditunda.
Sesungguhnya kalau sudah diundangkan Rancangan UU tentang Kewirausahaan Nasional, maka pemda NTB dan seluruh pemda lainnya akan memiliki panduan yang jelas dalam pengembangan wirausaha. Hal itu karena ada koordinasi yang jelas antara pusat dan daerah dalam pegembangan wirausaha pada RUU itu.
Pada Bab III Pasal 4 dari RUU itu melalui Peraturan Pemerintah akan ditetapkan Rencana Induk Kewirausahaan Nasional (RIKN) yang berjangka waktu 10 tahun dan di tingkat daerah (Provinsi, Kabupaten, Kota) mengacu pada RIKN itu akan dibuat Rencana Induk Kewirausahaan Daerah yang ditetapkan dengan Perda.
Dengan adanya master plan terhadap pengembangan kewirausahaan mulai dari pusat sampai ke tingkat daerah, maka jelas akan ada sinergitas yang kuat, karena semua daerah wajib menyusunnya.
Akan tetapi RUU itu sebelum bisa dilaksanakan, membutuhkan waktu dalam pembahasan dan penetapannya. Dibutuhkan waktu juga untuk penyusunan dan penetapan Peraturan Pemerintahnya sebagai tindak lanjutnya. Sehingga pemda NTB yang sudah memulai pengembangan wirausaha jelas belum bisa mengacu pada ketentuan yang ditetapkan dalam RUU itu.@
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H