Berbicara tentang perempuan dan segala penderitaan yang dialaminya memang menjadi problem serius yang tak bisa diremehkan, tak henti-hentinya berbagai macam berita yang terdapat di dunia Maya mengenai perempuan dan kekerasan yang dialaminya terus menerus membanjiri beranda saya setiap kali membuka media sosial, baik itu Instagram, YouTube, Facebook, dan juga Notifikasi google yang masuk tanpa memberi salam seperti anak nakal yang tak tau tatak krama.
Tidak hanya di dunia maya, bahkan beberapa bulan lalu, terkhususnya di sebuah institusi pendidikan tinggi agama yang saya tidak sebutkan namanya, pernah saya dapati slayer yang bertebaran di setiap sudut yang bertuliskan "Stop Kekerasan Seksual" fenomena ini mencengangkan saya hingga saat saya pulang dan berada dirumah, saya masih dihantui oleh kalimat itu dan akhirnya bertanya kepada diri sendiri bahwa "apa ia sebuah instansi pendidikan tinggi agama ada peristiwa seperti itu? Astaghfirullah nih pelaku kerjanya ngapain sih, padahal setiap hari nasehat-nasehat agamis di kampayein ama petinggi, di satu sisi juga rata-rata tampilan mahasiswa,dosen,dan elite seperti rektor kan syar'ih dan sesuai ketetapan MUI, lah kenapa nih predator bisa aja ngelakuin aksi bejat begini, heraaan."
Karena gabut dan tak tau mau ngapain malam itu, akhirnya iseng buka Hp dan tidak sengaja nemuin PDF buku yang judulnya"Perempuan di titik nol."
Perempuan di titik nol, atau yang berjudul"Women at Point Zero" merupakan karya Nawal el-Saadawi yang diterjemahkan Amir Sutaarga kebahasa Indonesia merupakan sebuah karya luar biasa dan mengisi kegabutan saya malam itu.Â
Buku karangan Mesir ini, Nawal el-Saadawi (yang adalah seorang dokter) berjudul Perumpuan di Titik Nol akan mengejutkan banyak pembaca di Indonesia. Yang punya riwayat jantung diharapkan hati-hati.
Mesir termasuk salah sebuah negeri dan masyarakat Arab dan Islam yang melakukan modernisasi jauh lebih dahulu dari negeri- negeri Arab dan Islam lainnya di Asia Tengah. Kehadiran buku Nawal el-Saadawi ini menunjukkan bahwa perjuangan perempuan Mesir untuk merebut kedudukan dan hak-hak yang sama, dan lebih penting Iagi untuk mendapat perubahan nilai dan sikap kaum lelaki Mesir terhadapÂ
perempuan, masih belum sepenuhnya tercapai. Moctar Lubis(baca: perempuan di titik nol)Â
Nah sebelum kita membahas lebih jauh terkait isi sederhana yang saya paparkan dari buku ini, alangkah baiknya pembaca istighfar dlu "Astaghfirullah." Dengan ucapan bismillahirrahmanirrahim pembahasan kita mulai dari...3...2..1Â
" Betapapun juga suksesnya seorang pelacur, dia tidak pernah dapat mengenal semua lelaki. Akan tetapi, semua lelaki yang saya kenal, tiap orang di antara mereka, telah mengobarkan dalam diri saya hanya satu hasrat saja: untuk mengangkat tangan saya dan menghantamkannya ke muka mereka. Akan tetapi karena saya seorang perempuan, saya tidak merniliki keberanian untuk melakukannya. Dan karena saya seorang pelacur, saya sembunyikan rasa takut saya di bawah lapis-lapis solekan muka saya."
Melalui kutipan di atas, Nawal menggambarkan kepada kita betapa menderitanya perempuan di saat ketakutan menguasainya, dan itu juga yang menyebabkan sebagian besar perempuan di seluruh dunia ketika mendapatkan kekerasan dari laki-laki atau dalam konteks rumah tangga ia mengalami KDRT oleh suaminya, justru ia memilih menerima dan menjalaninya dikarenakan ketakutan akan perceraian mungkin atau adanya ketergantungan sang istri perihal ekonomi ataupun anak dan keluarganya, sehingga ia memilih diam tanpa perlawanan sama sekali.Â
" Saya dapat pula mengetahui, bahwa semua yang memerintah adalah laki-Iaki. Persamaan di antara mereka adalah kerakusan dan kepribadian yang penuh distorsi, nafsu tanpa batas mengumpul duit, mendapatkan seks dan kekuasaan tanpa batas. Mereka adalah lelaki yang menaburkan korupsi di bumi, yang merampas rakyat mereka, yang bermulut besar, berkesanggupan untuk membujuk, memilih kata-kata manis, dan menembakkan panah beracun. Karena itu, kebenaran tentang mereka hanya terbuka setelah mereka mati, dan akibatnya saya menemukan bahwa sejarah cenderung mengulangi dirinya dengan kekerasan kepala yang dungu. "
Pedas, menusuk, dan menampar. Itulah yang terbesit dalam benak diri saya sebagai Laki-laki hohoho. Dalam cerita yang di angkat, Nawal dengan nama Firdaus(perempuan) sebagai tokoh dalam isi bukunya, menceritakan peristiwa dimana ia menjadi korban pelecehan dan kekerasan seksual dari para laki-laki bejat seperti pamannya yang seorang Agamawan, Suaminya, Temannya yang seorang pegawai barista, Aktivis yang seorang berpendidikan, sampai kepada politisi-politisi penting yang berpengaruh di sebuah negara. Bagi Nawal tak ada bedanya mereka semua, mereka adalah predator-predator yang banyak berkeliaran dengan topeng, pencitraan, dan kemunafikannya masing-masing, Semoga saja saya tidak termasuk hehehe.
" Seorang pelacur yang sukses lebih baik dari seorang suci yang sesat. Semua perempuan adalah korban penipuan. Lelaki memaksakan penipuan pada perempuan, dan kemudian menghukum mereka karena telah tertipu, menindas mereka ke tingkat terbawah, dan menghukum mereka karena telah jatuh begitu rendah, mengikat mereka dalam perkawinan, dan menghukum mereka dengan kerja kasar sepanjang umur mereka, atau menghantam mereka dengan penghinaan, atau dengan pukulan."
Dari sini kita memahami betapa keras Nawal mengkritik budaya yang menurutnya menjadi penyebab penindasan terhadap perempuan. Seorang istri yang mendapat Kdrt menurut Nawal merupakan korban-korban yang berhasil diikat dan dijerumuskan kedalam neraka dunia yang menyiksanya sampai mati, lebih keras lagi bahwa menurutnya perempuan tidak cukup dengan menerima pengetahuan agama yang terbatas dan kadangkala dogmatis melainkan perempuan harus memperoleh pendidikan yang layak agar memiliki cukup ilmu yang dapat menjadi senjatanya dan membentengi dirinya dari terkaman sang penindas yang disebut Laki-laki.
" Lelaki revolusioner yang berpegang pada prinsip sebenarnya tidak banyak berbeda dari lelaki lainnya. Mereka mempergunakan kepintaran mereka, dengan menukarkan prinsip mereka untuk mendapatkan apa yang dapat dibeli orang lain dengan uang. Revolusi bagi mereka tak ubahnya sebagai seks bagi kami. Sesuatu yang disalahgunakan. Sesuatu yang dapat dijual."
Bahkan bagi Nawal, pendidikan itu tidak menjamin Moral seseorang, selagi ia masih kalah dengan hasrat kebinatangannya.
" Saya tahu bahwa profesiku ini telah diciptakan oleh lelaki, dan bahwa lelaki menguasai dua dunia kita, yang di bumi ini, dan yang di alam baka. Bahwa lelaki memaksa perempuan menjual tubuh mereka dengan harga tertentu, dan bahwa tubuh yang paling murah dibayar adalah tubuh sang isteri. Semua perempuan adalah pelacur dalam satu atau lain bentuk. Karena saya seorang yang cerdas, saya lebih menyukai menjadi seorang pelacur bebas dari pada seorang isteri yang diperbudak.Â
Saya mengatakan bahwa kamu semua adalah penjahat, kamu semua: para bapak,paman, suami, germo, pengacara, dokter, wartawan, dan semua lelaki dari semua profesi. Itulah beberapa cuplikan dari jeritan penderitaan dan pemberontakan wanita tertindas di Mesir."
Kita perlu mengetahui bahwa karya sastra merupakan pantulan dari dunia realitas sosial yang terdapat disekeliling pembuat karya, apa yang diprotes oleh Nawal merupakan sebuah contoh kasus yang bila itu terjadi dengan dunia disekeliling kita hari ini, maka tentu keberpihakan dan suara batin yang diluapkan oleh Nawal akan sama dengan apa yang juga kita suarakan untuk membela mereka yang menjadi korban.Â
Perlawanan dan pembebasan adalah misi profetik yang diperintahkan Islam untuk kita umat muslim, sebagaimana yang tertera dalam perintah Tuhan melalui, Surat Ali Imran ayat 104. Artinya: Hendaklah ada di antara kamu segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar.
BillahiFisabililhaq Fastabiqul
Istiqomah Menebar Manfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H