Mohon tunggu...
Ketut Agus Maha Yasa
Ketut Agus Maha Yasa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Nama : Ketut Agus Maha Yasa NIM : 2102071003 Prodi : D3 Desain Komunikasi Visual

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tradisi Ngelawang, Tradisi " Unik" saat Hari Raya Galungan dan Kuningan di Desa Tukad Mungga

9 November 2021   19:58 Diperbarui: 9 November 2021   21:07 375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari Raya Galungan dan Kuningan merupakan hari raya / perayaan suci yang ditunggu - tunggu oleh krama bali semua yang beragama hindu. Hari raya galungan dan kuningan ini jatuh setiap hari rabu, Galungan dan kuningan dalam satu tahun itu dilaksanakan sebanyak dua kali. Hari raya galungan dan kuningan memiliki banyak makna bagi krama bali salah satu makna terbesarnya adalah sebagai pembuktian dimenangkannya perang antara Dharma melawan Adharma. 

Oleh karena itu para krama bali khususnya yang beragama hindu sangat antusias untuk menyambut hari raya ini sebagai salah satu hari raya terbesar bagi krama bali. Walaupun kondisinya saat ini di bali masih di selimuti oleh keadaan yang tidak meng-enakan, ya pada tahun ini kita terpaksa melaksanakan galungan dan kuningan dengan keadaan ditengah pandemi yang tidak ujung usai. 

Dampak dari pandemi tentu sangat berasa bagi krama bali apalagi saat digelarnya suatu upacara " Dewa Yadnya " salah satunya yang akan kita laksanakan besok pada hari rabu tanggal 10 November 2021 adalah Hari Raya suci Galungan dan Kuningan. Hal ini membuat para krama bali melaksanakannya dengan mematuhi protokol kesehatan yang sudah dibuat oleh pemerintah dan juga harus mematuhi segala surat edaran yang sudah dibuat olah PHDI yang telah dikeluarkan dari enam bulan lalu, yang dimana isinya adalah tentang peraturan dan protokol kesehatan yang harus dilakukan ditengah Pandemi ini.

Para Krama Bali juga harus bisa mengkondisikan hal tersebut, dalam artian kita tidak boleh menggunakan ego kita sendiri. Kita sebagai krama bali yang bijak harus bisa menurunkan ego demi kepentingan bersama, agar bisa tercapainya pelaksanaan Hari Raya Suci Galungan dan Kuningan besok. Di setiap desa yang ada di bali pasti juga sangat kesulitan untuk melaksanakan Hari raya Galungan dikarenakan kondisi covid seperti ini. 

Tetapi jangan biarkan pandemi ini menyurutkan semangat kita para krama bali untuk melaksanakan upacara - upacara yadnya yang ada, sebagai krama bali kita harus saling menguatkan satu sama lain agar bisa melaksanakan segala upacara - upacara yadnya, entah itu upacara Dewa Yadnya, Manusa Yadnya, Pitra Yadnya, Rsi Yadnya, dan Bhuta Yadnya.

Makna dari hari raya suci galungan dan kuningan ini adalah tidak lain sebagai refleksi diri, dan juga sebagai renungan kepada diri kita sendiri. Tidak semata - mata pada saat hari raya galungan kita sembahyang ke pura - pura, kita juga harus bisa menjadikan itu pedoman bagi diri kita sendiri, refleksi apakah sudah baik atau masih kurang, jika masih kurang kita sebagai umat hindu harus bisa meningkatkan spiritual kita agar bisa lebih dekat dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau Tuhan Yang Maha Esa.  

HAL - HAL YANG BIASANYA DILAKUKAN PADA SAAT HARI RAYA SUCI GALUNGAN DAN KUNINGAN.

1. Melakukan atau membuat penjor

Membuat penjor sudah menjadi tradisi para krama bali khususnya yang beragama hindu pada saat hari raya suci galungan dan kuningan. Penjor biasanya dibuat menggunakan bahan seadanya atau bahan - bahan yang dihasilkan dari alam sebagai contoh yang paling sering digunakan atau paling sering dipakai adalah Tiing atau dalam bahasa indonesianya adalah bambu. Bambu yang digunakan disini adalah bambu besar dengan ukuran diameter tertentu dan tinggi tertentu. Penjor biasanya juga dilengkapi atau dihiasi oleh berbagai macam hiasan, yang paling umum adalah berisi busung.

2. Membuat makanan khas yaitu " Lawar " 

Para krama bali pada saat hari raya galungan dan kuningan sudah pasti akan membuat makanan khas yaitu Lawar. Lawar merupakan makanan khas bali yang biasanya dibuat pada saat acara - acara tertentu. Lawar biasanya dibuat menggunakan Nyuh atau dalam Bahasa Indonesianya Kelapa. Kelapa tersebut diparut terlebih dahulu kemudian akan diberi bumbu - bumbu khas dan diisi daging. Daging yang diisi bisa daging Celeng atau babi, bisa juga daging kebo atau daging kerbau, dan masih banyak lagi daging yang bisa digunakan untuk membuat lawar.

Dua hal tersebut adalah hal yang sudah menjadi kewajiban juga untuk para krama bali disaat menyambut hari raya suci Galungan dan
Kuningan. Terlepas dari kedua hal tersebut di desa Tukad Mungga memiliki hal - hal unik atau tradisi unik yang dilaksanakan tepat sehari sebelum hari raya suci galungan dan kuningan yaitu Tradisi yang dinamakan " Ngelawang ". belum bisa dipastikan sejak kapan tradisi ini pertama kali dilakukan, 

Yang jelas tradisi ini pasti dilakukan setiap galungan dan kuningan. Tradisi Ngelawang ini pada dasarnya adalah sesolahan, yaitu sesolahan Barong. Jadi Barong yang ada di Pura Desa, Desa Tukad Mungga akan diturunkan ke jalan pada saat sore hari sekitar jam 5 - 6 sore. Tradisi ini membutuhkan lumayan banyak orang untuk melakukannya karena Tradisi ini bukan semata - mata sesolahan barong turun kejalan saja, melainkan tradisi ini diiringi oleh tetabuhan dan juga sedikit tari. 

Tradisi Ngelawang ini merupakan tradisi yang ditunggu - tunggu oleh para warga yang berada di Desa Tukad Mungga. Barong yang turun dijalan akan mendatangi tiap - tiap rumah yang ada di Desa Tukadmungga, Nah kita sebagai pemiliki rumah harus menyediakan seperti sesajen, yang berisikan canang sari, dupa, dan juga uang sebesar dua ribu rupiah atau bisa lebih.  Tujuan dari Tradisi Ngelawang yang ada di Desa Tukad Mungga itu sendiri adalah sebagai penghormatan untuk para bhuta yang ada di gumi agar tidak mengganggu pada saat hari raya suci galungan dan kuningan, sesolahan barong tersebut memang ditujukan kepada para bhuta kala. Tujuan lainnya adalah untuk memohon keselamatan untuk seiisi desa agar rahayu dan terhindar dari hal - hal yang tidak diinginkan. Tradisi ini menjadi tradisi yang sangat sakral bagi para warga yang tinggal di Desa Tukad Mungga. 

Bagaimanapun kondisi keadaan pada saat hari penampahan, Tradisi Ngelawang harus tetap dijalankan, karena itu merupakan tradisi yang diwariskan oleh leluhur kepada para warga Desa Tukad Mungga. Antusiasme dari para warga untuk menyambut barong yang turun kejalan juga sangat luar biasa. Termasuk saya dan keluarga saya sendiri, barong tersebut didampingi oleh satu penari yang tugasnya adalah untuk mengambil sesari pada sesajen yang telah kita letakkan di depan pagar rumah. Tetapi jika kita tidak memberikan sesajen atau kita tidak keluar pada saat tradisi ngelawang ini di laksanakan, menjadi resiko sendiri.

Tetapi tradisi Ngelawang yang dilaksanakan pada tahun ini sangat berbeda dari tahun tahun sebelumnya. Kembali lagi karena masih kondisi pandemi. Yang dimana biasanya Ngelawang dilakukan oleh banyak orang, pada tahun ini sangat dibatasi dan sangat sedikit warga yang ikut turun ikut kejalan mengantar barong kerumah - rumah. Dan juga iringan tabuh yang digunakan tidak semeriah tahun - tahun lalu dikarenakan jumlah penabuh juga ikut dibatasi. Disamping itu para warga yang ikut turun kejalan juga harus mengikuti protokol kesehatan yang dianjurkan oleh pemerintah. Hal ini sangat berdampak bagi warga yang tinggal di Desa Tukad Mungga.

Namun Hal ini tentu saja tidak begitu saja menyurutkan semangat para pemuda dan warga yang tinggal di Desa Tukad Mungga dalam menjalankan atau melaksanakan Tradisi " Ngelawang " ini. Tradisi Ngelawang ini tetap berjalan walaupun mungkin tidak semeriah atau tidak sebesar pada tahun - tahun lalu, tetapi semangat para pemuda Desa Tukad Mungga masih sangat membara untuk melakukan Tradisi ini. Tradisi ini dilaksanakan bukan untuk kepentingan pribadi tetapi untuk kepentingan bersama, yang dimana tujuan dari Tradisi Ngelawang ini sudah jelas saya sebutkan diatas adalah untuk memohon keselamatan agar tidak terjadi hal - hal yang tidak diinginkan pada saat hari raya suci Galungan dan Kuningan. Dan juga Tradisi ini ditujukan kepada para bhuta kala, hal itulah yang membuat dimana tradisi Ngelawang ini dilaksanakan pada Sore hari di jam 5 - 6 atau istilah Balinya adalah Sandikaon agar tercapainya keseimbangan antara Alam kita dan juga Alam dari Bhuta Kala itu sendiri.

Nama : Ketut Agus Maha Yasa

NIM : 2102071003

Jurusan : Seni dan Desain

Program Studi : D3 Desain Komunikasi Visual

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun