[caption caption="beritasatu.com"][/caption]Pasang surut partai Golkar (PG) sejak perpecahan (2014) hingga kini baru menemui jalan terang, dinamika yang terjadi dalam tubuh Partai Golkar memang banyak menguras energi. Berbagai upaya yang dilakukan oleh PG dalam melakukan konsolidasi selalu menemui jalan buntu dan tidak mendapati jalan penyelesaian. Posisi PG yang menempatkan diri menjadi oposisi partai pendukung pemerintah juga menjadi persoalan tersendiri, karena dalam tubuh partai ini juga ada yang pro pemerintah.
Jusuf Kalla, sang senior PG yang juga memberikan konstribusi terhadap situasi ini. orang-orang dekat Jusuf Kalla sebut saja Agung Laksono, yang sedari awal berada pada barisan pendukung pemerintah sampai detik ini telah berhasil merubah konstelasi politik PG dalam mengubah haluan. Jusuf Kalla yang juga sebagai wapres tentunya juga butuh Golkar untuk memperkuat posisi politiknya, karena yang demikian itu memang perlu dan penting.
Peran penting Jusuf Kalla sebagai seorang senior yang di inisiasi menjadi ketua tim transisi penyelesaian konfilik Partai Golkar adalah penanda jelas. Penanda ini sekaligus menguatkan dugaan bahwa kelompok yang mendukung Pemerintah ketika pada saat Pilpres yang lalu adalah dipimpin oleh Kalla sendiri meski tidak secara terang-terangan. Kendati Kalla bukan bagian dari struktur yang ada di partai Golkar, namun diyakini pengaruh Kalla dalam faksi-faksi yang ada didalam partai Golkar masih sangat dominan.
Sikap pragmatisme PG dan terbiasa berada dalam pemerintahan juga menjadi faktor penting dari politik pecah pangung ini. dalam berbagai tulisan sebelumnya, saya telah mencium aroma ini, oleh karena dinamika yang terjadi dalam PG yang terus berlarut-larut dan dalam kurun waktu yang lama, maka sempat dugaan itu ingin saya bantah sendiri.
Golkar sebagai partai senior memang piawai dalam bermain peran, dan sikap inilah yang beberapa kali menyelamatkan Golkar dari “kematian”nya di awal reformasi. Bahkan setelah terjadi reformasi pun, upaya percobaan pembubaran partai golkar juga terjadi. Melalui dekrit presiden Abdurrahman Wahid menyatakan pembubaran partai Golkar. Namun kala itu Akbar Tanjung yang menduduki posisi sebagai ketua umum mampu menyelamatkan posisi partainya, dan upaya pembubaran urung dilakukan, karena Gus Dur sudah diturunkan melalui sidang Istimewa oleh MPR.
Perjalanan panjang, dan kepiawaian orang-orang yang ada di internal partai golkar memang menjadi bukti bahwa partai golkar memang partai yang kuat. Sebagai partai yang berjalan pada rel pragmatisme, dan bukan ideologis memang memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihan sebagai pragmatisme, golkar mampu menyesuaikan diri dalam setiap situasi dan dinamika yang terjadi dalam kurun waktu perubahan kepemimpinan. Kelemahan dari partai pragmatisme, mereka nir ideologi, bahkan bisa jadi golkar akan kesulitan menemukan sosok calon pemimpin bangsa (presiden-red) karena ideologi partai golkar sendiri yang tidak jelas dan selalu bermain aman.
Golkar akan selalu berada pada posisi lima besar, itu karena sistem dan jaringan yang dimiliki partai golkar dari pusat hingga pelosok daerah telah terbentuk dan mengakar. Ditambah lagi mesin politik dan sistem politik yang mereka miliki berjalan dengan baik dan memiliki standar. Sehingga sebagaimana dinamika yang terjadi dalam tubuh partai golkar akan mudah untuk disatukan kembali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H