Mohon tunggu...
Lilik Agus Purwanto
Lilik Agus Purwanto Mohon Tunggu... karyawan swasta -

belajar, belajar, mari terus belajar follow twitter: @aguslilikID web: http://aguslilik.info

Selanjutnya

Tutup

Politik

Golkar Akur

4 November 2015   18:52 Diperbarui: 4 November 2015   19:17 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Akhir Perseteruan Golkar (liputan6.com)"][/caption]Sejak Pilpres 2014 digelar hingga kini, drama politik partai golkar banyak menyedot perhatian. Kepiawaian Golkar pantas diacungi jempol. Strategi politik pecah pangung yang dihadirkan Partai Golkar selalu membawa keuntungan bagi partai golkar dan memberikan gairah politik bagi kita yang mengamatinya. Bukan Golkar jika tidak pragmatis.

Drama-drama yang suguhkan dalam pangung politik sejak pilpres hingga kini banyak menyita perhatian kita semua. Saya mencatat berbagai dinamika yang terjadi dalam kurun waktu satu tahun ini sejak dinamika Pilpres terjadi, pasang surut dan tarik menarik pengaruh, hingga klimaksnya kemarin pada saat keputusan MA tentang keabsahan kepengurusan siapa yang layak menahkodai partai pohon beringin ini. Berikut adalah catatan sekaligus pengamatan perkembangan partai Golkar dari mulai terjadi dinamika pra Pileg hingga kini.

ARB Pegang Boarding Pass Tapi Gagal Terbang

Mengamati dinamika yang terjadi dalam tubuh partai sejak permulaan jelang Pileg (pemilihan Legislatif) telah terjadi dinamika yang cukup panas. Saya mencatat pertama kali tentang Skema awal pasangan calon (paslon) untuk di usung dalam pilpres. Dimulai sesumbar bahwa hanya dirinya (ARB) dan Megawati saja yang memiliki boarding pass untuk pencalonan. Namun pasca Pileg yang digelar pada bulan April memberikan kenyataan pahit kepada ARB dan sekaligus mengubur ambisinya untuk maju dalam Pilres. Perolehan hasil quick count yang ketika itu hanya 14% membuat ambisi ARB kandas di tengah jalan.

Bukan partai golkar jika tidak melakukan manuver. Pasca pileg digelar beberapa kali ARB melakukan safari politik ke berbagai fihak termasuk dengan kubu Prabowo dan Kubu PDIP. Dari sinilah politik pecah pangung kemudian dimulai. Pasca gagalnya pencalonan ARB dan turunnya perolehan suara partai Golkar membuat beberapa kader melakukan “selingkuh” politik ada yang secara terang-terangan deklarasi dukungan ke kubu KMP (koalisi prabowo-hatta) dan ada yang diam-diam masuk kedalam barisan KIH (koalisi Jokowi-JK).

Munas Partai Golkar: Demokrasi Ala ARB

Setelah memanas dalam Pilpres, partai golkar seakan-akan terbelah menjadi dua kubu, yakni kubu ARB dan Agung Laksono. Kubu ARB yang masih memiliki akar yang kuat kemudian mengelar Munas Partai Golkar ke IX yang dilaksanakan di bali. Ada pemandangan menarik dalam Munas ke IX partai Golkar ini. Dalam setiap pertarungan perebutan posisi orang nomor satu, partai Golkar sebelumnya selalu diramaikan oleh bursa calon lebih dari dua orang dan diusung oleh eksponen dan faksinya masing-masing, namun dalam pemilihan kali ini cenderung dikuasai oleh satu nama yakni ARB. Munculnya nama ARB yang mendominasi dalam arena Munas ini bukan terjadi begitu saja, namun sebelumnya telah terjadi dinamika keras sebelum diselenggarakan Munas di Bali ini.

ARB sebagai incumbent memiliki power yang lebih besar untuk mengendalikan kemenangan. Dari mulai perangkat penyelenggara, materi munas, hingga tata tertib persidangan dengan mudah mereka kuasai. Penguasaan ini penting untuk memastikan kemenangan ARB dalam pencalonannya kembali, dan sekaligus mendegradasi kesempatan lawan politiknya. Terbukti, dengan ketetapan baru yang mengharuskan adanya dukungan minimal 30% dari DPD I dan DPD II, serta mempercepat pelaksanaan Munas pada bulan desember ini, membuat lawan politiknya kelabakan, dan susah untuk melaksanakan konsolidasi.

Kendati masing-masing calon ketum yang akan maju memiliki basis masa di tingkat bawah, namun dengan power politik serta iming-iming kesempatan untuk menduduki posisi penting di tingkat DPD I dan DPD II, ARB mampu mengunakan situasi itu untuk mendulang dukungan, baik yang bersifat sukarela maupun dengan paksaan akan intimidasi posisi mereka dalam tubuh partai. soliditas tim pemenangan menjadi sangat penting ketika harus meraih dukungan politik dari seluruh DPD.

Dalam konteks sampai dengan penyelenggaraan munas dan ARB menjadi satu-satunya calon yang maju dalam bursa ketum ini, kelompok ARB menang 1-0 atas kelompok Presidium penyelamat partai. Analisanya, kubu presidium penyelamat partai, dalam waktu dekat akan melakukan manuver politik yang tidak kalah menarik untuk kita tunggu gerakannya. Bukan politikus golkar jika mereka tidak melakukan aksi serupa nantinya. Tentunya dinamika akan lebih agresif dan permainan akan lebih menarik, jika kaukus ini memainkan drama yang mungkin tidak pernah kita pikirkan. Keberadaan pihak luar juga turut menjadi bagian permainan politik di tubuh golkar nantinya. Kelompok Presidium Penyelamat Partai yang memang sedari awal mencoba membawa gerbong golkar merapat pada pemerintah berkuasa, tentunya akan mencoba menarik pihak luar (pemerintah) untuk memberikan tekanan-tekanan politik yang bisa dibilang menjadi menarik.

Golkar Berdamailah dan Lakukan Transformasi Dengan Baik

Masih melanjutkan kisah pertarungan kubu ARB dan Agung Laksono, perselisihan makin berbuntut panjang. Partai golkar sejatinya memiliki pengalaman yang mumpuni dalam berpolitik, ketika pasca gelaran pemilu dan pilpres biasanya selalu solid dan merapatkan barisan kembali, namun kini berbeda keadaan. Proses pilpres telah usai namun perpecahan di partai ini justru baru dimulai. Golkar yang memang piawai dalam bermain politik dua kaki alias pecah pangung, nampaknya kini serasa tak berdaya untuk dipersatukan kembali dalam sebuah tujuan bersama membangun bangsa. Ambisi kekuasaan masing-masing kubu menarik katub bersebrangan dan semakin menjauh. Ya memang katub ini sangat berpengaruh, karena ada banyak kepentingan berada didalamnya.

Golkar yang sedari awal spesialis berada pada barisan pemerintahan, kini nampaknya telah memilih jalannya sendiri. Golkar lebih nyaman menjadi partai oposisi merapatkan barisan bersama koalisi merah putih (KMP) yang dihuni oleh Gerindra, PKS, PAN. Pilihan pahit bagi golkar ini tidak serta merta membuat politisi golkar menjadi solid, namun sebaliknya justru menjadi terbelah, karena kubu satunya lagi melangengkan tradisi berada didalam pemerintah.

Kisruh Golkar: Antara Manuver dan Pragmatisme Politik Akbar Tanjung

Akbar Tandjung yang juga politisi senior Partai Golkar, nampaknya turut juga mewarnai pertarungan yang terjadi dalam tubuh partai Golkar kali ini. Kisruh dalam tubuh partai golkar saat ini pun tidak terlepas dari racikan politiknya. Susah mendefinisikan percaturan akbar tanjung ini sebagai manuver atau kah pragmatisme politik belaka. Buktinya, ketika golkar menjelang pemilu 2014 lalu, golkar getol menyerang ketua umumnya untuk digulingkan, karena dianggap tidak mampu memenuhi target capaian politik partai Golkar, namun kejadian sebaliknya terjadi ketika munas dibali, justru menyandingkan Akbar Tanjung dengan ARB sebagai duet Ketua Dewan Penasehat dan Ketum. Inilah yang saya sebut sebagai pragmatisme seorang Akbar Tanjung, yang kental dengan naluri politik dalam setiap keputusan yang dia ambil.

Peran yang diambil oleh Akbar Tanjung ketika mendukung munas Bali sejatinya juga bagian dari cara Akbar untuk menunjukkan tajinya, dan akhirnya hal itu pun terbukti, bahwa tanpa “bang” Akbar tidak bisa berbuat apa-apa. Posisi strategis yang dimiliki oleh Akbar Tanjung ini seharusnya mampu diposisikan sebagai seorang yang akan mengagas sebuah rekonsiliasi ditengah perpecahan. Akbar Jangan diposisikan sebagai kubu yang berlawanan, karena seorang politisi kawakan seperti beliau ini memiliki posisi istimewa dalam membawa partai golkar untuk menjadi semakin dewasa dan mapan.

Kisruh Golkar: Menakar Hasil Akhir Perundingan

Terbelahnya kepengurusan partai golkar hingga Desember 2014 juga belum menemui solusi efektif. Dalam memecah kebuntuan antara dua kubu, digelar sebuah perundingan. PG yang memiliki skill politik tingkat tinggi memang dipercaya akan mampu menyelesaikan polemik dualisme kepemimpinannya. Itu terbukti dengan dibentuknya juru runding yang akan menjadi jembatan kedua belah kubu untuk saling menurunkan ego nya untuk sesegera mungkin mencari kemufakatan demi masa depan PG.

Menakar kekuatan masing-masing kubu dalam dinamika untuk memuluskan kepentingannya, nampaknnya akan terjadi tarik menarik yang sama kuatnya. Butir kesepakatan yang masih menjadi ganjalan bagi masing-masing kubu adalah keberadaan Golkar di KMP. Pihak AL yang sedari awal berkepentingan untuk berada dalam pemerintahan Jokowi, nampaknya menemui jalan buntu dalam perundingan ini. Kubu ARB yang memang saat ini menjadi motor KMP dengan segala kepentingan bargaining politiknya, memang susah untuk keluar begitu saja dari KMP, karena disitulah PG memiliki nilai tawar tinggi dihadapan pemerintah.

Praktek politik pecah pangung yang dihadirkan oleh PG memang selalu saja mendulang keuntungan pragmatisme politik. Hal ini memang model permainan khas PG untuk selalu pragmatis dalam berpolitik. Pragmatisme politik yang ditempuh PG ini yang selama ini memposisikan PG selalu menjadi partai yang kuat baik ditingkat pusat maupun daerah.

Babak Baru Kemelut Partai Golkar

Pangung politik memang memiliki drama nya sendiri. Sebagaimana partai golkar yang pada desember 2014 pasca kisruh kubu munas Bali dan Ancol menemui titik tengah dengan kesepakatan adanya perundingan kedua belah kubu, namun ternyata tidak selesai dalam pengkondisian itu.

Babak baru pertarungan dalam tubuh partai golkar melebar dengan berujung pada sidang mahkamah partai dan munculnya surat keputusan menkumham yang mengesahkan hasil munas ancol pada pertengahan Maret 2014.

Pasca munculnya surat keputusan dari Menkum Ham kubu Ical tidak berdiam diri, dengan sigap dan gerak cepat mengumpulkan DPD I dan II yang diklaim oleh pihaknya dihadiri sekitar 400 orang yang bertajuk rapat konsultasi nasional. Pada situasi yang lain juga pertarungan antara kedua kubu semakin panas, sebagaimana wawancara langsung di salah satu stasiun tv kubu Ical yang diwakili oleh Ali Muchtar Ngabalin dan KubuAgung yang diwakili oleh Yoris Raweyai. Dalam wawancara tersebut mereka saling tuding bahwa munas mereka lah yang paling sah, dan munas lainnya “abal-abal”, dan kemudian dari wawancara itu berbuntut panjang sampai terjadi pemukulan oleh orang yang tidak dikenal kepada Ali Muchtar Ngabalin saat menghadiri gelar pertemuan di hotel Sahid.

Pada forum rapat konsultasi nasional yang digelar kubu ARB menyepakati untuk mengajukan gugatan atas pengesahan hasil munas Ancol yang disahkan melalui surat keputusan menkumham tersebut.

Perebutan Fraksi, Babak Baru Perseteruan Golkar

Pada akhir Maret 2015 kembali terjadi perseteruan kedua belah kubu yang melebar pada perebutan fraksi di Senayan. Pasca sidang majelis tinggi dan surat ketetapan dari Menkumham, babak baru kisruh Partai Golkar bergeser kepada perebutan fraksi Golkar di Senayan. Kendati telah adanya penetapan tersebut, kubu ical ternyata tidak mudah menyerah begitu saja.

jika saat yang lalu mereka menempuh jalur banding ke PTUN atas ketetapan menkumham dan iktiar politik untuk mengajukan hak interpelasi, kini perseteruan itu telah merembet kepada upaya saling rebut ruang fraksi. Yang terjadi kemudian terjadi aksi pendudukan ruang fraksi oleh kubu Ical (aburizal Bakrie) yang diketuai oleh Bambang Soesatyo. Kubu Agung Laksono, yang dikomando oleh Yoris pun tidak mau kalah, kini mereka sedang merangsek masuk kedalam ruang fraksi kendati mesti melakukan buka paksa.

Tentunya bagi kita, pemandangan ini kurang elok, ditengah merosotnya citra Partai politik ditengah masyarakat, mereka justru mempertontonkan perilaku yang tidak elegan dan berprilaku bak preman rebutan lapak. Aksi saling klaim mana yang paling benar memang sah-sah saja dalam politik, namun harusnya tetap mengunakan norma-norma yang sepatutnya. Jika mereka terus-terusan kisruh seperti ini, kapan mereka akan memikirkan kepentingan bangsa dan negara. Persoalan naiknya dollar, ISIS, kenaikan harga, kenaikan BBM, infrastruktur, dan agenda pembahasan RUU yang hingga kini menunggu penyelesaian dari mereka justru diabaikan, dan lebih sibuk berebut jabatan.

Siapa Dibalik Perseteruan Golkar?

Keruwetan yang terjadi dalam tubuh partai golkar memancing banyak spekulasi, tidak terkecuali saya. Ada dugaan perpecahan dalam tubuh partai golkar memang sengaja dimainkan untuk bermain posisi tawar.

Kubu Agung Laksono yang sedari awal menyatakan secara tegas akan memboyong Golkar untuk gabung dalam Koalisi Indonesia Hebat membuat dugaan kita semakin mendekati kebenaran. Keberadaan Jusuf Kalla (JK) sebagai Wakil Presiden RI menguatkan dugaan alasan merapatnya Golkar kubu Agung Laksono. Kendati JK tidak berada dalam struktural Partai Golkar, namun JK tetaplah JK seorang kader kawakan Golkar yang telah memiliki pendukung solid dalam partai golkar.

Dengan demikian, hal yang paling logis adalah bagaimana caranya dapat mengeser golkar yang semula sebagai oposisi menjadi koalisi pemerintah. Selain memperkuat posisi JK dalam pemerintahan dengan segala kebijakan yang akan ia ambil, juga akan menguatkan bargaining JK dalam pemerintahan dalam menentukan arah. Isu matahari kembar dalam pemerintahan bisa saja terjadi jika niat JK untuk menguasai Golkar melalui Agung Laksono ini mulus.

Dalam pertarungan perebutan Kekuasaan ini Ical sepertinya tidak bermain sendiri, namun juga kemungkinan di backup oleh kekuatan yang juga patut diperhitungkan. Ada beberapa peristiwa yang kita rekam dalam perjalanan perseteruan ini. Pertama, ketika pertarungan dalam tubuh golkar, pada tempat yang lain antara JK dan Luhut B. Panjaitan oun terhadi perseteruan tidak kalah sengit perihal peranan lembaga staf kepresidenan yang perannya diperluas oleh Jokowi. Memang perseteruan ini tidak berkaitan secara langsung mengenai golkar, namun patut kita cek, sesama senior golkar kenapa berseteru berebut peranan?

Ketika pada awal-awal Jokowi berada di istana, tercatat lebih dari satu kali ical berkunjung ke Istana untuk melakukan pertemuan dengan Luhut Panjaitan, sementara yang kita tahu bukan kah Ical seteru nomer dua setelah Prabowo dalam pilpres kemarin?.  Ketiga, ketika Jokowi menghadapi tekanan politik akibat perseteruan KPK dan Polri, pihak Jokowi melakukan gelar pertemuan antara Jokowi dan Prabowo, tentunya juga atas inisiasi tim Jokowi dan adanya deal-deal politik diantara keduanya yang saling menguntungkan.

-------------

Berbagai dinamika yang disampaikan diatas, memang tidak seluruhnnya benar antara prediksi dengan kenyataan yang terjadi. Namun, ada hal yang penting untuk diambil kesimpulan. Dinamika yang terjadi dalam tubuh partai Golkar dengan pasang surutnya skema permainan politik masing-masing, ada semangat membesarkan golkar. Tidak kalah penting kekhasan golkar dalam pragmatisme politik tetap saja tidak bisa membuat golkar terlepas dari kekuasaan. Golkar akan selamanya berada dalam lingkaran kekuasaan, entah bagaimana dinamika yang menyertainya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun