Mohon tunggu...
Lilik Agus Purwanto
Lilik Agus Purwanto Mohon Tunggu... karyawan swasta -

belajar, belajar, mari terus belajar follow twitter: @aguslilikID web: http://aguslilik.info

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Disini Bukan Tempat Radikalisme

31 Maret 2015   18:18 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:43 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_406901" align="aligncenter" width="600" caption="ilustrasi (satuislam.org)"][/caption]

Dalam dua hari ini media kita disibukkan dengan pemberitaan tentang tindakan pemerintah yang berencana menutup situs-situs yang memiliki kecenderungan mengarah ketindakan radikal. Tentunya banyak pihak yang pro dan kontra atas hal ini.

Kawan-kawan saya dari berbagai Partai dan Ormas Islam yang menentang rencana pemblokiran situs ini tidak henti-hentinya membanjiri opini dimedia sosial yang menyuarakan penolakan rencana itu. Sikap yang diambil oleh Pemerintah ini sejatinya bukanlah upaya untuk memberhangus kebebasan berpendapat dan kebebasan berekspresi di negeri ini, namun upaya yang dilakukan ini adalah mengurangi dampak penyebaran ajaran-ajaran radikalisme yang memang berkembang pesat lewat dunia maya.

Saya menilai, bahwa kebabasan yang dikembangkan dinegeri ini telah melampau batas, betapa tidak, kita bebas menyebarkan apapun yang menjadi pemikiran kita tanpa sekat apapun. Bahkan alih-alih kebebasan pers, kebebasan itu justru dimanfaatkan oleh fihak-fihak yang berkepentingan terhadap mengubah sendi-sendi dalam berbangsa dan bernegara.

Sebagai anak bangsa tentunya kita tidak rela, jika negeri yang telah dibangun dengan susah payah oleh pendiri bangsa ini kemudian dengan mudahnya carut marut oleh kepentingan segelintir orang. NU dan Muhammadiyah saya yakin tidak akan rela jika radikalisme ini nantinya akan menjadi cara yang digunakan oleh generasinya untuk mengubah arah bangsa.

Situs-situs yang mengajak dan beropini untuk mengiring persepsi masyarakat kearah radikalisme memang penting untuk diwaspadai. Keberadaan mereka bukannya menciptakan perdamaian namun justru sebaliknya memercikkan api kebencian antara satu dengan yang lainnya. Konsep jihad yang selama ini didengung-dengungkan oleh mereka tidak tepat jika itu dikembangkan di Indonesia.

Bangsa Indonesia ini bukanlah miliki orang islam semata, namun didalamnya terkandung banyak suku, banyak kepercayaanm, dan berbagai jenis agama. Jika ingin melihat Indonesia menjadi bangsa yang besar, tentunya kita harus memiliki sikap toleransi dan tidak menang sendiri. NU sebagai salah satu pendiri bangsa ini sepertinya juga tidak bosan-bosan mensyiarkan islam yang rahmatan lil alamin. Konsep islam rahmatan lil alamin yang dikembangkan NU ini telah sesuai dengan konsep islam yang diajarkan oleh Rassullah SAW. Jika kita mengaku sebagai umat Rassullah Muhammad SAW, tentunya kita harus berfikir bahwa Rassullah dihadirkan untuk menyempurnakan ahlak dan menyebarkan perdamaian dimuka bumi.

Bahkan para ulama Afghanistan yang negerinya beberapa saat yang lalu dilanda perang, dan penuh dengan kegiatan radikalisme, ternyata telah sepakat bahwa konsep NU yang rahmatan lil alamin saat ini dipilih sebagai jalan untuk membenahi negerinya. Bahkan saat ini telah berdiri Nahdlatul Ulama Afghanistan, dengan meniru konsep-konsep islam rahmatan lil alamin yang telah dikembangkan di Indonesia selama ini. Jika Afghanistan saja saat ini memilih jalan damai, kenapa kita yang di Indonesia justru memilih jalan radikal? Sungguh aneh.

Konsep khilafah yang diusung oleh mereka saat ini tidak lebih adalah konsep politik saja, itu sama dengan konsep demokrasi yang kita kembangkan saat ini. Pertanyaannya, jika pendiri bangsa ini telah sepakat untuk memilih jalan demokrasi, lantas buat apa kita berfikir tentang khilafah?

Jika kita beranggapan bahwa jihad hanya bisa dilakukan dengan jalan pedang, saya bisa menyatakan bahwa pemikiran itu salah kaprah. Bukankah belajar, menahan nafsu, dan berderma dengan harta juga bagian dari jihad?

Cara-cara berfikir bahwa jihad hanya ditempuh dengan jalan menumpahkan darah sesungguhnya adalah cara terakhir yang dapat ditempuh setelah segala upaya jalan damai ditempuh. Bukan kah Rasullah sendiri membenci pertumpahan darah?

Cara sekelompok golongan dalam mengklaim golongan lain, bahkan mengkafirkan saudara sesama muslim sesungguhnya tidak bisa dibenarkan. Rassullah saja mengajarkan perdamaian, bahkan melindungi seorang nasrani yang beliau sebut sebagai kafir zinmi. Apakah pantas jika kita mengklaim umat Rassullah jika kita dengan mudah menumpahkan darah orang yang berkeyakinan beda dengan kita tanpa jelas duduk persoalannya?

Saya mengajak saudara-saudaraku sekalian untuk turut berfikir secara jernih dan melanjutkan diskusi ini pada tataran yang lebih luas, semoga kedamaian tercipta dalam bangsa ini, dan lingkungan kita untuk skop yang lebih kecil.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun