Mohon tunggu...
Lilik Agus Purwanto
Lilik Agus Purwanto Mohon Tunggu... karyawan swasta -

belajar, belajar, mari terus belajar follow twitter: @aguslilikID web: http://aguslilik.info

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Cinta Segitiga Prabowo– ARB–SBY, Penuh Intrik

10 Mei 2014   04:02 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:40 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rasanya kemesraan Demokrat dengan Golkar akan sulit dipisahkan, mereka bak kekasih yang susah terpisahkan. Laksana gayung bersambut, pantun berbalas pantun, syair berbalas syair.

Satu minggu ini suhu politik kian memanas, berbagai geliat manuver saling-silang dipertontonkan begitu dramatis bak drama FTV. Diawali dari kunjungan berbalas kunjungan antara prabowo (PS) dan Abu Rizal Bakrie (ARB), naik kuda bareng, “bermesraan” (saling memuji) bak kekasih yang sedang dimabuk cinta. Namun disudut yang lain ada yang meraung-raung karena terluka hatinya, tidak lain adalah Ketum Demokrat (SBY). Merasa dicampakkan, merasa di hianati, bercampur baur, dan pada ujungnya keluar juga statement kecemburuan atas kemesraan itu. Tiba-tiba sang kekasih yang merasa dihianati itu muncul dengan nada setengah mengancam, “mereka kan sudah kuat, tanpa demokrat mereka sudah kuat dan siap”. Tidak berselang lama dari pernyataan yang dilontarkan oleh SBY itu nampaknya Prabowo pun bergeming, dan kemudian mengeluarkan statement “koalisi Gerindra – Golkar untuk mengusung Pasangan Prabowo –ARB menunggu persetujuan SBY”.

Tidak berselang begitu lama kemudian SBY pun mengunggah sebuah video ke Youtube. Seperti yang dikutip oleh berbagai media, SBY menegaskan tidak akan memilih presiden yang muluk-muluk. SBY juga menyindir janji capres yang berbahaya seperti menasionalisasi asset asing dan kembali ke UUD 1945. Sudah barang tentu kedua statement SBY tersebut membuat kubu Prabowo menjadi ciut dan seakan-akan seperti petir disiang bolong. Pada kesempatan sebelumnya, Gerindra sejatinya tengah berbunga-bunga karena pidato politik SBY pasca pengumuman quick count, SBY memberikan angin surga kepada Gerindra akan adanya kemungkinan Demokrat berkoalisi dengan Gerindra.

Kegalauan ARB dan Kepanikan Golkar

Rendahnya elektabilitas ARB dan pencapaian prosentase hasil hitungan sementara yang dibawah target membuat Golkar melakukan kalkulasi ulang atas pencapresan ARB. Sebagian faksi pun mencoba mengulingkan ARB dari wujud pertangung jawaban atas kepemimpinan ARB di tubuh golkar karena dianggap tidak mampu memenuhi target perolehan suara pada pileg 2014.  Melihat konstelasi politik yang kian hari semakin mengerucut pada pertarungan antara Jokowi – Prabowo, nampaknya golkar tidak sabar menunggu keputusan SBY yang disebut-sebut sebagai king maker dari setgap. Golkar melalui ARB kemudian melakukan aksi sepihak tanpa menunggu komando dari Ketua Setgap, Golkar merapat kepada Gerindra untuk melakukan deal-deal koalisi yang salah satunya adalah skema Prabowo – ARB. Langkah pragmatis Golkar ini bukan tanpa alasan, realita politik yang mengharuskan Golkar mengambil langkah demikian.  Disatu sisi parpol-parpol anggota setgap telah merapat kepada Gerindra (PAN, PKS, PPP), disisi lain kepastian akan koalisi poros baru pimpinan demokrat pun tidak ada sinyal yang jelas akan terbentuk, dan juga keharusan golkar untuk duduk dalam pemerintahan.

Golkar yang notabene sebagai partai papan atas dengan urutan kedua pemenang pemilu seharusnya memiliki bargaining position yang kuat jika ditunjang dengan elektabilitas ARB dan komitmen anggota setgap. Namun kenyataan politik berkata lain, Golkar seperti kesepian ditenggah keramaian, termenung ditenggah keriuhan, ditambah lagi dengan konflik internal dalam tubuh partai yang juga menyita energi.

Demokrat Cemburu

melihat “kemesraan” Prabowo – ARB yang diumbar dimedia, membuat SBY tidak tinggal diam, lantas ultimatum pun dilancarkan. “Kecemburuan” ini bukanlah tanpa sebab, beberapa pertemuan yang digelar antara Prabowo dan SBY banyak di indikasikan bahwa terdapat deal-deal penting, termasuk kemungkinan memasangkan pemenang hasil konvensi menjadi wakil Prabowo, selain itu juga ada kemungkinan ketidak relaan dari pihak Demokrat jika Gerindra menjadikan Golkar sebagai partner utama dalam gerbong koalisi yang seharusnya posisi itu untuk Demokrat. Jika skema Gerindra – Golkar ini bergulir dan kongrit maka akan menjadi kerugian bagi Demokrat, hal tersebut dikarenakan, pertama, Koalisi Setgap yang dibangun oleh SBY pada masa pemerintahan SBY kemungkinan akan susah dipertahankan. Kedua, Demokrat akan kesulitan mengajukan tawaran sebagai cawapres. Ketiga, kemungkinan besar jika bergabung dalam koalisi salah satu blok (Jokowi /Prabowo) maka akan hanya menjadi partai pelengkap dalam koalisi. Dan yang ke Empat, Demokrat akan mendapat kerugian besar jika gagal masuk dalam pemerintahan dan menjadi oposisi pada periode mendatang dikarenakan kondisi persoalan korupsi dan rapuhnya kepercayaan masyarakat kepada demokrat.

Melihat alasan tersebut, dirasa penting bagi Demokrat untuk tetap mengayun dan menagih komitmen baik Golkar maupun Gerindra.

Kecemburuan Demokrat Menguntungkan PDIP

Sedari awal PDIP berdiri pada posisi yang lumayan diuntungkan dalam drama politik yang dilakukan Gerindra, betapa tidak gonjang ganjing internal PPP karena SDA (Surya Dharma Ali) bermesraan tanpa minta restu partai, membuat deklarasi koalisi PPP – Gerindra dianulir, sehingga membuka peluang bagi PDIP untuk melakukan lobi-lobi koalisi. Kemarahan SBY akan kemesraan Gerindra – Golkar pun sejatinya keuntungan bagi PDIP, karena SBY secara terang terangan melakukan serangan tajam kepada Gerindra.

Nampaknya PDIP pun tidak melewatkan momentum kemarahan tersebut, rengangnya hubungan Megawati – SBY kembali dijadikan perbincangan hangat dan seolah-oleh hubungan yang dingin itu telah mencair. Nampaknya gayung pun bersambut, PDIP yang selama ini belum sekalipun mengumbar visi-misi capresnya serasa mendapatkan senjata ampuh untuk menyerang Prabowo lewat dukungan atas pernyataan SBY tersebut. Dengan arus dukungan yang kuat dari PDIP tersebut, SBY ternyata memenangkan pertarungan dingin dengan Gerindra dan secara tidak langsung pun mampu merebut simpati dari PDIP minimal mampu mengobati luka hati Megawati.

SBY Kembali Memainkan Peranan, dan Golkar Bermain Pecah Panggung

Lewat ancaman yang dilancarkan oleh SBY ternyata mengembalikan posisi Demokrat menjadi pusaran dan penentu koalisi alternative yang sedianya digagas oleh Demokrat – Golkar. Golkar yang awalnya sudah berkomitmen untuk merapat ke Gerindra tiba-tiba balik melakukan serangan kepada Gerindra dengan dalih mengamini pernyataan SBY soal Capres muluk-muluk.

Dengan kembalinya Golkar ke dalam pelukan, sementara Demokrat berada diatas angin. Kepiawaian SBY dalam mengelola koalisi bukan tidak mungkin akan mengoyang skema koalisi yang telah dibangun Gerindra dan PDIP, dan menjadi mungkin pula setgap jilid 2 akan terjadi, jika konstelasi politik berubah. Namun kelemahan terbesar saat ini jika Demokrat mengagas Setgap jilid 2 adalah tidak adanya figur yang mampu menandingi elektabilitas calon terkuat dalam kontestasi kali ini.

Demokrat yang sedari awal mematok harga tinggi dalam kontestasi Pilpres ini, sejatinya tidak perlu dikhawatirkan posisinya. Melihat realita koalisi saat ini dimana Nasdem sudah merapat kepada PDIP, PKS dan PAN memastikan diri merapat kepada Gerindra, serta PKB dan PPP masing-masing hampir pasti masuk kesalah satu dari dua kandidat, maka bukan tidak mungkin akan melemahkan posisi koalisi Demokrat dan Golkar.

Golkar yang sebelumnya berpengalaman dalam mengelola permainan menangkap dengan baik situasi-situasi ini. Golkar yang pragmatis sejak awal kemungkinan akan memainkan politik pecah panggung untuk tetap berada dalam arus pemerintahan siapapun partai yang memenangkan kontestasi pilpres. Melihat situasi konflik internal pada partai Golkar yang tidak kunjung selesai, ada gejala sebenarnya situasi ini sengaja pelihara dan di design sampai waktu mendekati waktu pelaksanaan pemilu presiden. Dengan kondisi tarik menarik kepentingan yang ada di internal ini, sejatinya partai juga mencermati siapa calon terkuat untuk memenangkan pilpres, lantas kemudian dengan modal yang mereka miliki akan menjadi alat tawar yang efektif untuk mengambil posisi dalam pemerintahan.

Dengan demikian, baik Golkar maupun Demokrat, sejatinya menyimpan misi penting dalam dalam kontestasi pilpres kali ini, hal yang terpenting bagi mereka saat ini adalah menyelamatkan kendaraan partai untuk tetap berada dalam pemerintahan, sambil memperbaiki citra serta tetap menjaga mesin partai agar tetap berjalan dengan efektif melalui program-program kerja pemerintah.

Bagi PDIP dan Gerindra situasi ini perlu dicermati dengan baik, dan tidak gagap dengan perkembangan dan manuver sesaat parpol-parpol yang notabene juga mencari kenyamanannya masing-masing. Lewat pemilihan langsung presiden yang terpenting adalah kualitas calon presiden yang akan menjadi penentu keterpilihan. Belajar dari pilpres 2004 dan 2009, posisi SBY yang notabene Demokrat bukan pemenang pemilu pada 2004 mampu mengusung SBY menjadi Presiden, kemudian dilanjut pada 2009 SBY lewat mesin partai yang semakin efektif serta figur yang citranya terus dibangun pun semakin mulus menduduki posisi sebagai orang nomor satu di negeri ini. Negeri ini tidak dibangun dari manuver partai yang mementingkan posisi semata, namun negara ini dibangun lewat proses kerja nyata, dan amanah dalam mengemban kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat, karena sejatinya Presiden terpilih adalah wakil Tuhan yang berada di bumi untuk menjadi perantara untuk mewujudkan negara yang baldhatun thoyibatun warobbul ghofur.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun