Mohon tunggu...
Agus Kristianto
Agus Kristianto Mohon Tunggu... Freelancer - peminat ekonomi

pemotong pajak

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Menahan Laju Biaya Utang Negara

23 Juni 2024   23:45 Diperbarui: 25 Juni 2024   04:13 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: LKPP & APBN 2024

Pada tahun 2024 ini, biaya utang dianggarkan Rp497 trilyun, setara 21% pendapatan pajak.

Realisasi APBN 2014 - 2022 & APBN 2024

Sumber: LKPP & APBN 2024
Sumber: LKPP & APBN 2024

Melalui Fiscal Monitor edisi April 2024, IMF mengingatkan bahwa sekarang waktu yang tepat untuk mengembalikan keuangan publik yang berkelanjutan ditengah tingginya utang pubik. Pada tahun 2023, utang pemerintahan umum/sektor publik seluruh dunia mencapai 93% GDP. Mengacu pada angka tersebut, posisi Indonesia masih jauh dibawahnya, sekitar 39 persen.

Melihat porsi utang terhadap PDB saja bisa tersesat. Pada utang melekat biaya yang harus dibayar -ditambah pokok utang tentunya. Biaya utang bervariasi antar negara. Mengacu pada data IMF, per 2022 dua negara dengan porsi utang terbesar, yaitu Jepang 214% dan Yunani 192% membayar biaya utang sebesar 1,5% dan 6,3% PDB. 

Pada tahun 2021 (data 2022 belum tersedia), pendapatan perpajakan dua negara berurutan sebesar 34% dan 25% PDB. Biaya utang Jepang (relatif) sangat murah, bahkan sudah murah didukung dengan pendapatan (pajak) yang besar pula. Jepang hanya membelanjakan 4,4% pendapatan pajak untuk biaya bunga, sedangkan Yunani 25 persen. Seandainya pimpinan negara Yunani ingin menyatakan bahwa utang Yunani masih lebih kecil dibanding negara lain, dipendam saja keinginan itu.

Pembatasan (biaya) utang

Tidak ada acuan baku mengenai porsi biaya utang terhadap -misalnya-pendapatan suatu negara. Makin besar porsi biaya utang akan makin berisiko; makin besar pendapatan yang dibayarkan untuk biaya utang, makin kecil porsi yang tersisa untuk belanja layanan masyarakat, termasuk subsidi yang selama ini diberikan. Suatu hal yang selalu dihindari oleh pemerintah. Untuk meningkatkan, bahkan sekedar mempertahankan pun harus menambah utang, sehingga menambah biaya utang.

Selama ini pembatasan jumlah utang mengacu pada UU 17/2003 tentang KN, yang mengatur bahwa akumulasi utang negara tidak boleh lebih besar dari 60% PDB dan defisit anggaran yang akan menambah utang tahun berkenaan maksimum 3% PDB. Ketentuan tersebut selalu dipatuhi dari tahun ke tahun. Jumlah utang saat ini pada kisaran 40% PDB.

Dengan melihat perkembangan beberapa tahun terakhir,  patokan biaya utang maksimum 20% atau satu per lima pendapatan negara masih dalam batas aman. Agar prinsip keadilan atas pendapatan negara tetap bisa dijaga, cukup satu per lima pendapatan negara dari perpajakan diberikan kepada para kreditor. Ini sekaligus menjaga selalu tersedianya ruang fiskal antar pemerintahan, antar generasi.

Kembali ke awal tulisan, pada masa kampanye, calon presiden terpilih mentargetkan penerimaan negara 23% PDB dan setelah terpilih ingin meningkatkan utang menjadi 50% PDB dalam lima tahun pemerintahan nantinya. Pernyataan yang terakhir disambut pasar dengan reaksi negatif yang cukup berlebihan. Seandainya saja dua hal tadi -target pajak dan rasio utang- dijabarkan dengan baik dan terukur, reaksi negatif pasar mungkin berbeda.

Estimasi sederhana, dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir rata-rata pertumbuhan PDB nominal sebesar 8 persen lebih; walau sempat turun karena wabah Covid-19 tahun 2020, namun bisa segera recover pada tahun-tahun berikutnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun