Mohon tunggu...
Dr. Agus Hermanto
Dr. Agus Hermanto Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Hukum Keluarga Islam

Dr. Agus Hermanto adalah dosen di salah satu Perguruan Tinggi di Lampung, selain itu juga aktif menulis buku, jurnal, dan opini. Penulis juga aktif di bidang kajian moderasi beragama, gender dan beberapa kajian kontemporer lainnya.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Mertua Tangguh

20 November 2024   07:50 Diperbarui: 20 November 2024   07:59 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mertua Tangguh
Dr. Agus Hermanto, MHI

Ada tahapan yang butuh disiapkan oleh orang tua selain mengasuh anak-anaknya pada saat kecil hingga dewasa, tahapan itu adalah tahapan akhir dari tugas orang tua mengasuh anak, yaitu pada saat anak kandungnya telah menikah dan telah membangun rumah tangga. Ketika anak sudah menikah, maka orang tua harus mampu menjadi orang yang tangguh, karena akan bertambahnya anggota keluarga, dan tugas yang paling besar bagi orang tua adalah bagaimana ia mampu menjadi orang tua yang baik serta mampu menjadi mertua yang tangguh, terutama yang menjadi tantangan berat adalah ketika memiliki anak laki-laki dan memiliki menantu perempuan.

Berawal dari sebuah fenomena yang terjadi dari cerita dan beberapa realita di masyarakat. Kerap kali hubungan antara orang tua anak laki-laki tidak harmonis hubungannya dengan menantu perempuan, yaitu istri dari anaknya. Hal ini kerap kali terjadi karena anak laki-laki adalah kebanggaan orang tua, terutama anak laki-laki pertama atau tertua, sehingga orang tua selalu berupaya membesarkan dia, hingga memperjuangkannya sampai pada pendidikan yang tinggi dan memiliki pekerjaan yang mapan. Realitanya, orang tua kerap kali mengharapkan kepada anak laki-laki tersebut kelak ketika sukses menjadi tumpuan orang tuanya, hingga pada akhirnya ia menikah orang tua memiliki rasa kecemburuan pada pasangannya (menentu perempuan), yang dianggapnya merebut hak orang tuanya yang telah susah payah memperjuangkan hingga sukses hidup bersama istrinya dan tentunya tidak lagi bersama saudara kandungnya. Realita ini terjadi secara nyata di masyarakat, sehingga menarik untuk dicermati dan dituangkan dalam tulisan pendek ini.

Suatu saat orang tua datang ke rumah anak, sekedar main, atau anak datang kerumah orang tuanya, lalu orang tua dengan semangat menggebu-gebu menceritakan hal tertentu kepada anak menantu perempuannya, tentang hal yang terjadi antara anak, atau anak-anak yang diikutinya atau yang ikut dengannya. Bercerita lah panjang kali lebar, hingga kalimat-kalimat yang tidak lazim tersampaikan, sang menantu mendengarkan dengan penuh antusias kata demi kata yang disampaikan oleh orang mertua kepada menantu perempuan, hingga sang mertua merasa nyaman, sang menantu dengan hati-hati dan kalimat yang tertata sedikit demi sedikit memberikan nasehat hingga masukan. 

Pada sisi lain, kerap kali orang tua (mertua) merasa nyaman dan selesailah segala uneg-uneg yang dirasakannya, saking nyamannya hingga ia tanpa sadar menyampaikan beberapa ungkapan menantunya pada anak-anak kandungnya, hingga terjadi kalimat-kalimat yang berbeda dengan tutur awal yang disampaikan menantu, pada saat itulah sejatinya orang tua harus siap memilah dan milih hingga mengendalikan diri terhadap anak atau anak menantunya, sehingga seorang ibu benar-benar menjadi mertua yang tangguh.

Begitu sulitnya menjadi orang tua, sehingga kerap kali hal seperti ini terjadi, entah karena daya tangkap orang tua yang tidak lagi maksimal karena usia atau karena beda generasi dengan anaknya sehingga ada dua jalur komunikasi yang berbeda, yaitu antara yang disampaikan dengan apa yang ditangkap. Daripada itulah anak harus mampu memahami psikologi orang tua, baik selalu anak kandung atau anak mertua, mereka adalah yang membesarkan kita, atau membesarkan pasangan kita, tidak ada kalimat yang buruk untuk mereka kecuali memahami dan menjaga persaudaraan, kurangi pemicu konflik, sehingga ishlah dan komunikasi kerap kali menjadi kata kunci mewujudkan satu kata "tangguh".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun