Mohon tunggu...
agus hendrawan
agus hendrawan Mohon Tunggu... Guru - Tenaga Kependidikan

Pendidikan, menulis, berita, video, film, photografi, sinematografi, alam, perjalanan.

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Sebuah Cerita di Balik Pertumbuhan Bisnis Syariah

17 Januari 2025   09:58 Diperbarui: 17 Januari 2025   10:19 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Topik Pilihan Kompasiana (Sumber: Dokumen Kompasiana)

Beberapa waktu yang lalu saya menerima kunjungan sorang adik, saya duduk di meja makan sambil menyeruput secangkir teh hangat. Di hadapan saya, adik saya: Yani (bukan nama sebenarnya), berbicara panjang lebar tentang pengalaman barunya membuka tabungan di bank syariah. "Kak, aku kira awalnya beda banget sama bank biasa, ternyata, ya gitu-gitu aja," katanya sambil mengangkat bahu.

Saya tersenyum, mencoba menelan kebingungan yang diam-diam muncul di kepala saya. "Sama aja gimana?" tanya saya, memancingnya untuk bercerita lebih jauh.

Yani menjelaskan bahwa dia diminta menandatangani akad bagi hasil, tetapi setelah beberapa bulan, dia merasa tidak ada perbedaan yang signifikan dibandingkan dengan bank konvensional. "Mungkin cuma soal nama, ya? Tapi aku masih nggak ngerti bedanya."

Obrolan itu terus berputar di kepala saya selama beberapa hari, sampai akhirnya saya menemukan tantangan menulis tentang hal ini di Kompasiana. Sebagai seorang blogger, saya selalu mencari inspirasi untuk tulisan, dan komentar Yani menjadi bahan pemikiran yang menarik. Kalau benar bisnis syariah hanya soal nama, kenapa banyak orang beralih ke sana? Apa yang membuatnya berkembang pesat?

Bisnis Syariah acap kali disebut sebagai alternatif etis bagi bisnis konvensional. Tapi, bagaimana sebenarnya prinsip ini diterapkan dalam praktiknya, dan apa yang membuatnya berkembang di masyarakat modern? Mari kita bahas lebih lanjut.

Mencari Jawaban

Saya memutuskan untuk mencari tahu, sebuah artikel di internet menyebutkan bahwa Indonesia adalah salah satu negara dengan pertumbuhan bisnis syariah tercepat di dunia. 

Menurut laporan, Indonesia Peringkat 3 Ekonomi Syariah Dunia: Bukti Potensi Besar dan Strategi Jitu yang diterbitkan oleh Indonesia.go.id pada 14 Juli 2024, Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Juda Agung menyatakan bahwa pembiayaan perbankan syariah di Indonesia tumbuh sebesar 14,07 persen secara tahunan (year on year/yoy) pada Mei 2024. Pertumbuhan ini lebih tinggi dibandingkan dengan pembiayaan konvensional yang tumbuh 12,15 persen secara yoy.

Berdasarkan Laporan Perkembangan Keuangan Syariah Indonesia Tahun 2023 yang diterbitkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pertumbuhan rata-rata aset perbankan syariah tetap kuat selama lima tahun terakhir, ditunjukkan dengan pertumbuhan aset perbankan syariah yang terus berada pada tren positif.  

Dari data di atas menunjukan bahwa aset keuangan syariah tumbuh pesat dalam lima tahun terakhir. Industri halal termasuk: makanan, kosmetik, dan perjalanan, juga meroket.

Namun, yang membuat saya benar-benar tersentuh adalah cerita di balik prinsip-prinsip bisnis syariah. Saya menganggap bisnis ini berakar pada nilai-nilai yang sangat manusiawi: keadilan, transparansi, dan keberkahan.

"Berbeda dengan bank konvensional yang berfokus pada bunga, bank syariah menggunakan akad bagi hasil," kata seorang kakak yang yang kebetulan dia seorang sarjana ekonomi yang bekerja di Bapeda Kabupaten Subang. Akad ini berarti keuntungan dan kerugian ditanggung bersama, menciptakan hubungan yang lebih adil antara bank dan nasabah.

Menghidupkan Prinsip

Saya jadi teringat cerita seorang teman yang bekerja di perusahaan travel berbasis syariah. Dia mengatakan, "Kami nggak cuma jual tiket umrah, tapi juga memastikan semua aspek perjalanan halal, dari makanan hingga fasilitas. Bahkan, kami mengutamakan keadilan untuk mitra usaha kecil yang bekerjasama dengan kami."

Kisah ini mengungkapkan pada saya bahwa bisnis syariah ternyata memiliki konsep yang berbeda dengan bank konvensional, diantaranya dengan mengedepankan etika dan tanggung jawab sosial. Mungkin hal inilah yang membuatnya menarik lebih banyak perhatian orang.

Tantangan di Tengah Perjalanan

Namun, perjalanan bisnis syariah tidak selalu mulus. Ketika saya bertanya lagi pada Yani, dia mengeluhkan kurangnya edukasi dari bank. "Mereka cuma bilang ini syariah, tapi nggak menjelaskan detailnya. Aku kan jadi bingung, Kak."

Saya menyadari bahwa tantangan terbesar bisnis syariah bukan hanya bersaing dengan konvensional, tetapi juga membangun kepercayaan melalui edukasi. Banyak orang, seperti Yani, masih sulit memahami perbedaan mendasar ini.

Kesimpulan: Harapan untuk Masa Depan

Saat saya menutup laptop setelah menulis draft artikel ini, saya merasa ada harapan besar untuk bisnis syariah. Bisnis syariah adalah sistem ekonomi, yang juga merupakan satu upaya menuju keadilan sosial. Saya berharap dimasa depan lebih banyak orang memahami bahwa bisnis ini menguntungkan semua pihak, dan mengupayakan keberkahan.

Kini saya berencana mengajak Yani ke seminar tentang keuangan syariah untuk belajar bersama. Sebab, seperti yang pernah dia katakan, "Kalau prinsipnya baik, kenapa kita enggak ikut mendukung?"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun