Musik streaming, konten viral, atau fast fashion, misalnya, sering dianggap terlalu homogen dan cepat usang.
2. Kebutuhan Identitas Unik dan Ekspresi Diri
Di tengah lingkungan yang serba digital dan global, individu sering merasa sulit untuk menemukan jati diri. Barang-barang vintage seperti kaset tape atau pakaian thrift menjadi cara mereka untuk memisahkan diri dari arus utama dan menampilkan identitas yang lebih personal.
3. Nostalgia dan Sentimen Romantis
Meskipun Generasi Z tidak mengalami langsung era kejayaan kaset atau vinyl, banyak dari mereka tertarik pada benda-benda ini karena koneksi emosional dan pengalaman taktil yang ditawarkan.Â
Mendengarkan musik lewat kaset, misalnya, membutuhkan lebih banyak usaha, sehingga terasa lebih bermakna dibandingkan hanya memutar lagu di Spotify.
4. Perlawanan Terhadap Algoritma dan Produksi Massal
Di era media sosial, algoritma mendorong konsumsi konten seragam kepada pengguna. Sebagai respons, tren anti-mainstream muncul sebagai bentuk pemberontakan terhadap algoritma dan budaya massal ini.
Peran Media Sosial dalam Menghidupkan Kembali Budaya Indie
Ironisnya, meskipun budaya indie dan anti-mainstream mencoba menjauh dari tren populer, media sosial justru menjadi salah satu katalis utama kebangkitannya. Platform seperti Instagram, TikTok, dan YouTube berperan penting dalam menyebarkan tren seperti:
- Thrift shopping dan pakaian vintage.
- Musik kaset dan vinyl sebagai simbol perlawanan terhadap streaming.
- Komunitas kreatif dan DIY (Do It Yourself), di mana orang berbagi karya seni dan proyek independen.
Misalnya, seorang pengguna TikTok yang memamerkan koleksi kasetnya bisa memicu tren di mana banyak orang ikut berburu kaset bekas di pasar loak. Meski terkesan anti-mainstream, tren ini pada akhirnya bisa berkembang menjadi arus baru berkat eksposur di media sosial.
Dampak Tren Ini terhadap Industri dan Identitas