Mohon tunggu...
agus hendrawan
agus hendrawan Mohon Tunggu... Guru - Tenaga Kependidikan

Pendidikan, menulis, berita, video, film, photografi, sinematografi, alam, perjalanan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Doom Spending Era Pinjaman Online

30 September 2024   21:52 Diperbarui: 1 Oktober 2024   12:53 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Istilah doom spending mencerminkan kecenderungan perilaku belanja impulsif yang sering kali terjadi karena tekanan sosial, kecemasan finansial, atau bahkan kebutuhan untuk eksis di masyarakat bahkan di medsos. Fenomena ini kini banyak ditujukan pada Gen Z sebagai korbannya.

Sebagai orang awam saya menilainya melalui diri sendiri dan atau orang terdekat, saya tidak bisa menunjukan data survey atau data pendukung lain selain dari penilaian pribadi terhadap diri sendiri dan orang-orang terdekat.

Berdasarkan pengalaman pribadi perilaku anak muda pada umumnya semua mengarah kesana, hal ini saya akui sendiri sebagai generasi setengah abad (usia saya sekarang), waktu saya muda ya melakukan hal serupa. Bukan tanpa alasan, sebagai anak muda saya merasa butuh eksis di status sosial dengan mengutamakan penampilan luar.

Baju, jam tangan, dan sepatu semua saya beli yang bermerek. Padahal untuk meutupi itu semua saya hampir berpuasa selama sebulan gaji yang saya terima untuk makan seadanya, bahkan muncul sikap masa bodoh pada masa depan yang penting saat ini saya bisa eksis dan urusan besok bagaimana nanti saja. Semua saya lakukan demi gaya hidup, ujung-ujungnya sih demi menarik perhatian lawan jenis.

Saya pikir itu adalah hal biasa, asal masih mempunyai batasan meski resikonya saya jadi romantis (roko, makan, gratis) alias mengandalkan keuangan orang tua meski mereka juga hidup pas-pasan. Yang penting judulnya saya tidak punya utang, karena zaman saya tidak ada pinjaman online (pinjol).

Masalah muncul karena perbedaan zaman memainkan peran penting disaat ini, pada masa saya meskipun gaya hidup konsumtif sudah ada, tidak ada tekanan sebesar sekarang. Dengan munculnya pinjaman online (pinjol) dan media sosial, generasi sekarang khususnya Gen Z terpapar pada dunia yang menuntut gaya hidup serba instan. Banyak dari mereka yang terjerat utang hanya untuk mempertahankan citra sosial di mata teman sebaya atau lingkungannya.

Generasi muda hari ini berada dalam situasi yang berbeda. Teknologi membuat akses terhadap keuangan jauh lebih mudah, dan itu mempunyi risiko tersendiri seperti yang banyak kita saksikan saat ini. Banyak orang tua yang akhirnya harus melunasi pinjaman anaknya yang terjerat pinjaman online (pinjol) dengan angka yang fantastis.

Untuk itu perlu kiranya kita mulai melakukan kampanye untuk mengatasinya, diantaranya dengan memberikan edukasi keuangan yang lebih mendalam kepada generasi muda. Kampanye ini harus menyasar aspek kesadaran tentang pentingnya mengelola keuangan dengan bijak dan mampu membedakan antara kebutuhan dan keinginan. 

Banyak dari mereka yang terjebak dalam gaya hidup konsumtif tanpa menyadari risiko jangka panjang yang menyertainya.

Edukasi ini dapat dimulai dari sekolah, dengan menjadikan literasi keuangan sebagai bagian dari kurikulum, atau melalui kampanye di media sosial yang berfokus pada pengelolaan uang, investasi, dan pentingnya menabung. Selain itu, keluarga juga berperan penting dalam memberikan teladan. 

Orang tua perlu mendiskusikan masalah keuangan secara terbuka dengan anak-anak mereka, memberikan pemahaman tentang bagaimana cara mengatur anggaran, mengelola utang, dan pentingnya membangun dana darurat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun