Mohon tunggu...
agus hendrawan
agus hendrawan Mohon Tunggu... Guru - Tenaga Kependidikan

Pendidikan, menulis, berita, video, film, photografi, sinematografi, alam, perjalanan.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Tragedi di Kali Bekasi, Ketika Keputusan Impulsif Anak Muda Berujung Maut

23 September 2024   12:29 Diperbarui: 25 September 2024   13:19 532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: Pexels/kat wilcox 

Belasan tahun membina anak-anak Sispala (Siswa Pecinta Alam) adalah pengalaman yang penuh warna, kadang mendebarkan, seringkali mengharukan, tetapi selalu bermakna.

Di tengah alam liar, mereka berani mengambil keputusan yang tampak nekat tanpa mempertimbangkan konsekuensi jangka panjang. Bagi mereka, dunia adalah arena petualangan yang harus ditaklukkan.

Namun, sering kali, mereka baru menyadari risiko besar setelah sesuatu yang buruk terjadi. Itulah ciri khas jiwa muda berani, penuh semangat, tetapi minim pengalaman.

Selama bertahun-tahun menemani mereka dalam ekspedisi di hutan, gunung, dan sungai, saya semakin mudah mengenali karakter mereka yang sesungguhnya.

Di bawah tekanan lingkungan yang kadang mencekam serta kelelahan fisik yang luar biasa, sisi sejati dari kepribadian mereka kerap muncul ke permukaan. 

Di situlah saya menyaksikan bagaimana jiwa muda ini berjuang menemukan identitasnya, sering kali melalui proses yang penuh tantangan dan risiko.

Baca juga: Pulau Semak Daun

Ada beberapa poin yang dapat diambil dari pengalaman bertahun-tahun tersebut, di antaranya:

1. Keputusan Saat Terdesak:

Anak-anak Sispala cenderung mengambil keputusan tanpa perhitungan matang ketika terjebak dalam situasi mendesak. Mereka berani bertindak, kadang terkesan nekad, baru sadar ketika hal buruk menimpa mereka.

Ini adalah bagian dari proses pencarian jati diri, di mana mereka sedang belajar memahami batasan diri dan lingkungannya.

2. Minimnya Pengalaman dan Kesadaran Risiko:

Keputusan-keputusan yang mereka ambil sering kali mengabaikan potensi risiko karena minimnya pengalaman.

Mereka cenderung mengandalkan kekuatan fisik untuk menghadapi semua situasi, seolah-olah semua tantangan dapat ditaklukkan dengan otot, tanpa mempertimbangkan resiko mental dan emosional yang terlibat.

3. Keberanian dalam Kelompok:

Dalam kelompok, keberanian mereka meningkat secara signifikan. Mereka lebih berani mengambil jalan pintas dengan risiko yang lebih besar, karena merasa didukung oleh teman-teman mereka. 

Namun, keputusan seperti ini biasanya bertujuan untuk menghindari hukuman atau konsekuensi dari pembina atau senior. 

Padahal, di sinilah pentingnya peran pembinaan, untuk mengajarkan bahwa ada cara lain yang lebih bijak dalam menghadapi masalah tanpa harus mengambil risiko yang merugikan.

Tujuh mayat laki-laki ditemukan di Kali Bekasi, Minggu (22/9/2024).(Tangkapan layar Kompas TV)
Tujuh mayat laki-laki ditemukan di Kali Bekasi, Minggu (22/9/2024).(Tangkapan layar Kompas TV)

Pengalaman ini membuat saya merenungkan kembali kejadian tragis di Kali Bekasi, di mana sekelompok anak muda menceburkan diri ke sungai dan mengakibatkan hilangnya nyawa tujuh orang di antara mereka.

Meski investigasi masih berlangsung, indikasi sementara menunjukkan bahwa mereka melakukan tindakan tersebut karena ketakutan saat berhadapan dengan polisi.

Ini adalah salah satu contoh nyata dari perilaku impulsif yang mirip dengan yang sering saya lihat dalam kegiatan Sispala.

Di bawah tekanan, mereka memilih jalan yang terlihat mudah lari dari masalah, meskipun jalan tersebut jauh lebih berbahaya.

Refleksi dari Insiden Kali Bekasi

Praduga kematian tujuh pemuda ini tampaknya merupakan akibat dari rasa takut yang luar biasa, sehingga mereka memilih melompat ke kali ketimbang menghadapi polisi.

Tidak ada bedanya dengan seseorang yang mencoba menghindari razia polisi dengan menerobos barikade dan masuk ke jalan tikus yang justru lebih berbahaya, penuh dengan risiko pembegalan atau kecelakaan.

Keputusan nekat ini menggarisbawahi sebuah ironi. Padahal, jika mereka menghadapi polisi dengan jujur, mungkin situasinya bisa diatasi dengan lebih bijak. 

Sama seperti dalam pembinaan Sispala, menghadapi pembina atau senior dengan terbuka sering kali lebih aman dibandingkan memilih jalan pintas yang penuh risiko. 

Namun, anak muda seringkali lebih takut terhadap otoritas daripada ancaman nyata yang ada di depan mata.

Rasa takut terhadap hukuman atau konsekuensi sering kali mendorong mereka ke tindakan yang lebih berbahaya, dan pada kasus ini, akibatnya sangat fatal.

Pentingnya Pembinaan dan Edukasi Risiko

dokpri
dokpri

Kejadian ini menjadi pengingat pentingnya peran pembinaan dalam membentuk karakter dan pola pikir anak muda.

Melalui pembinaan yang baik, anak-anak bisa diajarkan untuk memahami bahwa keberanian sejati bukanlah soal menghindari otoritas atau mengambil jalan pintas yang berisiko, melainkan tentang menghadapi masalah dengan kepala dingin dan hati terbuka.

Salah satu tujuan utama dari kegiatan seperti Sispala adalah mengajarkan mereka bahwa alam, seperti halnya kehidupan, menuntut perhitungan yang matang dan kebijaksanaan dalam mengambil keputusan.

Edukasi risiko harus menjadi bagian integral dari setiap kegiatan kepanduan, pecinta alam, atau ekstrakurikuler yang melibatkan anak muda.

Mereka perlu dilatih untuk menghadapi tekanan dan membuat keputusan yang tepat, bukan hanya dengan mengandalkan keberanian fisik, tetapi juga dengan mempertimbangkan dampak dan konsekuensi dari setiap tindakan.

Kesimpulan

Belasan tahun pengalaman saya bersama anak-anak Sispala mengajarkan satu hal yang jelas yaitu di balik semangat mereka yang membara, ada kebutuhan mendesak untuk pembinaan yang lebih dalam dan edukasi risiko yang lebih baik.

Kasus di Kali Bekasi menjadi cerminan dari perilaku impulsif anak muda yang sering kali terjebak dalam situasi yang tampak tanpa jalan keluar.

Di sinilah pentingnya peran pembina, guru, dan orang dewasa lainnya untuk membantu mereka memahami bahwa hidup ini bukan hanya soal keberanian, tetapi juga soal kebijaksanaan dalam memilih jalan yang benar.

Pada akhirnya, kita harus menyadari bahwa masa muda adalah masa belajar, masa penuh semangat dan energi, tetapi juga masa di mana pembinaan dan bimbingan sangat diperlukan agar mereka bisa tumbuh menjadi pribadi yang bijak dalam menghadapi kehidupan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun