Secara mutlak hubungan kita sebagai orang tua dengan anak ketika masih usia balita adalah suatu keniscayaan, fase ini memungkinkan sang anak tidak mau jauh dari kita bahkan untuk keperluan sebentar.
Beranjak dewasa biasanya ketika menginjak remaja, anak kita mulai jaga jarak biasanya karena Sang Anak merasa mulai mempunyai kepentingan dan urusan yang berbeda.
Apalagi setelah dewasa, anak kita menikah dan punya keluarga sendiri. Pada umumnya mereka telah menemukan jati dirinya masing-masing.
Tapi semua fase itu menurut saya adalah pilihan, banyak cara untuk tetap senantiasa dekat dengan anak tergantung bagaimana kita menempatkan diri sebagai orang tua dengan anak sesuai usianya.
Di fase balita kita tumpuan satu-satunya, di fase remaja kita bisa menempatkan diri sebagai temannya, dan di fase selanjutnya kita bisa menempatkan diri sebagai advisornya.
Pendapat saya tentang hubungan antara anak dan orang tua sebagai pilihan dalam pola asuh menunjukan hubungan ini memang tidak bersifat statis, melainkan dinamis, bergantung pada tahap perkembangan anak dan bagaimana orang tua beradaptasi dengan perubahan tersebut. Mari kita coba kembangkan lebih lanjut dengan beberapa perspektif:
1. Fase Balita Sebagai Fondasi Emosional
Pada masa balita, hubungan orang tua dan anak sangat erat karena anak secara biologis dan emosional bergantung sepenuhnya pada orang tuanya. Pada fase ini, peran orang tua sebagai sumber keamanan, kasih sayang, dan perlindungan sangat vital. Kedekatan fisik dan emosional yang terjalin akan membentuk dasar dari ikatan yang kuat di masa depan.
Namun, walaupun kedekatan ini bersifat keniscayaan, penting bagi orang tua untuk mulai membangun kemandirian anak sejak usia dini. Ini bisa dilakukan dengan memberikan anak kesempatan untuk mengeksplorasi dunia dengan rasa aman, sambil memastikan mereka tahu bahwa orang tua akan selalu ada ketika mereka membutuhkannya. Fase ini bukan hanya tentang mengasuh, tetapi juga tentang menanamkan kepercayaan diri dan rasa aman pada anak.
2. Fase Remaja Sebagai Transisi Menuju Otonomi
Ketika anak beranjak remaja, jarak emosional dan fisik mulai terasa. Ini adalah tahap alami di mana anak mencari identitas dan kemandiriannya sendiri. Mereka mulai mengeksplorasi dunia luar dan mulai memiliki pemikiran serta pandangan yang berbeda dari orang tua. Pada fase ini, penting bagi orang tua untuk mengubah pendekatan. Ketimbang hanya menjadi otoritas, orang tua bisa bertransisi menjadi teman dan mentor.
Namun, tantangan di sini adalah bagaimana menjaga keseimbangan antara memberi ruang kepada anak untuk tumbuh dan tetap memberikan arahan yang bijaksana. Remaja masih membutuhkan batasan dan bimbingan, tetapi cara penyampaiannya perlu lebih dialogis daripada direktif. Komunikasi yang terbuka dan menghargai pandangan anak menjadi kunci untuk tetap dekat dengan mereka pada fase ini.
3. Fase Dewasa Sebagai Hubungan yang Setara
Ketika anak dewasa, mereka mulai membentuk identitas yang lebih mandiri, mungkin menikah, memiliki pekerjaan, dan menjalani kehidupan mereka sendiri. Pada titik ini, banyak orang tua merasakan semacam jarak emosional yang lebih jauh dari anak-anak mereka, terutama karena anak-anak sekarang telah memiliki tanggung jawab baru dalam kehidupan mereka.
Namun, seperti yang saya katakan, fase ini adalah tentang pilihan. Orang tua dapat tetap relevan dalam kehidupan anak-anak dewasa mereka dengan menempatkan diri sebagai penasihat atau advisor yang bijaksana. Alih-alih mengendalikan, orang tua bisa menjadi seseorang yang memberikan nasihat ketika diminta, tanpa harus terlalu campur tangan dalam kehidupan anak-anak mereka. Hubungan di fase ini bisa lebih setara dan dewasa, di mana saling menghormati menjadi pondasi utama.
4. Hubungan sebagai Pilihan Adaptasi yang Berkelanjutan
Seperti yang saya katakan, hubungan orang tua dan anak di setiap fase sebenarnya adalah pilihan. Pilihan ini bergantung pada bagaimana orang tua beradaptasi dengan kebutuhan emosional dan psikologis anak pada setiap tahap perkembangan. Orang tua yang berhasil beradaptasi dengan baik akan dapat menjaga hubungan yang harmonis dengan anak-anak mereka. Sebaliknya, jika orang tua tetap kaku dengan peran otoritatif atau tidak mampu mengikuti perubahan, maka hubungan dengan anak bisa menjadi lebih renggang.
Di setiap fase, penting bagi orang tua untuk fleksibel dan terbuka, serta mau belajar dan mendengarkan. Hubungan orang tua dan anak yang baik bukan hanya dibangun oleh kasih sayang, tetapi juga oleh pemahaman, komunikasi, dan rasa hormat terhadap perubahan yang terjadi seiring waktu.
5. Tantangan Modern Sebagai Peran Teknologi dan Budaya
Tidak bisa dipungkiri bahwa dalam konteks modern, teknologi dan budaya memberikan pengaruh besar terhadap hubungan orang tua dan anak. Media sosial, teknologi digital, dan tuntutan hidup modern seringkali membuat jarak antara generasi semakin terasa. Di sini, orang tua perlu memiliki kepekaan terhadap perubahan zaman tanpa kehilangan esensi peran mereka sebagai orang tua.
Maka, pilihan dalam menjaga kedekatan dengan anak juga melibatkan kemampuan orang tua untuk mengintegrasikan teknologi dan memahami dunia baru yang dihadapi anak-anak mereka, sambil tetap mempertahankan nilai-nilai inti keluarga.
Kesimpulan
Hubungan orang tua dan anak memang dapat dipandang sebagai sebuah pilihan, pilihan untuk terus menyesuaikan diri dengan perkembangan anak seiring berjalannya waktu. Orang tua perlu beradaptasi dari fase ke fase, dari peran sebagai pelindung di masa balita, teman di masa remaja, hingga penasihat di masa dewasa. Dengan keterbukaan, fleksibilitas, dan rasa hormat terhadap proses pertumbuhan anak, hubungan ini dapat tetap harmonis, meskipun dunia terus berubah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H