Mohon tunggu...
agus hendrawan
agus hendrawan Mohon Tunggu... Guru - Tenaga Kependidikan

Pendidikan, menulis, berita, video, film, photografi, sinematografi, alam, perjalanan.

Selanjutnya

Tutup

Film

Film Budi Pekerti di Mataku

2 September 2024   15:31 Diperbarui: 2 September 2024   15:49 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
screenshot akun Netflix (dokpri)

Pendahuluan

Kekacauan persepsi publik yang digiring secara membabi buta menghakimi seseorang tanpa memverifikasi kebenarannya secara berimbang, mungkin itulah kesimpulan dari akhir cerita film ini.

Hal di atas mengambarkan kehidupan dunia sosial saat ini yang dipengaruhi media sosial digital (medsos), lalu dimana peran dunia nyata yang sesungguhnya saat ini berada. Apa bisa kehidupan nyata merubah image seseorang yang terlanjur terpuruk oleh pemberitaan negatif di dunia maya yang kebenarannya masih memerlukan pembuktian lebih lanjut.

Fenomena yang digambarkan mencerminkan kondisi nyata di mana persepsi publik dapat dengan cepat dibentuk oleh narasi yang beredar di media sosial. Ini adalah cerminan dari dunia digital saat ini, di mana informasi, opini, dan bahkan fitnah dapat menyebar dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya. 

Situasi ini semakin diperburuk oleh adanya filter bubble dan echo chamber di media sosial, yang memperkuat pandangan tertentu dan membatasi pandangan yang berlawanan. Akibatnya, banyak orang cenderung mengikuti opini mayoritas tanpa memverifikasi kebenaran informasi tersebut.

Filter bubble dan echo chamber adalah dua fenomena di media sosial yang mempengaruhi cara kita menerima dan memproses informasi.

1. Filter Bubble (Gelembung Penyaring)

Filter bubble adalah kondisi di mana seseorang hanya terpapar informasi dan konten yang sesuai dengan preferensi, pandangan, atau minatnya, tanpa disadari. Hal ini disebabkan oleh algoritma di platform digital (seperti Google, Facebook, Twitter, dan lainnya) yang menyaring konten berdasarkan perilaku online pengguna, seperti apa yang mereka sukai, cari, atau klik. Algoritma ini dirancang untuk menunjukkan konten yang dianggap relevan bagi setiap pengguna berdasarkan data yang dikumpulkan tentang mereka.

Efeknya:

  • Pengguna hanya melihat informasi yang sejalan dengan pandangan mereka, sementara informasi yang berlawanan atau berbeda jarang muncul.
  • Ini dapat mempersempit perspektif pengguna karena mereka tidak lagi mendapatkan pandangan yang beragam atau informasi yang mungkin lebih objektif.
  • Pengguna mungkin merasa yakin bahwa pendapat mereka adalah mayoritas atau satu-satunya yang benar, karena mereka tidak terpapar pada pandangan yang berbeda.

2. Echo Chamber (Ruang Gema)

Echo chamber adalah kondisi di mana seseorang terjebak dalam sebuah kelompok sosial atau lingkungan yang hanya memperkuat atau menggemakan pandangan, keyakinan, atau opini tertentu. Di dalam echo chamber, orang-orang cenderung berinteraksi dengan orang lain yang berpikiran serupa, dan mereka saling mendukung, memperkuat, dan mengulang opini yang sama.

Efeknya:

  • Pandangan yang berbeda atau kritik terhadap opini kelompok seringkali tidak diperhatikan, ditolak, atau diabaikan.
  • Ini menyebabkan penguatan bias, di mana keyakinan kelompok menjadi semakin kuat tanpa mempertimbangkan bukti atau opini yang berbeda.
  • Echo chamber dapat memperburuk polarisasi sosial dan politik karena orang cenderung menghindari interaksi dengan kelompok yang memiliki pandangan berbeda.

Contoh di Media Sosial:

Misalnya, jika seseorang sering menyukai dan berbagi artikel atau konten tentang teori konspirasi tertentu, algoritma media sosial akan menampilkan lebih banyak konten serupa untuk orang tersebut. Selanjutnya, jika mereka hanya berinteraksi dengan orang-orang yang memiliki pandangan serupa, maka mereka berada dalam echo chamber yang memperkuat keyakinan mereka tanpa tantangan atau perspektif lain.

Dampak dari Kedua Fenomena:

Kedua fenomena ini bisa membatasi pemahaman seseorang tentang isu-isu kompleks karena mereka hanya melihat sebagian dari realitas, sering kali versi yang sudah disaring atau dikuatkan oleh kelompok tertentu. Akibatnya, ini bisa memperparah kesalahpahaman, meningkatkan konflik, dan mempersulit dialog yang konstruktif antara kelompok-kelompok dengan pandangan berbeda.

Peran Dunia Nyata

Peran dunia nyata dalam hal ini memang menjadi semakin kabur, tetapi bukan berarti tidak ada kekuatan untuk mengubah persepsi. Kehidupan nyata tetap memiliki pengaruh yang signifikan melalui interaksi langsung, pengalaman personal, dan pengamatan yang tidak dimediasi oleh algoritma atau opini kelompok. Namun, untuk merubah image seseorang yang sudah terlanjur tercoreng di dunia maya, diperlukan usaha yang lebih terstruktur dan komprehensif.

Beberapa solusi untuk menghadapi fenomena ini:

1. Pendidikan Literasi Digital: Masyarakat perlu diberdayakan dengan pengetahuan yang memadai tentang literasi digital, termasuk kemampuan untuk berpikir kritis, memverifikasi informasi, dan memahami bagaimana media sosial dapat memanipulasi persepsi.

2. Transparansi dan Klarifikasi: Individu yang menjadi korban pemberitaan negatif perlu mengambil inisiatif untuk mengklarifikasi situasi dengan cara yang transparan dan terbuka, misalnya dengan menyediakan bukti-bukti yang mendukung, berbicara langsung dengan pihak media, atau menggunakan platform yang tepat untuk menjelaskan sudut pandangnya.

3. Pendekatan Hukum: Ketika narasi negatif sudah mengarah ke fitnah atau pencemaran nama baik, pendekatan hukum bisa menjadi jalan keluar untuk mendapatkan keadilan. Ini juga dapat memberikan efek jera bagi pihak-pihak yang menyebarkan informasi palsu.

4. Menggunakan Dukungan Sosial: Memanfaatkan jaringan dukungan sosial di dunia nyata, seperti keluarga, teman, atau komunitas, dapat membantu memperkuat posisi seseorang dan menunjukkan kepada publik bahwa ada banyak sudut pandang yang perlu dipertimbangkan.

5. Mengelola Kehadiran Online secara Proaktif: Menggunakan media sosial secara positif untuk membagikan konten yang mendukung reputasi seseorang, memperkuat nilai-nilai positif, dan memperlihatkan komitmen terhadap kebenaran dapat membantu memperbaiki citra yang sudah tercoreng.

Menghadapi fenomena ini memang tidak mudah, tetapi dengan pendekatan yang tepat, seseorang bisa mempengaruhi kembali persepsi publik dan membuktikan kebenaran di balik berita atau opini yang tidak berdasar.

Kesimpulan

Budi Pekerti adalah sebuah film drama Indonesia yang disutradarai oleh Wregas Bhanuteja. Film ini dirilis pada tahun 2023 dan diproduksi oleh Rekata Studio dan Kaninga Pictures. Pemeran Utama: Ine Febrianti, Angga Aldi Yunanda, Prilly Latuconsina, dan Dwi Sasono.

Film ini menggambarkan fenomena sosial yang sangat relevan di era digital, yaitu bagaimana tindakan di dunia nyata bisa dengan mudah berubah menjadi kontroversi di dunia maya dan seberapa besar dampak yang bisa ditimbulkan oleh media sosial terhadap kehidupan seseorang. Film ini juga mengeksplorasi konsep Budi Pekerti, yaitu moral dan etika dalam kehidupan sehari-hari, serta bagaimana nilai-nilai ini bisa dipertanyakan atau bahkan hilang di tengah keramaian media sosial (Medsos). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun