Mohon tunggu...
agus hendrawan
agus hendrawan Mohon Tunggu... Guru - Tenaga Kependidikan

Pendidikan, menulis, berita, video, film, photografi, sinematografi, alam, perjalanan.

Selanjutnya

Tutup

Horor Pilihan

Bayangan di Bawah Beringin (Jejak Semu di Ujung Senja Bagian 2)

29 Agustus 2024   14:18 Diperbarui: 29 Agustus 2024   14:31 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Horor. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Mystic Art Design

"Bayangan di Bawah Beringin"

Rengganis merasa semakin sering merasakan kehadiran yang tak terlihat di bawah beringin tua itu. Sejak pertemuannya dengan Sakti, ada sesuatu yang menarik Rengganis kembali ke sana, seperti magnet yang tak terlihat tapi begitu kuat. 

Setiap kali ia duduk di akar-akar menjuntai pohon itu, angin seolah berbisik di telinganya, menceritakan cerita-cerita lama yang terpendam di antara dedaunan dan ranting.

Malam ini, bintang-bintang lebih cerah dari biasanya, seperti menari di atas langit. Rengganis merapatkan kerudungnya di leher. Udara semakin dingin, namun ia tidak terganggu. 

Ada sesuatu yang membuatnya tetap di sana, menunggu. Ia merasa, mungkin saja Rangga atau bahkan Sakti akan muncul lagi. Ia ingin tahu lebih banyak tentang Sakti anak lelaki dengan mata kosong namun penuh arti itu.

Saat tengah merenung, Rengganis mendengar suara langkah pelan dari belakang. Dia berbalik, dan lagi-lagi melihat sosok Sakti. Wajahnya tetap pucat seperti sebelumnya, tapi kali ini ada senyum kecil yang menghiasi bibirnya. "Kamu kembali," kata Sakti dengan suara pelan, tapi penuh dengan rasa lega.

Rengganis mengangguk. "Ya, aku ingin tahu lebih banyak tentangmu dan... tentang Rangga. Apa yang kamu tahu tentang kakakku?"

Sakti duduk di sebelah Rengganis, memandang ke arah hutan di kejauhan. "Aku bertemu dengan Kak Rangga di tempat ini. Dia sering bicara padaku. Dia bilang dia sangat merindukanmu."

Mata Rengganis membesar. "Dia bicara padamu?" tanyanya, suaranya hampir bergetar. "Apa yang dia katakan?"

Sakti menatap Rengganis dalam-dalam. "Dia bilang dia ingin kamu berhenti menyalahkan dirimu atas apa yang terjadi. Bahwa dia ingin kamu hidup bahagia, bukan dalam bayang-bayang kepergiannya."

Mata Rengganis mulai berkaca-kaca. Selama ini, dia selalu merasa bahwa kecelakaan yang menimpa Rangga adalah kesalahannya. Jika saja hari itu dia menahan Rangga lebih lama di rumah, atau jika dia ikut pergi bersama Rangga ke kota, mungkin kecelakaan itu tak akan pernah terjadi. Kata-kata Sakti seperti membuka pintu yang selama ini tertutup rapat di dalam hatinya.

"Apa kamu juga... seperti Rangga?" tanya Rengganis pelan.

Sakti menghela napas panjang, seolah-olah mencoba mengingat sesuatu yang kabur. "Aku... tidak ingat segalanya. Hanya potongan-potongan. Tapi aku merasa ada yang belum selesai di sini, di desa ini. Sesuatu yang penting."

Rengganis memandang anak itu dengan simpati. "Mungkin kita bisa menemukan apa yang hilang itu bersama-sama," katanya.

Malam itu, mereka berbicara lebih lama dari biasanya. Sakti menceritakan bahwa dia sering melihat seseorang di dalam mimpinya, seseorang yang memanggil-manggil namanya, tetapi wajahnya selalu kelihatan kabur. Rengganis merasa ada misteri yang lebih besar daripada yang dia bayangkan.

Keesokan harinya, Rengganis memutuskan untuk pergi ke rumah tua tempat Sakti pertama kali menghilang. Rumah itu terlihat lebih menyeramkan di siang hari, dengan jendela-jendela yang pecah dan tanaman liar yang tumbuh di sekitarnya. 

Di dalam, semuanya berdebu dan usang, tapi ada satu hal yang menarik perhatiannya yaitu sebuah foto tua yang tergantung miring di dinding. Dalam foto itu, ada sekelompok anak, dan salah satunya sangat mirip dengan Sakti.

Rengganis menggigil. Sakti memang pernah hidup di sini. Namun, ada sesuatu yang aneh. Di sudut foto, ada seorang wanita dengan wajah suram dan mata tajam. Sepertinya dia sedang menatap ke arah Sakti, seolah-olah ada sesuatu yang ingin dia katakan.

Mira merasa desiran dingin di punggungnya. Dia memutuskan untuk mencari tahu lebih lanjut tentang keluarga Sakti. Dia bertemu dengan Pak Wirya, seorang tetua desa yang pernah mengenal keluarga tersebut.

"Keluarga Sakti meninggalkan desa ini setelah anak mereka hilang di hutan, beberapa tahun lalu," kata Pak Wirya, suaranya bergetar saat bercerita. 

"Ibunya sangat terpukul. Ada rumor bahwa Sakti tidak pernah benar-benar hilang, tapi tersesat di alam yang lain, antara dunia ini dan yang berikutnya. Ibunya, Bu Lestari, selalu percaya dia bisa memanggil Sakti kembali."

Malam berikutnya, Rengganis kembali ke bawah beringin. Angin malam berembus dingin, dan kali ini dia merasakan kehadiran yang lebih kuat. Sakti muncul dari balik bayangan, tapi kali ini dia tampak lebih transparan, lebih samar daripada sebelumnya.

"Ada sesuatu yang harus aku lakukan," kata Sakti, suaranya terdengar seperti berbisik di tengah angin. "Kamu harus menemukan ibu dan memberitahunya bahwa aku di sini... di antara dunia."

Rengganis mengangguk, merasa ada benang merah yang semakin jelas mengikat cerita ini. Sakti menghilang lagi ke dalam bayangan malam, dan Rengganis tahu tugas ini adalah miliknya.

Esok harinya, dengan tekad bulat, Rengganis berangkat menuju kota, mencari seorang wanita yang telah lama merindukan anaknya seorang ibu yang perlu tahu bahwa bayangan yang hilang masih menunggunya untuk pulang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun