Tulisan ini saya mulai dari perubahan pola hidup yang saya alami ketika tinggal di kampung halaman dan ketika harus pindah ke kota untuk bekerja, menikah, dan menetap untuk hidup bermasyarakat di kota.
Hidup di Kampung
Lahir dan hidup di kampung membuat saya selalu terbiasa dengan berjalan kaki setiap hari, sebagai contoh jarak dari rumah ke Sekolah Dasar waktu itu sekitar tiga kilo meter dan saya melakukannya dengan berjalan kaki setiap hari.
Hidup di kampung sampai berusia beranjak dewasa saya tidak mengenal kendaraan pribadi, karena memang itu bukan prioritas kami. Keluarga kami lebih memilih menabung untuk membeli sepetak sawah atau kebun dari pada membeli kendaraan.
Keseharian kamipun kami jalani dengan berjalan kaki kemanapun kami pergi kecuali untuk acara dan momen tertentu, bahkan demi berjalan kaki kami anak-anak muda pada umumnya mengagendakan jalan kaki untuk menuju sebuah destinasi yang jaraknya bisa puluhan kilo meter setiap satu, dua, atau setidaknya tiga bulan sekali.
Bersama orang tua kami juga biasa berjalan kaki untuk pergi kekebun atau mengunjungi saudara yang ada di pelosok pedesaan, kami melakukan semua itu dengan penuh suka cita dan rasa senang tanpa mengeluh merasa cape atau sebagainya.
Hidup di Kota Besar
Pindah ke kota dan bekerja membuat kebiasaan berjalan kaki jadi berkurang, karena situasi dan kondisi yang berbeda tentunya dengan gaya hidup di kampung. Tapi untuk tidak terlalu tergantung dengan kendaraan kami biasa melakukan rutinitas yang sifatnya santai dengan berjalan kaki, seperti pergi ke pasar mencari makanan pavorit keluarga, jalan pagi santai saat liburan dll.
Untuk agenda yang lebih intens saya ikut komunitas pecinta alam, yang mengagendakan pendakian gunung secara berkala setiap tiga, atau setidaknya enam bulan sekali.
Sedangkan untuk rutinitas harian saya tidak segan berjalan kaki untuk mencari sesuatu, semisal pergi ke mesjid, mencari makan siang, pergi ke warung, naik turun tangga mengecek tanaman di atap, memeriksa saluran air pembuangan dan lain sebagainya.