Mohon tunggu...
agus hendrawan
agus hendrawan Mohon Tunggu... Guru - Tenaga Kependidikan

Pendidikan, menulis, berita, video, film, photografi, sinematografi, alam, perjalanan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kenangan Radio Transistor

7 Agustus 2024   13:47 Diperbarui: 7 Agustus 2024   14:09 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
By Jorge Barrios - commons.wikimedia

Pendahuluan

Tahun 1980an adalah masa keemasan bagi sandiwara radio dan dongeng yang banyak mengundang pendengar setia, termasuk saya. Di masa itu radio transistor menjadi sahabat setia kami di sore hari, setelah mandi dan berpakaian rapi kami anak-anak kampung diizinkan oleh orang tua untuk bermain sambil menikmati alunan cerita dari radio.

Tujuan favorit saya kala sore hari adalah rumah seorang tetangga yang rutin menyetel acara radio "Dongeng Mang Engkos" dari stasiun radio Kompas Sumedang. Daerah kami yang terletak di antara pegunungan, hanya mendapatkan sinyal dari dua stasiun radio dengan suara yang jernih: Radio Benpas (Benteng Pancasila) Subang dan Radio Kompas Sumedang.

Pada masa itu saluran radio FM (Frequency Modulation) belum begitu populer di daerah kami, kami masih mengandalkan siaran radio AM (Amplitudo Modulation). Namun ketika cuaca mendung atau berpetir, suara radio sering terganggu oleh interferensi atmosfer.

FM (Frequency Modulation):

  • Modulasi: Frekuensi dari gelombang pembawa diubah-ubah sesuai dengan sinyal audio yang dikirimkan, sementara amplitudonya tetap konstan.
  • Tahan Gangguan: FM lebih tahan terhadap gangguan dan noise, terutama gangguan dari sumber listrik dan atmosfer.
  • Kualitas Suara: Kualitas suara lebih baik dan lebih jernih, cocok untuk siaran musik.
  • Konten: Banyak digunakan untuk siaran musik dan hiburan yang memerlukan kualitas audio yang tinggi.
  • Lokasi: Lebih populer di area perkotaan dan daerah yang lebih padat penduduk.
  • FM: Dipilih untuk stasiun radio yang memfokuskan pada kualitas musik dan program hiburan di daerah urban.

AM (Amplitudo Modulation) dan MW (Medium Wave) sering kami anggap sama pada masa itu, padahal sebenarnya ada beberapa aspek yang berbeda dalam konteks sebuah siaran radio:

Radio AM (Amplitudo Modulation)

  • Modulasi Amplitudo: AM mengacu pada metode modulasi di mana amplitudo sinyal pembawa bervariasi sesuai dengan informasi audio yang ditransmisikan.
  • Jangkauan: Siaran AM memiliki jangkauan yang lebih luas dibandingkan dengan FM, terutama di malam hari karena gelombang AM dapat memantul pada lapisan ionosfer.
  • Frekuensi: Siaran radio AM bisa mencakup berbagai rentang frekuensi, tetapi yang paling umum digunakan adalah rentang gelombang medium (MW).

Radio MW (Medium Wave)

  • Rentang Frekuensi: MW merujuk pada rentang frekuensi tertentu dalam spektrum AM. Frekuensi MW berada dalam kisaran 530 kHz hingga 1700 kHz.
  • Jangkauan: MW dapat menjangkau jarak yang cukup jauh, tergantung pada kekuatan pemancar dan kondisi atmosfer. Pada malam hari, sinyal MW bisa menjangkau hingga ratusan kilometer.
  • Penggunaan: MW adalah rentang yang paling umum digunakan untuk siaran radio AM di banyak negara, termasuk Indonesia.

Perbedaan

  • AM vs MW: AM adalah teknik modulasi, sedangkan MW adalah rentang frekuensi dalam spektrum AM. Jadi, ketika kita mendengar tentang radio AM, itu bisa berarti siaran pada berbagai rentang, termasuk MW, tetapi tidak terbatas hanya pada itu.

Baca juga: Kisah Sebuah Pohon

Contoh

  • Stasiun Radio AM di Indonesia: Banyak stasiun radio di Indonesia menggunakan frekuensi dalam rentang MW untuk menyiarkan program-program mereka, terutama untuk mencapai pendengar di daerah yang lebih luas dan terpencil.

Pemilik radio sering mematikan radionya saat hujan deras karena khawatir perangkatnya tersambar petir, meskipun kemungkinan itu sebenarnya sangat kecil. Tapi pengetahuan dan informasi yang terbatas karena suara radio yang ikut bergerokgok (noise) ketika petir menyambar sangat membuat kami khawatir di zaman itu.

Keberadaan Radio Transistor

Radio transistor menjadi barang umum di banyak rumah. Harganya yang terjangkau disamping portabilitas dan konsumsi dayanya yang rendah, membuatnya menjadi pilihan utama terutama di daerah pedesaan atau pegunungan yang belum teraliri listrik. 

Kami menggunakan batu baterai sebagai sumber daya radio transistor, menjadikannya media hiburan utama bagi keluarga.

Televisi masih jarang ditemui saat itu, hanya keluarga-keluarga berada yang bisa memilikinya dengan menggunakan stroom accu sebagai sumber listriknya. Akibatnya, sandiwara radio dan dongeng menjadi bentuk hiburan yang sangat populer dan lebih mudah diakses oleh masyarakat.

Kisah-Kisah Legendaris

Stasiun-stasiun radio lokal kerap menyiarkan acara-acara menarik, termasuk siaran "Dongeng Mang Engkos" di Radio Kompas Sumedang setiap sore. Selain itu ada dongeng Wa Kepoh "Si Rawing" dan sandiwara radio "Saur Sepuh Brama Kumbara" yang juga sangat digemari oleh pendengar.

Siaran radio AM dan MW yang kami nikmati sering kali terganggu oleh cuaca buruk, terutama saat petir. Frekuensi AM dan MW lebih rentan terhadap gangguan atmosfer dibandingkan dengan FM, ketakutan bahwa radio dapat tersambar petir menjadi kekhawatiran yang cukup umum pada masa itu.

Pengaruh Radio terhadap Perkembangan Pribadi

Selain sebagai sarana hiburan radio juga berperan penting dalam perkembangan pribadi kami, melalui dongeng dan sandiwara kami belajar banyak tentang bahasa. Gaya bahasa, peribahasa, dan diksi yang digunakan oleh para pendongeng memperkaya kosakata kami, terutama dalam bahasa Sunda.

Keterampilan berbahasa ini berimbas positif pada nilai Bahasa Sunda saya di sekolah yang selalu menempati peringkat teratas. Karena tidak semua anak-anak pada waktu itu menggemari sadiwara radio dan dongeng, ada yang lebih memilih game watch atari yang juga mulai dipasarkan.

Refleksi dan Kenangan

Masa-masa mendengarkan radio di tahun 1980an adalah bagian penting dari perjalanan hidup saya. Cerita-cerita dari sandiwara radio dan dongeng yang disiarkan membawa kami ke dunia imajinasi yang luas, memperkenalkan kami pada kebudayaan dan tradisi leluhur yang semakin jarang ditemukan dalam percakapan sehari-hari.

Kisah-kisah kerajaan, kesaktian, legenda rakyat yang dibumbui dengan gaya pendongeng dalam membawakannya adalah momen yang tidak saya temukan di dunia anak-anak saat ini.

Kin meski teknologi telah berkembang pesat dan media hiburan semakin beragam, kenangan tentang radio transistor dan dongeng-dongeng masa lalu tetap terpatri dalam ingatan. Pengalaman itu mengajarkan saya nilai-nilai berharga dan meninggalkan jejak yang tak terlupakan dalam hidup.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun