Mohon tunggu...
agus hendrawan
agus hendrawan Mohon Tunggu... Guru - Tenaga Kependidikan

Pendidikan, menulis, berita, video, film, photografi, sinematografi, alam, perjalanan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Uang Picis Kini Bukan Picisan

5 Juli 2024   19:53 Diperbarui: 5 Juli 2024   20:12 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saat ini saya berada di Bandung untuk berakhir pekan bersama keluarga, seperti ditulisan sebelumnya keluarga saya di Bandung ini adalah hobi koleksi benda-benda antik.

Benda-benda seperti: Kujang, keris, keramik dll. Ternyata banyak menyimpan cerita sejarah.

Seperti kujang misalnya saya ditunjukan dua jenis dari sekian banyak jenis kujang, yaitu Kujang Ciung dan Kujang Jago. Kujang-kujang ini adalah benda fisolofis yang unik mulai dari bentuk sampai jumlah lubang masing-masing memberikan arti filosofis yang beragam.

Kujang Jago dokpri
Kujang Jago dokpri
Kujang Ciung dokpri
Kujang Ciung dokpri

Salah satu benda yang akan saya bahas secara mendalam kali ini adalah sejumlah uang Picis atau Ketip atau ada juga yang menyebutnya uang Cina.

Uang picis dokpri
Uang picis dokpri

Uang picis atau uang ketip yang dahulu banyak digunakan di era perdagangan akhir abad 19 di Indonesia memiliki arti kiasan dengan sesuatu yang bermutu rendah atau harganya murah.

Kata "picisan" yang berarti bermutu rendah atau murah berasal dari konotasi nilai rendah yang melekat pada koin "picis." Karena picis pada masanya adalah koin kecil dengan nilai yang rendah, istilah ini berkembang dalam bahasa Indonesia untuk menggambarkan sesuatu yang dianggap tidak bernilai tinggi atau berkualitas rendah.

Pada sejarah Nusantara uang picis atau ketip merupakan bagian yang tidak terlepas dari sistem ekonomi dan perdagangan. Meski dahulu dianggap remeh karena nilai nominalnya yang rendah koin picis kini artefak berharga yang menyimpan cerita sejarah.

Sejarah Singkat Uang Picis

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun