"Kolecer" berkualitas hanya dipasang ketika bersama pemiliknya, sementara "Kolecer Biasa" umumnya dibiarkan sepanjang hari berputar menghiasi pesawahan, kebun, bukit, dan bahkan dekat pemukiman.
Sementara saya mengenal "Kolecer" semenjak kanak-kanak, dan hanya membuatnya sendiri dari bambu bahkan daun kelapa yang dimodivikasi sedemikian rupa. Yang penting kolecer bisa berputar saat diterpa angin, ukurannya pun tidaklah besar paling hanya berukuran 5cm sebagai "Kolecer Mainan".
Saat musim "Kolecer" jatuh pada bulan Puasa kesempatan ini kami gunakan sebagai ajang "Ngabuburit" bersama teman sebaya. Lain halnya dengan "Kolecer Kontes" yang memerlukan tiang dan tempat setinggi mungkin.
Kolecer mainan hanya memerlukan tiang setinggi badan kanak-kanak, bahkan kami membawa dan memutarkannya sambil berlari atau hanya berdiri mematung berlawanan dengan arah angin berhembus.
Harapan Penulis
Di tengah laju modernisasi dan globalisasi yang terus berkembang, terdapat suatu harapan yang terjalin untuk keberlanjutan budaya kearifan lokal permainan tradisional "Kolecer".
Sebagai warisan tak ternilai dari nenek moyang, budaya ini mengandung kekayaan nilai, dan tradisi yang telah terpelihara semenjak saya kanak-kanak.
Pada setiap aspeknya, budaya kearifan lokal merupakan cermin dari identitas suatu masyarakat, menandakan kedalaman sejarah, serta tradisi yang terbukti relevan dari masa ke masa. Dari adat istiadat hingga kearifan lokal tentang alam dan lingkungan, budaya ini telah menjadi fondasi kuat bagi kehidupan berkelanjutan.
Harapan akan lestarinya budaya kearifan lokal tidaklah semata-mata berbicara tentang mempertahankan tradisi untuk tradisi itu sendiri, tetapi lebih merupakan upaya untuk menjaga keberagaman, menghormati warisan leluhur, dan memelihara keseimbangan antara manusia dan alam.
Dengan mempertahankan budaya kearifan lokal, kita juga memelihara akar-akar yang menghubungkan kita dengan tanah air kita dan memperkaya pengalaman manusia secara keseluruhan.