Bulan Puasa adalah bulan yang sangat saya tunggu semenjak kanak-kanak, terlepas dari makna apa yang sebenarnya kami sebagai kanak-kanak kala itu hanya mengenal bulan Puasa karena kesemarakannya. Terdapat banyak momen epik di dalamnya yang sampai kini senantiasa menghiasi ingatan kami sepanjang hayat.
Dalam rangka memasuki bulan suci, kami mengawalinya dengan bersih-bersih. Hal ini melibatkan kebersihan lahir dan bathin, diantaranya dengan melakukan hal-hal berikut:
1. Tradisi "Keramasan"
Di kampung saya kala itu sangat terasa semaraknya. Sehari sebelum puasa pemandian umum yang merupakan mata air jernih yang dialirkan dari kaki gunung menuju kampung kami melalui batang bambu yang dilubangi dan disambung-sambungkan membentuk semacam paralon dipenuhi orang tua, muda-mudi, dan anak-anak untuk melakukan "Keramasan" atau tepatnya sekarang mungkin semacam "mandi besar" sebagai wujud kesigapan kami dalam menyambut bulan suci.
Tak hanya itu seluruh ruangan dalam rumah sampai pagar serentak kami bersihkan dan ada juga yang mengecatnya. Dilanjutkan dengan saling mengunjungi, bersilaturahmi, dan bermaaf-maafan.
Puji syukur semalam di komplek saya tinggal budaya itu masih senantiasa kami pegang teguh dengan berkumpul dan melakukan silaturahmi sebelum memasuki bulan puasa.
Sedangkan di tempat pekerjaan, kami lakukan tradisi ini sehari sebelum liburan pulang kampung untuk "Munggahan".
2. Tradisi "Munggahan"
Alhamdulillah acara berjalan lancar, sehingga minggu berikutnya saya bisa mengunjungi kampung halaman untuk "Munggahan" bersama handai tolan.
Apa itu "Munggahan"? Adalah kami menyebutnya sebagai hari-hari awal puasa sekitar hari pertama sampai hari ketiga bulan Puasa. Dimana momen ini merupakan salah satu momen epik dalam bulan puasa, karena kami biasa melakukannya bersama keluarga besar di kampung halaman. Meski tidak semeriah "lebaran" biasanya saya bertemu kawan lama di kampung baik yang menetap mau pun yang pulang dari perantauan sebagaimana hari Lebaran.
3. Pesantren Romadhon
Sebagai warga sekolah yang muslim kami juga mengisi bulan Puasa dengan acara yang syarat dengan nilai keagamaan, salah satunya adalah Pesantren Romadhon. Pesanten Romadhon dilaksanakan dua minggu menjelang lebaran, dengan menghadirkan Narasumber  pemateri dari luar mau pun dari dalam.
4. Tradisi "Rantang Cinta"
Kembali mengingat masa kanak-kanak di kampung, kami biasa menyebutnya sebagai budaya "Tanggal Lilikuran" yang dilaksanakan antara tanggal 21 Puasa sampai menjelang Lebaran.
Pada momen epik ini kami biasa saling mengantar makanan dengan menggunakan "rantang" dan bingkisan lainnya sesama keluarga dan tetangga.
Sedangkan di sekolah kami menyebutnya sebagai "Rantang Cinta". Ada pun jenisnya beragam mulai dari: Rantan Cinta ASN, Rantang Cinta Pramuka, Rantang Cinta Siswa OSIS/MPK dan lain-lain.
Momen ini kami gunakan untuk berbagi dengan sesama di lingkungan sekitar sekolah, bekerjasama dengan Pemerintah setempat.
5. Buka Puasa Bersama
Kalau yang ini mungkin semua sudah mengenalnya, buka puasa bersama umumnya dilaksanakan sebuah kelompok masyarakat mendekati hari-hari Lebaran dengan diselingi acara lain yang bersifat insidental sesuai situasi dan kondisi, seperti family gathering, arisan, dan lain-lain.
6. Perayaan Puncak Iedul Fitri
Inilah momen yang paling istimewa dimana semua warga yang memiliki kampung halaman melakukan "Mudik". "Mudik" atau Pulang Kampung pada hari Lebaran atau Iedul Fitri sifatnya lebih sakral dari pada "Munggahan", dimana apabila berhalangan pulang kampung saat "Munggahan" maka pada Iedul Fitri atau hari Lebaran pasti mementingkan untuk pulang kampung.
Semua berlomba merayakan hari fitri setelah berpuasa, dianggap sebagai hari penuh kemenangan untuk kembali menjadi jiwa yang bersih lahir dan bathin. Ikonik seperti baju baru, ketupat, kartu ucapan, dan saling mengunjungi untuk bermaaf-maafan adalah momen puncak paling epik dalam kehidupan umat pada umumnya.
7. Tradisi "Halal Bihalal"
Sejarah istilah ini muncul sekitar setelah Proklamasi Kemerdekaan Negara kita tanggal 17 Agustus 1945 yang terjadi pada bulan Puasa. Para pejuang saat itu khususnya Bung Karno (Presiden Pertama Indonesia). Menggunakan momen lebaran ini untuk berkumpul dan saling memaafkan sambil membicarakan strategi mempertahankan kemerdekaan bersama pejuang lainnya. Karena Penjajah masih ingin berkuasa di negeri tercinta kita, jadi "Halal Bihalal" adalah merupakan tradisi sejarah yang lahir kala perjuangan Perang Kemerdekaan.
Budaya ini masih kita pertahankan dan dilaksanakan sebagai ajang silaturahmi bagian dari rangkaian momen epik Hari Raya Lebaran. Dilaksanakan setelah Puasa pada bulan Syawal dengan Halal Bihalal diharapkan kita tetap istiqomah dalam menjalankan kebaikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H