Sikap senior terhadap yunior adalah ladang subur untuk terjadinya kasus perundungan atau bullying karena senior terlibat dalam kegiatan yang mengukuhkan anggota diakui sebagai bagian dari organisasi sesuai ADART yang telah disepakati.
Dalam hal ini sekali lagi peran guru Pembina sangat krusial untuk senantiasa mengingatkan dan menegakkan peraturan.
Terutama dengan keterlibatan senior (alumnus) yang sudah lulus sebagai siswa dan masih mengambil langkah aktif dalam organisasi. Mereka patut mendapat perhatian ekstra karena tidak terjangkau sanksi administrasi sekolah seandainya melakukan pelanggaran. Dalam hal ini solusinya adalah budaya anti kekerasan, perundungan atau bullying harus senantiasa menjadi budaya dalam organisasi, serta sanksi tegas organisasi yang telah disepakati bersama bersifat inklusif (tidak pandang bulu).
Prinsipnya guru adalah guru, tidak ada bekas guru atau mantan guru terhadap muridnya. Guru tetaplah seorang guru muridnya sepanjang hayat, walau pun muridnya mungkin sudah mendapat kedudukan atau jabatan yang lebih tinggi dalam hidup bermasyarakat.
Tapi pada praktiknya memang tidak semudah membalikkan telapak tangan, banyak guru yang merasa segan terhadap muridnya dan sebaliknya ada juga murid yang sudah tidak menganggap terhadap gurunya setelah lulus sekolah, tapi itu bukanlah yang kita harapkan.
Mencegah perundungan atau bullying kapan pun dan di mana pun adalah langkah yang sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang aman, positif, dan inklusif.
Berikut beberapa langkah selanjutnya yang dapat diambil untuk menghindari perundungan yang sudah saya terapkan:
Sosialisasi Nilai-nilai Positif
Ajarkan dan sosialisasikan nilai-nilai positif seperti saling menghormati, toleransi, kerjasama, dan keadilan. Tekankan pentingnya saling mendukung dan membangun kebersamaan.
Pelatihan Kepemimpinan dan Keterampilan Sosial