Mohon tunggu...
agus hendrawan
agus hendrawan Mohon Tunggu... Guru - Tenaga Kependidikan

Pendidikan, menulis, berita, video, film, photografi, sinematografi, alam, perjalanan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Post Power Syndrom Vs Hidup Minimalis Sederhana

27 Januari 2024   17:18 Diperbarui: 12 Maret 2024   20:22 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input sumber gambar Ilustrasi pensiunan(Shutterstock) Kompas.com

Post Power Syndrome umumnya terjadi pada seorang yang terbiasa dengan kekuasaan pada masa jabatannya, kerap dialami seorang pejabat instansi atau pejabat lain pemegang kebijakan pada kepurnabaktiannya.

Saya tidak menemukan kasus Post Power Syndome terjadi pada profesi teknis seperti dokter kesehatan, kenapa? Pengamatan yang saya lihat mereka para dokter tambah usia maka tambah pengalaman menangani pasien. Bahkan kepensiunan mereka menambah kepercayaan masyarakat dan instansi swasta untuk merekrutnya karena pengalamannya tersebut.

Kenapa ini tidak terjadi pada profesi lain seperti guru? Jawabnya ada beberapa alasan diantaranya:

1. Para pemegang kebijakan hanya menggunakan power formal dalam menjalankan tugasnya, kurang sadar dalam mengupgrade kompetensi karena merasa sudah diposisi klimaks, kurang teguh dalam menjaga nama baik (good will) sehingga ditinggalkan anak buahnya begitu saja saat pensiun, dan hanya mengandalkan bawahan. Sebagai refleksi lihatlah generasi orang tua kita dahulu para guru dan alim ulama seiring tambah usia maka mereka tambah terkenal dan tambah disegani. Masa tua mereka pun jauh dari kata Post Power Syndrome.

2. Mereka tidak terlibat literasi, khususnya dengan menulis karena dengan menulis mereka dapat menorehkan track record dan membukukan pengalamannya sehingga menjadi referensi buat yuniornya yang kelak akan menggantikannya. Disamping itu menulis dapat mengurangi tingkat stres seseorang. Dan tidak menutup kemungkinan hal ini bisa mendapatkan penghasilan yang bisa diandalkan.

3. Gaya hidup yang berlebihan biasanya mengakibatkan stres ketika pensiun yang dengan terpaksa harus kembali hidup sederhana. Diperparah buat yang suka bereksperimen dengan mengikuti bisnis yang memerlukan modal besar sehingga harus mengagunkan salarinya bahkan sampai melewati batas pensiun. Hal ini bagi yang bisnisnya tidak berjalan lancar mengakibatkan kejatuhan finansial yang signifikan dan memicu stres.

4. Tidak berfikir realistis, mengorbankan yang sudah jelas sebagai bekal dihari tua malah dihabiskan untuk hal yang belum jelas keberhasilannya ( spekulasi ). 

5. Pengaplikasian norma agama dan sosial dalam kehidupan sehari-hari. Dengan berpegang teguh pada norma-norma tersebut dalam setiap langkah maka akan terhindar dari stres baik selama menjabat mau pun setelah pensiun. 

6. Menjadi seorang motivator, trainer, guru besar, literator, dan atau sekedar penikmat alam pedesaan yang damai nan asri dengan kehidupan didalamnya dengan memiliki rumah sederhana di tengah hamparan sawah dan pegunungan adalah pilihan yang perlu dipertimbangkan sambil kita memperkaya khasanah literasi yang bisa kita wariskan kegenerasi berikutnya. 

7. Kesimpulan, perencanaan yang matang, kesederhanaan, dan investasi jangka panjang yang pasti dan rasional kita bisa menikmati hari tua kita bersama gelak tawa anak cucu yang lucu dan menggemaskan. Investasi disini tidak hanya berupa investasi keuangan, nama baik (good wiil) dan atau tulisan-tulisan seorang mantan pejabat berdasarkan pengalamannya adalah asset literasi yang tidak terhingga nilainya.

Disamping poin-poin diatas perlu kiranya kita menerapkan konsep hidup minimalis di bawah ini seperti yang sering saya singgung pada artikel saya sebelumnya: 

- Coba balik cara berpikir kita maka kita akan merasa bersyukur.

Biasanya ketika kita mendapatkan sesuatu maka kita akan memikirkan yang lebih, semisal kita makan nasi telur mesti kita berpikir kenapa kita tidak makan nasi daging panggang dan seterusnya.

Coba dibalik cara berpikir kita, waktu makan nasi berlawuhkan telur berfikirlah seandainya kita hanya makan nasi saja.

Disitu kita akan menemukan rasa syukur dan sebaliknya akan menyisakan penyesalan.

- Cintai kekosongan (less is more).

Ketika kita mempunyai sedikit (barang) maka kita bisa melakukan hal lebih banyak. Semisal ketika kita tidak punya job maka waktu kita untuk berkreativitas lebih banyak dan seterusnya.

- Hindari pembelian impulsif yaitu pembelian barang yang tidak begitu dibutuhkan dan tidak direncanakan. Kejadian ini biasanya di pengaruhi faktor gaya, iklan, trend dan hal emosional lainnya.

-Konsumsi yang engkau butuhkan.

Coba bedakan kata "butuh" dan "ingin"

"Saya butuh HP baru" beda dengan "Saya ingin HP baru" kalimat ke-2 harus kita evaluasi untuk direalisasikan, tanyakan jawaban sejatinya pada lubuk hati kita yang paling dalam.

-Kepemilikan bukanlah segalanya.

Intinya adalah manfaat seperti definisi "butuh" dan "ingin" di atas.

-Waktu tidak bisa diulang.

Semakin sedikit barang yang kita miliki maka semakin sedikit alokasi waktu, dan biaya untuk barang yang kita miliki. Waktu pun bisa kita kita gunakan untuk hal yang lebih bermanfaat berdasarkan skala prioritas.

Terakhir konsep kepemilikan barang dalam konsep hidup minimalis di bawah ini mungkin hal bijaksana untuk kita terapkan.

Prinsip kepemilikan barang dalam hidup minimalis, seperti Reduce, Reuse, dan Recycle, adalah konsep-konsep yang mendorong gaya hidup yang lebih sederhana, berkelanjutan, dan bertanggung jawab terhadap lingkungan. Berikut adalah ulasan singkat tentang masing-masing prinsip beserta contohnya:

Reduce (Mengurangi):

Prinsip ini menekankan pentingnya mengurangi konsumsi dan kepemilikan barang sebanyak mungkin. Ini mencakup membeli barang yang benar-benar diperlukan, menghindari pembelian impulsif, dan mengurangi limbah.

Contoh:

Memilih untuk memiliki pakaian yang sederhana yang multifungsi sehingga pakaian tersebut dapat digunakan dalam berbagai kesempatan.

Mengurangi pembelian produk sekali pakai, seperti botol air plastik, dengan menggunakan botol air tahan lama yang dapat diisi ulang tentunya adalah pilihan yang sangat bijak.

Reuse (Menggunakan Ulang):

Prinsip ini mengajarkan bukan hanya sekali atau dua kali dalam menggunakan barang. Ini melibatkan kreativitas dalam memanfaatkan kembali barang atau material.

Contoh:

Mendaur ulang kemasan atau wadah untuk digunakan kembali sebagai wadah penyimpanan atau tempat lainnya.

Memperbaiki dan memperbarui barang yang rusak daripada langsung menggantinya dengan yang baru.

Recycle (Mendaur Ulang):

Prinsip ini menekankan pentingnya mengelola limbah dengan mendaur ulang bahan-bahan tertentu untuk menghindari penumpukan sampah di tempat pembuangan akhir. Ini melibatkan proses mengubah bahan bekas menjadi barang baru.

Contoh:

Memilah sampah untuk mendaur ulang material seperti kertas, plastik, kaca, dan logam. Menggunakan barang-barang yang terbuat dari bahan daur ulang, seperti kertas daur ulang atau kantong belanja kain. Yang selanjutnya menyerahkannya ke pihak produsen pendaur ulang untuk yang tidak bisa kita kerjakan sendiri dirumah, karena pada umumnya hal ini memerlukan mesin produksi,

Menerapkan prinsip-prinsip ini dalam hidup sehari-hari dapat membantu menciptakan lingkungan yang lebih berkelanjutan dan membantu mengurangi dampak negatif konsumsi berlebihan terhadap planet kita.

Masalah setuju dan tidaknya tentang tulisan saya ini tergantung pada pribadi masing-masing dan itu wajar untuk hal yang sepatutnya kita pelajari. Setidaknya inilah yang sesuai dengan naluri pikiran saya sebagai penulis.

Sekian semoga menjadi bermanfaat.

Terakhir saya ingin menyampaikan sebuah kutipan dari seorang tokoh hidup minimalis:

"You don't need more space but you need less stuff" - Jushua Field Millburn

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun