Mohon tunggu...
agus hendrawan
agus hendrawan Mohon Tunggu... Guru - Tenaga Kependidikan

Pendidikan, menulis, berita, video, film, photografi, sinematografi, alam, perjalanan.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Gangguan Kesehatan Mental dan Stigma

12 Januari 2024   11:57 Diperbarui: 12 Januari 2024   21:37 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penting untuk dicatat bahwa saya bukan seorang profesional kesehatan, dan saran apa pun yang diberikan di sini janganlah dianggap sebagai pengganti nasihat medis langsung. Namun, jika Anda mengalami gangguan panik atau gangguan mental lainnya, penting untuk berkonsultasi dengan profesional kesehatan, seperti psikiater atau psikolog, untuk mendapatkan analisa yang tepat dan rencana pengobatan yang sesuai.

Ini berangkat dari pengalaman pribadi, diusia 20an saya sudah merasakannya. Perasaan-perasaan dan suasana hati yang datang begitu saja yang tak jelas sebab dan akibatnya.

Perasaan itu seperti gelisah, cemas, takut, bingung, keheran-heranan, keragu-raguan, putus asa, dan perasaan-perasaan dan suasana hati lain yang muaranya adalah kepanikan yang luar biasa.

Perasaan-perasaan dan suasana hati seperti di atas adalah biasa seandainya dalam kadar yang wajar dan penyebab yang jelas, tapi yang saya rasakan adalah perasaan yang sangat kuat dan mengganggu apalagi kalau sudah mencapai puncaknya yaitu perasaan panik hebat yang membuat konsentrasi hilang dan saya merasa seperti tenggelam sendirian di palung laut yang paling dalam. 

Saya menyadari ada yang salah dalam diri dan kesehatan mental saya, tapi saat itu saya tidak mau terbuka dengan orang lain termasuk orang tua hanya berusaha menanganinya sendiri dengan memikirkan apa penyebab dan bagaimana mengatasinya.

Tapi lama-kelamaan orang tua pun menyadari kalau kesehatan saya terganggu, munculah berbagai macam asumsi dan stigma dari keluarga yang justru memperparah keadaan yang saya rasakan. Dari mulai tuduhan saya mengamalkan ilmu kebatinan yang tidak benar dan stigma lingkungan yang saya rasakan sebagai seorang sakit mental begitu melekat itu semua memperburuk pikiran saya untuk berpikir positif.

Kebiasaan di kampung keadaan sakit seperti saya suka dibawa keorang pintar, ustadz, tabib atau apalah namanya. Tapi itu tidak membuat sakit saya sembuh.

Seiring perjalanan waktu ditengah penderitaan sakit seperti itu yang kadang datang tanpa diundang saya mulai dapat pekerjaan dan mempunyai penghasilan, saya kuliah dengan biaya sendiri dan akhirnya menikah. 

Setelah menikah saya mulai mempertimbangkan untuk meminta bantuan professional (psikiater) dari sinilah benang merahnya mulai terurai, saya mulai bisa menangani penyakit saya meskipun secara berangsur. Dan akhirnya saya sadar kalau ini adalah sudah jalan hidup yang harus saya terima.

Perasaan-perasaan itu pun masih suka datang sampai sekarang tapi tidak separah dulu, dengan mengenal perasan dan suasana hati tersebut saya bisa dengan segera menetralisirnya dan jika terpaksa saya minum obat benzodiazepin lah solusi yang diresepkan psikiater tentunya.

Tapi tidak sampai disitu saja permasalahannya, stigma lingkungan yang sudah melekat begitu susah untuk dikembalikan dan saya pun mencoba menetralisirnya dengan prestasi dan karya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun